AMP - Untuk mencari sedikit pencerahan tentang dana reintegrasi mantan kombatan, Team Beranada Aceh mencoba menghubungi orang orang yang pernah berkecimpung di dalam program tersebut. Kita tidak bisa menyebut nama orang orang itu, tapi untuk lebih jelasnya, dibawah ini adalah hasil wawancara kita dengan mereka.
Di tahun 2006 sebelum ada Beranada Aceh, saya sempat pulang ke Aceh, dan ketika itu saya sempat mengamati tentang dana reintegrasi para mantan kombatan ini.
Karena duit rela jual maruah
Apa yang saya ketahui sangat mengagetkan juga, sebab semua uang reintegrasi itu diserahkan oleh orang DPRK kepada Panglima, dan kemudian para Panglima ini yang membagi bagikan kepada anggota mereka.
Apa yang membuat saya heran waktu itu, banyak mantan kombatan yang tak dapat jatah dana reintegrasi itu, disebabkan mereka turun gunung sehari setelah pananda tanganan MoU Helsinki, alasannya adalah belum ada perintah turun gunung, jadi mereka yang duluan turun gunung ini di anggap orang menyerah.
di sisi lain ada pula yang seharusnya berhak mendapatkan uang itu, tapi ternyata tidak dapat walau sepesrerpun, ketika itu saya bertanya pada salah seorang yang bekerja di DPRK Aceh tengah, saya pergi dengan salah seorang mantan kombatan yang bernama Dani.
Apa yang saya dengar dari omongan anggota DPRK itu memang benar bahwa uang itu sudah dibagikan kepada para ppanglima dan disuruh membagi bagikannya kepada para anggotanya. Dan begitulah cerita yang saya dapat waktu itu.
Dengan munculnya salah seorang yang bernama Din Minimi, maka sayapun ingin sekali tahu lebih lanjut tentang peredaran dana reintegrasi ini, dengan harapan, para mantan kombatan tidak menyalahkan orang yang sama sekali tidak terlibat dalam hal pembagian jadup itu.
Makanya untuk lebih jelas tentang cara atau proses pembagian itu, saya memastikan lagi apakah berita itu benar atau tidak, sebab saya tidak mau nanti apa yang saya tulis ini merupakan berita absurd atau bohong.
”Badan reintegrasi seharusnya terdiri tiga pihak: RI-GAM dan AAM. Tetapi ketika pihak RI menuntut supaya milisi juga diberi kompensasi seperti GAM padahal di Helsinki Pemeri RI jelas menyatakan milisi tidak ujud. Akibatnya GAM menarik diri dari badan itu dan akhirnya tidak jadi tripartite, tetapi badan adhoc di bawah gubernur, waktu itu Azwar Abubakar dan atas usahanyalah diperoleh dari Pemri 10 juta per kombatan dan tanah 2 ha, untuk 3000 orang.
Sementara itu terjadilah kesalah fahaman di dalam tubuh para anggota GAM, dan hasilnya adalah Irwandi dipecat dari AMM dan diganti oleh Zakaria Saman. Dalamn pertemuan terakhir Zakaraia Saman menyatakan mantan kombatan tidak perlu tanah, sebab tanah masih banyak di Aceh, dia minta ditukar saja dengan uang cash, ahirnya saran itu disetujui 15 juta, jadi totalnya 25 juta.
Sebenarnya terdapat banyak kendala2 dalam pencairan dana itu, dan pada akhirnya diberikan dalam bentuk 3000 check, melalui panglima2. Check2 tsb atas nama 3000 anggota GAM yang disampaikan oleh Mualem. Namun karena jumlah eks Combatan bukan 3000 tapi mencapai lebih 20,000 maka pembagian diserahkan kepada panglima2.
Akhirnya dibagi2 antara 200, 000 hingga 2 juta seorang, menurut kebijaksanaan panglima masing2. Waktu itu solidaritas dan persatuan dan kesetiaan pada panglima masih kuat. Tidak ada yang protes, nampaknya semua ikhlas.
Ketika Irwandi menjadi gubernur, dia mewarisi BRA. Tentunya dia tidak bisa menolak, walaupun tadinya dia yang menarik GAM dari badan tripartite. Ketika itu kedudukan kepala BRA sangat gawat. Sudah tiga orang letak jawatan dalam masa 2 tahun. Tidak ada yang mau pegang, karena dirong-rong oleh preman2 GAM. Akhirnya Irwandi memanggil Nur Djuli dari KL.
Ketika Nur Djuli jadi ketua, kompensasi untuk eks kombatan sudah selesai. Tetapi ketika Nur Djuli membuat kategori baru: Korban konflik, 10 juta seorang, terdaftar 6200 orang (yang dikemukakan oleh geuchik dan panglima GAM). Banyak diantara mereka bukan korban tapi prajurit GAM.
Pembagian Ini langsung ke rekening bank penerima. Pressure dari TNI thd pemerintah pusat akhirnya diberikan 10 juta per orang untuk 6500 orang. Ketika dana itu diterima oleh Nur Djuli, Nur Djuli tidak mau mendistribusinya karena dia tidak punya daftar anggota milisia, yang katanya dulu "tidak ujud" dalam hal ini bisa dikatakan harus jaga prinsip dan komitmen perdamaian dan kesepakatan antara GAM dan RI.
Kemudian Nur Djuli menyerahkan dana tersebut pada Kesbang Linmas. Distribusi oleh Kesbag Limnas inilah terjadi penuh penyelewengan, hingga sampai ke jaksa, termasuk 100 unit diambil oleh Tagore .
Di Banda Aceh saja ditemukan oleh BPK sebuah keluarga menerima 7 unit, termasuk seorang berumur 17 tahun, yang artinya ketika konflik dia masih bai. Namun kasus2 ini terpendam di kejaksaan dan tidak pernah dibawa ke pengadilan.
Untuk Detail lebih jelas dan lebih terang tentang program BRA, anda bisa dibaca dalam: BRA 2009, 5 year action plan”.
Kesimpulan saya dari wawancara ini adalah: sebenarnya dana itu bukannya tidak sampai ke tangan orang yang seharusnya menerimanya, tapi kesalahan itu ada pada komandan komandan yang menerima dana reintegrasi itu. Jadi kalau ada para mantanTNA yang kurang puas, seharusnya menuntut ketidak puasannya pada orang yang bersangkutan yang membagikan dana itu, bukan kepada pemerintah atau BRR.
Kami dari Beranda Aceh berharap, agar tulisan ini dapat mencerahkan sedikit pengertian tentang dana reintegrasi yang masih menjadi tanda tanya.
Salam dari team Beranda Aceh Habib Johan Makmor.
Di tahun 2006 sebelum ada Beranada Aceh, saya sempat pulang ke Aceh, dan ketika itu saya sempat mengamati tentang dana reintegrasi para mantan kombatan ini.
Karena duit rela jual maruah
Apa yang saya ketahui sangat mengagetkan juga, sebab semua uang reintegrasi itu diserahkan oleh orang DPRK kepada Panglima, dan kemudian para Panglima ini yang membagi bagikan kepada anggota mereka.
Apa yang membuat saya heran waktu itu, banyak mantan kombatan yang tak dapat jatah dana reintegrasi itu, disebabkan mereka turun gunung sehari setelah pananda tanganan MoU Helsinki, alasannya adalah belum ada perintah turun gunung, jadi mereka yang duluan turun gunung ini di anggap orang menyerah.
di sisi lain ada pula yang seharusnya berhak mendapatkan uang itu, tapi ternyata tidak dapat walau sepesrerpun, ketika itu saya bertanya pada salah seorang yang bekerja di DPRK Aceh tengah, saya pergi dengan salah seorang mantan kombatan yang bernama Dani.
Apa yang saya dengar dari omongan anggota DPRK itu memang benar bahwa uang itu sudah dibagikan kepada para ppanglima dan disuruh membagi bagikannya kepada para anggotanya. Dan begitulah cerita yang saya dapat waktu itu.
Dengan munculnya salah seorang yang bernama Din Minimi, maka sayapun ingin sekali tahu lebih lanjut tentang peredaran dana reintegrasi ini, dengan harapan, para mantan kombatan tidak menyalahkan orang yang sama sekali tidak terlibat dalam hal pembagian jadup itu.
Makanya untuk lebih jelas tentang cara atau proses pembagian itu, saya memastikan lagi apakah berita itu benar atau tidak, sebab saya tidak mau nanti apa yang saya tulis ini merupakan berita absurd atau bohong.
”Badan reintegrasi seharusnya terdiri tiga pihak: RI-GAM dan AAM. Tetapi ketika pihak RI menuntut supaya milisi juga diberi kompensasi seperti GAM padahal di Helsinki Pemeri RI jelas menyatakan milisi tidak ujud. Akibatnya GAM menarik diri dari badan itu dan akhirnya tidak jadi tripartite, tetapi badan adhoc di bawah gubernur, waktu itu Azwar Abubakar dan atas usahanyalah diperoleh dari Pemri 10 juta per kombatan dan tanah 2 ha, untuk 3000 orang.
Sementara itu terjadilah kesalah fahaman di dalam tubuh para anggota GAM, dan hasilnya adalah Irwandi dipecat dari AMM dan diganti oleh Zakaria Saman. Dalamn pertemuan terakhir Zakaraia Saman menyatakan mantan kombatan tidak perlu tanah, sebab tanah masih banyak di Aceh, dia minta ditukar saja dengan uang cash, ahirnya saran itu disetujui 15 juta, jadi totalnya 25 juta.
Sebenarnya terdapat banyak kendala2 dalam pencairan dana itu, dan pada akhirnya diberikan dalam bentuk 3000 check, melalui panglima2. Check2 tsb atas nama 3000 anggota GAM yang disampaikan oleh Mualem. Namun karena jumlah eks Combatan bukan 3000 tapi mencapai lebih 20,000 maka pembagian diserahkan kepada panglima2.
Akhirnya dibagi2 antara 200, 000 hingga 2 juta seorang, menurut kebijaksanaan panglima masing2. Waktu itu solidaritas dan persatuan dan kesetiaan pada panglima masih kuat. Tidak ada yang protes, nampaknya semua ikhlas.
Ketika Irwandi menjadi gubernur, dia mewarisi BRA. Tentunya dia tidak bisa menolak, walaupun tadinya dia yang menarik GAM dari badan tripartite. Ketika itu kedudukan kepala BRA sangat gawat. Sudah tiga orang letak jawatan dalam masa 2 tahun. Tidak ada yang mau pegang, karena dirong-rong oleh preman2 GAM. Akhirnya Irwandi memanggil Nur Djuli dari KL.
Ketika Nur Djuli jadi ketua, kompensasi untuk eks kombatan sudah selesai. Tetapi ketika Nur Djuli membuat kategori baru: Korban konflik, 10 juta seorang, terdaftar 6200 orang (yang dikemukakan oleh geuchik dan panglima GAM). Banyak diantara mereka bukan korban tapi prajurit GAM.
Pembagian Ini langsung ke rekening bank penerima. Pressure dari TNI thd pemerintah pusat akhirnya diberikan 10 juta per orang untuk 6500 orang. Ketika dana itu diterima oleh Nur Djuli, Nur Djuli tidak mau mendistribusinya karena dia tidak punya daftar anggota milisia, yang katanya dulu "tidak ujud" dalam hal ini bisa dikatakan harus jaga prinsip dan komitmen perdamaian dan kesepakatan antara GAM dan RI.
Kemudian Nur Djuli menyerahkan dana tersebut pada Kesbang Linmas. Distribusi oleh Kesbag Limnas inilah terjadi penuh penyelewengan, hingga sampai ke jaksa, termasuk 100 unit diambil oleh Tagore .
Di Banda Aceh saja ditemukan oleh BPK sebuah keluarga menerima 7 unit, termasuk seorang berumur 17 tahun, yang artinya ketika konflik dia masih bai. Namun kasus2 ini terpendam di kejaksaan dan tidak pernah dibawa ke pengadilan.
Untuk Detail lebih jelas dan lebih terang tentang program BRA, anda bisa dibaca dalam: BRA 2009, 5 year action plan”.
Kesimpulan saya dari wawancara ini adalah: sebenarnya dana itu bukannya tidak sampai ke tangan orang yang seharusnya menerimanya, tapi kesalahan itu ada pada komandan komandan yang menerima dana reintegrasi itu. Jadi kalau ada para mantanTNA yang kurang puas, seharusnya menuntut ketidak puasannya pada orang yang bersangkutan yang membagikan dana itu, bukan kepada pemerintah atau BRR.
Kami dari Beranda Aceh berharap, agar tulisan ini dapat mencerahkan sedikit pengertian tentang dana reintegrasi yang masih menjadi tanda tanya.
Salam dari team Beranda Aceh Habib Johan Makmor.
Sumber: brandaaceh.com
loading...
Post a Comment