Halloween Costume ideas 2015
loading...

Institut Peradaban Aceh Minta Pemerintah Garap Film Hasan Tiro

AMP - Pemerintah Aceh diminta menggarap film layar lebar berlatar belakang tentang semangat Hasan Tiro, Ph.D, dalam konteks pendidikan dan loyalitasnya kepada masyarakat Aceh. Keberadaan film tersebut dinilai bisa menjadi inspirasi kepada generasi muda untuk terus belajar, bekerja dan membangun kemakmuran rakyat.

“Pengalaman saya berdiskusi tentang Hasan Tiro, ternyata mahasiswa atau masyarakat tidak paham bahwa Hasan Tiro adalah seorang intelektual dengan gelar akademik Ph.D yang diraihnya di Amerika Serikat. Bahkan Hasan Tiro itu sosok sutradara drama alias seniman," ujar Ketua Institut Peradaban Aceh (IPA) Haekal Afifa kepada wartawan di Banda Aceh, Minggu, 20 November 2015.

Haekal mengatakan melalui film layar lebar atau Compact Disk (CD), masyarakat dapat memahami spirit deklarator Aceh Merdeka dalam waktu sekitar 1-2 jam. Sebab disadari, untuk membaca buku biografi Hasan Tiro atau puluhan buku pemikirannya membutuhkan waktu berhari-hari. Apalagi dengan sulitnya menemukan buku tersebut dan budaya membaca masyakat yang belum berkembang maksimal.

“Kita yang nonton film layar lebar Tjoet Njak Dhien yang diputar pada akhir 1980-an, hingga kini ungkapan Tjoet Njak Dhien atau Teuku Umar dan lain-lain masih membekas. Gambar lebih gampang dinikmati dan disimpan memori dari pada membaca,” kata Haekal.

Dia mengatakan hal tersebut penting dilakukan agar sejarah tentang "Bapak Pembaruan Aceh" abad ke 20 ini tidak hilang dari kenangan warga. Karenanya kehadiran film layar lebar dari sisi daya juang untuk kemakmuran rakyat Aceh layak diangkat ke layar lebar.

“Secara bisnis, film biografi Hasan Tiro mampu menarik penonton yang membludak. Ada sisi-sisi yang hendak diketahui oleh publik baik oleh orang Aceh atau non Aceh. Jika mulai dirintis sekarang, maka pada 2017, film tersebut sudah bisa tayang di bioskop,” kata Haekal yang menerjemahkan buku Atjeh di Mata Donja dari bahasa Aceh ke bahasa Indonesia tersebut.

Haekal menuturkan, perlu langkah cepat mendokumentasikan pemikiran-pemikirannya agar semangat penulis buku Atjeh di Mata Donja ini tidak musnah. Ketua IPA menjelaskan gaya hidup Hasan Tiro yang sederhana itu harus dilanjutkan oleh siapa pun termasuk oleh eks-Libya yang selama berbulan-bulan dididik oleh Hasan Tiro di barak-barak.

Sebagai catatan, kata Haekal, Hasan Tiro tidak memiliki rumah, kendaraan dan harta lainnya hingga meninggal dunia pada 3 Juni 2010 di Banda Aceh. Menurutnya Hasan Tiro meninggal juga tidak mewariskan harta benda kepada anaknya.

“Fokus hidupnya melepaskan Aceh dari Indonesia dari aspek teritorial,” kata Haekal.

Cara lain merawat ingatan pengikut Hasan Tiro yakni membuat film dokumenter  yang berkaitan dengan karya-karya pemikirannya. Dari aspek intelektual, tidak berlebihan masyarakat mengikut kegigihan Hasan Tiro yang cerdas karena rajin belajar.  Selain itu, dia mahir tujuh bahasa asing seperti Arab, Belanda, Perancis, Swedia, Inggris dan lain-lain.

“Kecintaan kepada rakyat untuk hidup makmur yang menyebabkan dia rela dua tahun lebih bergerilya di hutan Aceh yang dikenal ganas. Padahal bisa saja Hasan Tiro hidup tenang bersama istri dan anak di Amerika tanpa perlu mendidik kader di rimba,” kata Haekal, yang menambahkan tahun ini genap usia Hasan Tiro 90 tahun (1925-2015).[]

Sumber: Portalsatu.com
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget