MAYOR Jenderal Johan Harmen Rudulf Kohler tewas di tangan penembak jitu (sniper) Aceh. Namun bagaimana penembakan itu, tak banyak yang tahu.
Iskandar Norman, salah satu penulis asal Aceh menyebutkan, satu-satunya sumber tentang peristiwa penembakan Kohler tersebut berasal dari kalangan perwira Belanda, Jenderal GP Booms. Dia menulis kisah kematian Kohler dalam buku De Erste Atjeh Expediti en Hare Enquete.
Iskandar Norman merujuk pada catatan GP Booms yang menyebutkan bahwa sebelum kejadian, Kohler berangkat dari bivak sawah. Ini adalah markas pertama yang dibuat Belanda di Aceh.
Bivak ini dibangun setelah Belanda mundur dari Masjid Raya karena bangunan itu berhasil direbut kembali oleh pasukan Aceh. Disebut bivak sawah karena dibangun di areal persawahan. Letaknya antara Lampaseh dan Punge sekarang.
Pada 14 April 1873, sekitar pukul 04.00, Belanda kembali melakukan serangan ke Masjid Raya Baiturrahman. Setelah berperang selama tiga jam, pada pukul 07.00 mereka berhasil merebutnya. Pasukan Aceh mundur dari Masjid Raya. Namun, beberapa pejuang Aceh bersembunyi di semak-semak di sebelah utara masjid.
Mendapat laporan bahwa Masjid Raya Baiturrahman sudah berhasil dikuasai, pada pukul 09.00, Kohler berangkat dari bivak sawah untuk melakukan inspeksi pasukan di areal masjid. Saat itulah sniper Aceh menembak Kohler dari balik semak-semak. Peluru mengenai lengan kiri bagian atas Kohler dan menembusi tubuhnya, Kohler rubuh ke tanah dan tewas. Sebagai penggantinya ditunjuk Kolonel E.C. van Daalen.
Mayat Kohler kemudian dibawa ke Singapura dengan kapal uap Koning der Nederlanden. Dari sana dilanjutkan ke Batavia. Jasadnya kemudian dimakamkan di kompleks pemakaman Belanda di Tanah Abang dengan upacara militer.
Pada 1976 pemakaman tersebut digusur. Kerangka Kohler dipindahkan ke kedutaan Besar Belanda. Dua tahun kemudian kerangka Kohler dibawa kembali ke Aceh dan dimakamkan ke Kerkhoff, Banda Aceh atas usul Gubernur Aceh, Abdullah Muzakir Walad.
Pada 14 Agustus 1988, atas inisiatif Gubernur Aceh Ibrahim Hasan, di tempat tertembaknya Kohler yakni di bawah pohon geulumpang di gerbang utara Masjid Raya Baiturrahman dibangun sebuah prasasti.
Tewasnya Kohler membuat pasukan Belanda panik. Mental mereka jatuh setelah panglimanya tewas. Kesempatan itu digunakan pasukan Aceh untuk menyerang. Akibatnya, 45 tentara Belanda tewas dalam penyerangan itu, delapan di antaranya merupakan perwira. 405 lainnya luka-luka, 23 di antaranya perwira. Pasukan Belanda melarikan diri ke Pante Ceureumen. Tanggal 23 April 1873, pasukan Belanda mendapat izin dari pemerintah Hindia Belanda untuk meninggalkan Aceh. Agresi pertama Belanda ke Aceh gagal total.
Meski demikian, Iskandar Norman tidak mencatat siapa penembak jitu yang berhasil menewaskan pimpinan perang agresi Belanda pertama ke Aceh tersebut.
Beberapa sumber rujukan portalsatu.com menyebutkan penembak jitu yang menewaskan Kohler tersebut merupakan keturunan pahlawan Lueng Bata bernama Teuku Njak Radja Lueng Bata. Dia juga tercatat sebagai pahlawan Atjeh yang mempertahankan Kota Meugat pada masa Perang Aceh I, yaitu prajurit dari Panglima Polem. Teuku Njak Raja Lueng Bata juga merupakan murid dari Teungku Chik Lueng Bata, salah satu ulama mujahid yang mempertahankan Lueng Bata.
Berbeda dengan catatan Iskandar Norman yang merujuk kepada tulisan Jenderal GP Booms, ayokeaceh.wordpress.com menuliskan Kohler tewas setelah terkena sebutir peluru di lensa keker yang sedang dipegangnya. Peluru ini menembus ke dada Kohler. "Oh God ik ben getroffen (Oh Tuhan, aku kena)," ujar Jenderal Rudolf Köhler saat itu.
Seperti diketahui, Perang Aceh I terjadi pada masa Sultan Alaidin Mahmud Shah (1870-1874 M). Pada masa inilah Belanda masuk ke Aceh dan kemudian dikenal dengan “Belanda Pula Labu”.
Ungkapan ini menyiratkan intrik Belanda kepada Rakyat Aceh lewat Perjanjian Persahabatan Abadi yang dimainkan oleh Van Switen pada 30 Maret 1857.[]
Iskandar Norman, salah satu penulis asal Aceh menyebutkan, satu-satunya sumber tentang peristiwa penembakan Kohler tersebut berasal dari kalangan perwira Belanda, Jenderal GP Booms. Dia menulis kisah kematian Kohler dalam buku De Erste Atjeh Expediti en Hare Enquete.
Iskandar Norman merujuk pada catatan GP Booms yang menyebutkan bahwa sebelum kejadian, Kohler berangkat dari bivak sawah. Ini adalah markas pertama yang dibuat Belanda di Aceh.
Bivak ini dibangun setelah Belanda mundur dari Masjid Raya karena bangunan itu berhasil direbut kembali oleh pasukan Aceh. Disebut bivak sawah karena dibangun di areal persawahan. Letaknya antara Lampaseh dan Punge sekarang.
Pada 14 April 1873, sekitar pukul 04.00, Belanda kembali melakukan serangan ke Masjid Raya Baiturrahman. Setelah berperang selama tiga jam, pada pukul 07.00 mereka berhasil merebutnya. Pasukan Aceh mundur dari Masjid Raya. Namun, beberapa pejuang Aceh bersembunyi di semak-semak di sebelah utara masjid.
Mendapat laporan bahwa Masjid Raya Baiturrahman sudah berhasil dikuasai, pada pukul 09.00, Kohler berangkat dari bivak sawah untuk melakukan inspeksi pasukan di areal masjid. Saat itulah sniper Aceh menembak Kohler dari balik semak-semak. Peluru mengenai lengan kiri bagian atas Kohler dan menembusi tubuhnya, Kohler rubuh ke tanah dan tewas. Sebagai penggantinya ditunjuk Kolonel E.C. van Daalen.
Mayat Kohler kemudian dibawa ke Singapura dengan kapal uap Koning der Nederlanden. Dari sana dilanjutkan ke Batavia. Jasadnya kemudian dimakamkan di kompleks pemakaman Belanda di Tanah Abang dengan upacara militer.
Pada 1976 pemakaman tersebut digusur. Kerangka Kohler dipindahkan ke kedutaan Besar Belanda. Dua tahun kemudian kerangka Kohler dibawa kembali ke Aceh dan dimakamkan ke Kerkhoff, Banda Aceh atas usul Gubernur Aceh, Abdullah Muzakir Walad.
Pada 14 Agustus 1988, atas inisiatif Gubernur Aceh Ibrahim Hasan, di tempat tertembaknya Kohler yakni di bawah pohon geulumpang di gerbang utara Masjid Raya Baiturrahman dibangun sebuah prasasti.
Tewasnya Kohler membuat pasukan Belanda panik. Mental mereka jatuh setelah panglimanya tewas. Kesempatan itu digunakan pasukan Aceh untuk menyerang. Akibatnya, 45 tentara Belanda tewas dalam penyerangan itu, delapan di antaranya merupakan perwira. 405 lainnya luka-luka, 23 di antaranya perwira. Pasukan Belanda melarikan diri ke Pante Ceureumen. Tanggal 23 April 1873, pasukan Belanda mendapat izin dari pemerintah Hindia Belanda untuk meninggalkan Aceh. Agresi pertama Belanda ke Aceh gagal total.
Meski demikian, Iskandar Norman tidak mencatat siapa penembak jitu yang berhasil menewaskan pimpinan perang agresi Belanda pertama ke Aceh tersebut.
Beberapa sumber rujukan portalsatu.com menyebutkan penembak jitu yang menewaskan Kohler tersebut merupakan keturunan pahlawan Lueng Bata bernama Teuku Njak Radja Lueng Bata. Dia juga tercatat sebagai pahlawan Atjeh yang mempertahankan Kota Meugat pada masa Perang Aceh I, yaitu prajurit dari Panglima Polem. Teuku Njak Raja Lueng Bata juga merupakan murid dari Teungku Chik Lueng Bata, salah satu ulama mujahid yang mempertahankan Lueng Bata.
Berbeda dengan catatan Iskandar Norman yang merujuk kepada tulisan Jenderal GP Booms, ayokeaceh.wordpress.com menuliskan Kohler tewas setelah terkena sebutir peluru di lensa keker yang sedang dipegangnya. Peluru ini menembus ke dada Kohler. "Oh God ik ben getroffen (Oh Tuhan, aku kena)," ujar Jenderal Rudolf Köhler saat itu.
Seperti diketahui, Perang Aceh I terjadi pada masa Sultan Alaidin Mahmud Shah (1870-1874 M). Pada masa inilah Belanda masuk ke Aceh dan kemudian dikenal dengan “Belanda Pula Labu”.
Ungkapan ini menyiratkan intrik Belanda kepada Rakyat Aceh lewat Perjanjian Persahabatan Abadi yang dimainkan oleh Van Switen pada 30 Maret 1857.[]
loading...
Post a Comment