AMP - Organisasi Papua Merdeka membantah perjuangan mereka mengedepankan pendekatan kekerasan. Menurut Panglima OPM Wilayah Perbatasan Papua-Papua Nugini, Lambert Pekikir, yang terpenting bagi organisasinya saat ini ialah bagaimana agar bisa menyampaikan aspirasi ke pemerintah Republik Indonesia melalui jalur dialog damai.
Di sisi lain, OPM menuntut pemerintah RI menghormati rakyat Papua dengan berkemauan keras untuk sungguh-sungguh menyelesaikan berbagai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Bumi Cenderawasih.
Berikut petikan wawancara Panglima OPM Perbatasan Lamber Pekikir dengan wartawan CNN Indonesia, Utami Diah Kusumawati.
Apa yang diperjuangkan OPM saat ini?
Kami menuntut keterbukaan dari pemerintah Indonesia. Pemerintah harus transparan dan mengakui kalau dulu memang salah dan mengintimidasi (warga Papua).
Pemerintah juga mesti mengadili pelaku-pelaku pelanggaran HAM di Papua dan mencari siapa pelakunya. Harus ada tindakan berupa pengadilan HAM. Supaya kami puas dan merasa harga diri kami sebagai manusia dihargai oleh pemerintah pusat.
Kami juga menunggu tindak lanjut pemerintah atas pertemuan di Jakarta pada bulan Desember 2014. Saat itu, 13 perwakilan dari 13 kabupaten/kota di Papua bertemu dengan pejabat tinggi pemerintah seperti Pak Marciano Norman (saat itu menjabat Kepala Badan Intelijen Negara), Pak Andi Widjajanto (Sekretaris Kabinet), dan Pak Tedjo Edhy (Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan)
Kami menyampaikan aspirasi kami untuk menyelesaikan konflik di Papua dengan cara damai.
Dalam pertemuan di Jakarta itu, pemerintah pusat dan Tim 13 pimpinan Lambert telah sepakat bakal menyelesaikan konflik Papua secara damai dengan duduk dalam satu meja dan bicara dari hati ke hati. Namun sejak Marciano, Andi, dan Tedjo diganti dengan pejabat baru, menurut Lambert belum ada lagi tindak lanjut atas pertemuan itu.
Meminta pemerintah RI mengaku salah apa artinya menuntut maaf dari pemerintah?
Kalau Presiden Jokowi minta maaf, belum pas hari ini. Harus ada Pengadilan HAM dulu. Semua kasus di Papua harus diungkap secara jujur dan benar.
Lalu proses integrasi Papua ke Indonesia harus dijelaskan ke kami, baik oleh pemerintah Indonesia maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa. Apa langkah-langkah yang diambil saat itu (ketika Papua bergabung dengan Indonesia), harus dijelaskan secara transparan.
Hal itu harus dilakukan agar masyarakat Papua merasa dihargai. Sebab kami saat ini merasa hanya menjadi korban imperialisme politik, perang dingin antara barat dan timur.
Selain OPM, tuntutan Pengadilan HAM atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua juga disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Papua yang antara lain terdiri atas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Ikatan Orang Hilang Indonesia, serta Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Kasus-kasus yang diduga mengandung pelanggaran HAM di antaranya kasus Penentuan Pendapat Rakyat 1969, yakni referendum yang digelar tahun 1969 di Papua Barat untuk menentukan apakah mereka akan bergabung dengan Belanda, Indonesia, atau merdeka. Juga kasus Daerah Operasi Militer di Papua 1961-1990.
Apa pendapat Anda soal grasi yang diberikan Presiden Jokowi terhadap beberapa tahanan politik Papua?
Pemberian grasi bukan solusi konflik. Kebijakan grasi, bagi kami, terlalu kecil dan rendah untuk dilakukan Presiden Jokowi. Pemberian grasi kepada beberapa tapol adalah hal yang terlalu biasa bagi pejabat negara. Yang saya maksud di sini adalah untuk mengambil langkah konkret penyelesaian konflik.
Ada banyak kelompok yang menyebut diri OPM. Apa OPM kini terpecah?
Tidak ada. OPM tetap satu memperjuangkan kebebasan dan kedaulatan rakyat Papua.
Keerom Damai yang saya inisiasi bertujuan menyelesaikan konflik secara damai. Kami menuju tahap penyelesaian damai dengan persetujuan dari pemerintah RI. Hanya ada beberapa pihak dari militer yang tak mau damai.
Kenapa Anda memutuskan keluar dari hutan dan kembali ke Keerom?
Karena menurut saya, akar konflik Papua mesti diselesaikan dengan duduk dalam satu meja. Kami berniat melakukan dialog supaya tidak jatuh korban, tidak hajar manusia. Sudah cukup cara-cara kekerasan.
Aspirasi kami sudah disampaikan ke pemerintah pusat. Kalau ada keseriusan pemerintah, buka ruang dialog, maka kami dari gunung, pantai, hutan, akan datang menyampaikan aspirasi lebih lanjut.
Tapi pemerintah Indonesia tidak serius menyelesaikan konflik di Papua.
Apakah Anda merasa tidak ada ruang untuk dialog?
Tidak ada. Indonesia tidak membuka ruang. Untuk itu saya mau tanya ke pemerintah, kenapa pemerintah Indonesia mesti takut duduk bersama untuk bicara? Dengan Gerakan Aceh Merdeka, Indonesia bisa menghasilkan keputusan (nota kesepahaman) Helsinki 15 Agustus 2005 untuk menyelesaikan konflik di Aceh, tapi kenapa dengan Papua tidak berani?
Ada ketakutan apa? Kenapa pemerintah Indonesia takut duduk dengan Papua, OPM, demi perdamaian? Padahal dengan GAM bisa?
Bagaimana OPM melihat Indonesia?
Sebuah negara yang kacau dan tidak jelas arahnya. Banyak konflik terjadi tapi tidak bisa diselesaikan secara damai dan demokratis. Semua mestinya diatasi dengan pendekatan kemanusiaan daripada militer.
Ada yang bilang Anda diberi tanah oleh pemerintah, benarkah?
Tidak. Tidak pernah. Hutan saya luas. Tanah, hutan. Saya kan besar dan lahir di Papua. Ini punya saya. Kalau saya dikasih tanah di Jawa, barulah (itu namanya diberi).
Saya lahir di sini (Papua), maka kok bisa dibilang diberi sebidang tanah? Saya punya tanah luas di wilayah perbatasan. Saya malah bikin perkebunan kelapa sawit di sana dan segala macam. Jadi itu ucapan saya diberi tanah sangat lucu.
Apa kesibukan Anda saat ini?
Mempersiapkan program saya menuju penyelesaian konflik menuju Papua damai, sembari menunggu pemerintah pusat menindaklanjuti kesepakatan tahun 2014.
[CNN]
Di sisi lain, OPM menuntut pemerintah RI menghormati rakyat Papua dengan berkemauan keras untuk sungguh-sungguh menyelesaikan berbagai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Bumi Cenderawasih.
Berikut petikan wawancara Panglima OPM Perbatasan Lamber Pekikir dengan wartawan CNN Indonesia, Utami Diah Kusumawati.
Apa yang diperjuangkan OPM saat ini?
Kami menuntut keterbukaan dari pemerintah Indonesia. Pemerintah harus transparan dan mengakui kalau dulu memang salah dan mengintimidasi (warga Papua).
Pemerintah juga mesti mengadili pelaku-pelaku pelanggaran HAM di Papua dan mencari siapa pelakunya. Harus ada tindakan berupa pengadilan HAM. Supaya kami puas dan merasa harga diri kami sebagai manusia dihargai oleh pemerintah pusat.
Kami juga menunggu tindak lanjut pemerintah atas pertemuan di Jakarta pada bulan Desember 2014. Saat itu, 13 perwakilan dari 13 kabupaten/kota di Papua bertemu dengan pejabat tinggi pemerintah seperti Pak Marciano Norman (saat itu menjabat Kepala Badan Intelijen Negara), Pak Andi Widjajanto (Sekretaris Kabinet), dan Pak Tedjo Edhy (Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan)
Kami menyampaikan aspirasi kami untuk menyelesaikan konflik di Papua dengan cara damai.
Dalam pertemuan di Jakarta itu, pemerintah pusat dan Tim 13 pimpinan Lambert telah sepakat bakal menyelesaikan konflik Papua secara damai dengan duduk dalam satu meja dan bicara dari hati ke hati. Namun sejak Marciano, Andi, dan Tedjo diganti dengan pejabat baru, menurut Lambert belum ada lagi tindak lanjut atas pertemuan itu.
Meminta pemerintah RI mengaku salah apa artinya menuntut maaf dari pemerintah?
Kalau Presiden Jokowi minta maaf, belum pas hari ini. Harus ada Pengadilan HAM dulu. Semua kasus di Papua harus diungkap secara jujur dan benar.
Lalu proses integrasi Papua ke Indonesia harus dijelaskan ke kami, baik oleh pemerintah Indonesia maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa. Apa langkah-langkah yang diambil saat itu (ketika Papua bergabung dengan Indonesia), harus dijelaskan secara transparan.
Hal itu harus dilakukan agar masyarakat Papua merasa dihargai. Sebab kami saat ini merasa hanya menjadi korban imperialisme politik, perang dingin antara barat dan timur.
Selain OPM, tuntutan Pengadilan HAM atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua juga disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Papua yang antara lain terdiri atas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Ikatan Orang Hilang Indonesia, serta Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Kasus-kasus yang diduga mengandung pelanggaran HAM di antaranya kasus Penentuan Pendapat Rakyat 1969, yakni referendum yang digelar tahun 1969 di Papua Barat untuk menentukan apakah mereka akan bergabung dengan Belanda, Indonesia, atau merdeka. Juga kasus Daerah Operasi Militer di Papua 1961-1990.
Apa pendapat Anda soal grasi yang diberikan Presiden Jokowi terhadap beberapa tahanan politik Papua?
Pemberian grasi bukan solusi konflik. Kebijakan grasi, bagi kami, terlalu kecil dan rendah untuk dilakukan Presiden Jokowi. Pemberian grasi kepada beberapa tapol adalah hal yang terlalu biasa bagi pejabat negara. Yang saya maksud di sini adalah untuk mengambil langkah konkret penyelesaian konflik.
Ada banyak kelompok yang menyebut diri OPM. Apa OPM kini terpecah?
Tidak ada. OPM tetap satu memperjuangkan kebebasan dan kedaulatan rakyat Papua.
Keerom Damai yang saya inisiasi bertujuan menyelesaikan konflik secara damai. Kami menuju tahap penyelesaian damai dengan persetujuan dari pemerintah RI. Hanya ada beberapa pihak dari militer yang tak mau damai.
Kenapa Anda memutuskan keluar dari hutan dan kembali ke Keerom?
Karena menurut saya, akar konflik Papua mesti diselesaikan dengan duduk dalam satu meja. Kami berniat melakukan dialog supaya tidak jatuh korban, tidak hajar manusia. Sudah cukup cara-cara kekerasan.
Aspirasi kami sudah disampaikan ke pemerintah pusat. Kalau ada keseriusan pemerintah, buka ruang dialog, maka kami dari gunung, pantai, hutan, akan datang menyampaikan aspirasi lebih lanjut.
Tapi pemerintah Indonesia tidak serius menyelesaikan konflik di Papua.
Apakah Anda merasa tidak ada ruang untuk dialog?
Tidak ada. Indonesia tidak membuka ruang. Untuk itu saya mau tanya ke pemerintah, kenapa pemerintah Indonesia mesti takut duduk bersama untuk bicara? Dengan Gerakan Aceh Merdeka, Indonesia bisa menghasilkan keputusan (nota kesepahaman) Helsinki 15 Agustus 2005 untuk menyelesaikan konflik di Aceh, tapi kenapa dengan Papua tidak berani?
Ada ketakutan apa? Kenapa pemerintah Indonesia takut duduk dengan Papua, OPM, demi perdamaian? Padahal dengan GAM bisa?
Bagaimana OPM melihat Indonesia?
Sebuah negara yang kacau dan tidak jelas arahnya. Banyak konflik terjadi tapi tidak bisa diselesaikan secara damai dan demokratis. Semua mestinya diatasi dengan pendekatan kemanusiaan daripada militer.
Ada yang bilang Anda diberi tanah oleh pemerintah, benarkah?
Tidak. Tidak pernah. Hutan saya luas. Tanah, hutan. Saya kan besar dan lahir di Papua. Ini punya saya. Kalau saya dikasih tanah di Jawa, barulah (itu namanya diberi).
Saya lahir di sini (Papua), maka kok bisa dibilang diberi sebidang tanah? Saya punya tanah luas di wilayah perbatasan. Saya malah bikin perkebunan kelapa sawit di sana dan segala macam. Jadi itu ucapan saya diberi tanah sangat lucu.
Apa kesibukan Anda saat ini?
Mempersiapkan program saya menuju penyelesaian konflik menuju Papua damai, sembari menunggu pemerintah pusat menindaklanjuti kesepakatan tahun 2014.
[CNN]
loading...
Post a Comment