CUACA di Kota Sigli, Selasa (10/11/2015), sangatlah tidak bersahabat. Panas menyengat kulit. Keadaan itu sempat membuat saya enggan ke luar rumah.
Tapi, saya teringat janji, hari ini akan mengunjungi rumah seorang anak yatim lagi fakir, di kawasan Padang Tiji.
Tanpa berpikir panjang, saya langsung memacu sepeda motor Suzuki Shogun tahun 2006 menuju ke alamat yang diberikan kepada saya oleh seseorang.
Tanpa harus banyak bertanya, tepat pada pukul 12.00 WIB saya tiba di alamat yang dituju, yakni di Gampong Adang Beurabo, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie.
Subhanallah...!
Bangunan di depan saya itu sangat jauh dari bentuk rumah sebagian besar masyarakat Aceh. Berdindingkan pelepah rumbia, tanpa tombak layar, dan berlantai tanah.
Saya gerakkan kaki saya yang mulai kaku, masuk ke dalam perkarangan rumah tersebut.
Seorang perempuan dengan rambut dan pakaian acak acakan, ke luar dari dalam bangunan pelepah rumbia itu, menyongsong kedatangan saya.
"Inilah istana kami, apa adanya," Lena Zahra (29), si pemilik rumah mempersilakan saya duduk di sofa yang hanya tinggal rangka kayu.
Keadaan di dalam rumah lebih memprihatinkan. Alat-alat memasak dan rak piring bisa terlihat dari tempat saya duduk yang disebutnya sebagai ruang tamu.
Sebuah ruangan yang disekat dengan pelepah rumbia menjadi kamar tempat tidur.
Suasana semakin akrab saat saya memperkenalkan diri dari Lembaga Pidie Mengajar.
"Saya ingin menjumpai seorang anak laki-laki diinformasikan ke saya masih bersekolah dengan sepatu bolong."
Menanggapi itu, Lena Zahra mengisahkan, anak yang saya maksud bernama Muhammad Afdal, umurnya 7 tahun, dan saat ini duduk di kelas 2 MIN Beurabo, Kecamatan Padang Tiji.
Saat itu, Afdal, begitu dia dipanggil oleh teman-temannya, masih di sekolah dan baru pulang sekolah jam-jam 13.00 wib.
Sambil menunggu Afdal pulang sekolah saya berkeliling rumah, melihat-lihat kondisi rumah yang memang sangat tidak layak.
Tapi, saya teringat janji, hari ini akan mengunjungi rumah seorang anak yatim lagi fakir, di kawasan Padang Tiji.
Tanpa berpikir panjang, saya langsung memacu sepeda motor Suzuki Shogun tahun 2006 menuju ke alamat yang diberikan kepada saya oleh seseorang.
Tanpa harus banyak bertanya, tepat pada pukul 12.00 WIB saya tiba di alamat yang dituju, yakni di Gampong Adang Beurabo, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie.
Subhanallah...!
Bangunan di depan saya itu sangat jauh dari bentuk rumah sebagian besar masyarakat Aceh. Berdindingkan pelepah rumbia, tanpa tombak layar, dan berlantai tanah.
Saya gerakkan kaki saya yang mulai kaku, masuk ke dalam perkarangan rumah tersebut.
Seorang perempuan dengan rambut dan pakaian acak acakan, ke luar dari dalam bangunan pelepah rumbia itu, menyongsong kedatangan saya.
"Inilah istana kami, apa adanya," Lena Zahra (29), si pemilik rumah mempersilakan saya duduk di sofa yang hanya tinggal rangka kayu.
Keadaan di dalam rumah lebih memprihatinkan. Alat-alat memasak dan rak piring bisa terlihat dari tempat saya duduk yang disebutnya sebagai ruang tamu.
Sebuah ruangan yang disekat dengan pelepah rumbia menjadi kamar tempat tidur.
Suasana semakin akrab saat saya memperkenalkan diri dari Lembaga Pidie Mengajar.
"Saya ingin menjumpai seorang anak laki-laki diinformasikan ke saya masih bersekolah dengan sepatu bolong."
Menanggapi itu, Lena Zahra mengisahkan, anak yang saya maksud bernama Muhammad Afdal, umurnya 7 tahun, dan saat ini duduk di kelas 2 MIN Beurabo, Kecamatan Padang Tiji.
Saat itu, Afdal, begitu dia dipanggil oleh teman-temannya, masih di sekolah dan baru pulang sekolah jam-jam 13.00 wib.
Sambil menunggu Afdal pulang sekolah saya berkeliling rumah, melihat-lihat kondisi rumah yang memang sangat tidak layak.
Baca Selanjutnya
loading...
Post a Comment