AMP - Proyek pembangunan payung elektrik di halaman Masjid Raya Baiturrahman menyebabkan pohon Kohler (bak geuleumpang) ikut ditebang. Padahal, pohon Kohler menjadi saksi bisu perlawanan rakyat Aceh terhadap penyerbuan Belanda pada masa Perang Aceh dulu.
Penebangan pohon Kohler itu dilakukan untuk mendirikan payung elektrik yang halaman masjid kebanggaan masyarakat Aceh itu. Pohon itu menjadi saksi sejarah Perang Aceh melawan Belanda. Di tempat pohon itu berdiri, Mayor Jenderal Johan Harmen Rudofl Kohler tewas setelah ditembak pasukan Aceh, yang berupaya mempertahankan Baiturrahman dari penguasaan Belanda.
Kohler mati di sana pada 14 April 1873, sehingga menyebabkan pasukan Belanda memilih mundur. Di bawah pohon itu, pemerintah membangun sebuah prasasti untuk mengenang perjuangan heroik pejuang Aceh tempo doeloe.
Sayangnya, pembangunan payung elektrik raksasa di Masjid Baiturrahman ikut melenyapkan bukti sejarah itu. Banyak kalangan yang mengecam tindakan Pemerintah Aceh yang tidak menjaga dengan baik bukti sejarah.
“Sangat disayangkan atas hilangnya rekam jejak sejarah masa lalu,” ujar pemerhati sejarah Tarmizi A. Hamid, Jumat (20/11/2015).
Seharusnya, kata orua yang akrab disapa Cek Midi, itu Pemerintah Aceh ikut melestarikan situs sejarah, sehingga generasi muda bisa mengenali sejarah bangsanya. Apalagi, situs sejarah itu bisa menjadi kebanggaan masyarakat dan menjadi inspirasi jiwa nasionalisme dan kepahlawanan dalam melawan penjajahan.
Tak hanya itu, mempertahankan bukti sejarah itu juga bisa dimaksudkan sebagai situs wisata, sehingga berbicara sejarah kegemilangan pejuang Aceh tak akan menjadi dongeng.
“Sayang, kebanggaan itu hilang sudah,” lanjut Cek Midi.
Penebangan pohon geuleumpang itu juga menyebabkan ruh sejarah Masjid Raya Baiturrahman berkurang. “Roh masjid sebenarnya ada di situs-situs sejarahnya. Kalau itu dihilangkan, apa yang mau kita banggakan?” tanya Ketua Institut Peradaban Aceh Haekal Afifa sembari menambahkan menyayangkan sikap Pemerintah Aceh dan kontraktor yang menghilangkan bukti sejarah itu. [acehkita.com]
Penebangan pohon Kohler itu dilakukan untuk mendirikan payung elektrik yang halaman masjid kebanggaan masyarakat Aceh itu. Pohon itu menjadi saksi sejarah Perang Aceh melawan Belanda. Di tempat pohon itu berdiri, Mayor Jenderal Johan Harmen Rudofl Kohler tewas setelah ditembak pasukan Aceh, yang berupaya mempertahankan Baiturrahman dari penguasaan Belanda.
Kohler mati di sana pada 14 April 1873, sehingga menyebabkan pasukan Belanda memilih mundur. Di bawah pohon itu, pemerintah membangun sebuah prasasti untuk mengenang perjuangan heroik pejuang Aceh tempo doeloe.
Sayangnya, pembangunan payung elektrik raksasa di Masjid Baiturrahman ikut melenyapkan bukti sejarah itu. Banyak kalangan yang mengecam tindakan Pemerintah Aceh yang tidak menjaga dengan baik bukti sejarah.
“Sangat disayangkan atas hilangnya rekam jejak sejarah masa lalu,” ujar pemerhati sejarah Tarmizi A. Hamid, Jumat (20/11/2015).
Seharusnya, kata orua yang akrab disapa Cek Midi, itu Pemerintah Aceh ikut melestarikan situs sejarah, sehingga generasi muda bisa mengenali sejarah bangsanya. Apalagi, situs sejarah itu bisa menjadi kebanggaan masyarakat dan menjadi inspirasi jiwa nasionalisme dan kepahlawanan dalam melawan penjajahan.
Tak hanya itu, mempertahankan bukti sejarah itu juga bisa dimaksudkan sebagai situs wisata, sehingga berbicara sejarah kegemilangan pejuang Aceh tak akan menjadi dongeng.
“Sayang, kebanggaan itu hilang sudah,” lanjut Cek Midi.
Penebangan pohon geuleumpang itu juga menyebabkan ruh sejarah Masjid Raya Baiturrahman berkurang. “Roh masjid sebenarnya ada di situs-situs sejarahnya. Kalau itu dihilangkan, apa yang mau kita banggakan?” tanya Ketua Institut Peradaban Aceh Haekal Afifa sembari menambahkan menyayangkan sikap Pemerintah Aceh dan kontraktor yang menghilangkan bukti sejarah itu. [acehkita.com]
loading...
Post a Comment