AMP - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkap alasan dibalik proses perdamaian di Aceh dilakukan secara senyap pada 10 tahun lalu.
“Yang terpenting dalam proses pencapaian suatu perdamaian itu adalah dengan pembicaraan tidak terbuka, tidak boleh diketahui selain yang berkonflik. Kalau hasil pemikiran itu diketahui seluruh rakyat pasti akan banyak yang protes. Itulah kenapa proses Perjanjian Helsinki itu tertutup selama enam bulan,” kata JK di Banda Aceh, Minggu (15/11/2015).
JK mengatakan proses penyusunan draf kesepakatan Perjanjian Helsinki pada 2005 lalu hanya diketahui oleh tim perunding dari pemerintah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dia sendiri sebagai Wakil Presiden, serta dua petinggi kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Malik Mahmud dan Zaini Abdullah.
“Menteri pun tidak tahu pada saat itu. DPR ingin tahu. Saya katakan itu urusan pemerintah. Bukan urusan DPR. Jadi, DPR tidak perlu tahu,” tambahnya.
Untuk menjaga proses penyusunan draf Perjanjian Helsinki hingga penandatanganannya tidaklah mudah. “Dan itu sulit dilaksanakan. Itu hanya bisa dilakukan kalau punya ‘leadership’ dan kecerdasan,” katanya.
Upaya JK untuk mencapai kesepakatan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang saat itu dipimpin oleh Panglima Jenderal Endriartono Sutarto, juga dilakukan secara senyap.
Diam-diam, JK memanggil Endriartono untuk berbicara empat mata guna menghentikan konflik bersenjata di Tanah Rencong.
“Selama 10 menit saja saya undang dan duduk bersama Panglima TNI Endriartono, saya tanya berapa tentara kita tewas di Aceh selama 30 tahun. Kemudian saya tanya apakah sebagai Panglima TNI, Anda rela prajurit anda tewas karena perang dengan saudara sendiri. Dan jawaban beliau sangat elegan saat itu, ingin mempertahankan NKRI,” kata JK.
Saat itu, Endriartono berujar tidak ingin kehilangan prajuritnya apalagi dalam berperang melawan saudara sendiri di Tanah Air. Sehingga, dalam 10 menit obrolan antara Wapres dan Panglima TNI itu pun berujung pada penghentian kontak senjata dari pihak TNI.
“Saya hormat sekali dengan Endriartono yang dengan hormat mengambil keputusan itu. Semua itu kita selesaikan satu per satu tanpa diketahui orang, tanpa terbuka, dengan ‘silent’,” jelasnya.
Kini, satu dasawarsa setelah kesepakatan damai di Aceh, JK berharap pemerintah daerah saat ini dapat mewujudkan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat Aceh.’
Sumber : okezone.com
“Yang terpenting dalam proses pencapaian suatu perdamaian itu adalah dengan pembicaraan tidak terbuka, tidak boleh diketahui selain yang berkonflik. Kalau hasil pemikiran itu diketahui seluruh rakyat pasti akan banyak yang protes. Itulah kenapa proses Perjanjian Helsinki itu tertutup selama enam bulan,” kata JK di Banda Aceh, Minggu (15/11/2015).
JK mengatakan proses penyusunan draf kesepakatan Perjanjian Helsinki pada 2005 lalu hanya diketahui oleh tim perunding dari pemerintah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dia sendiri sebagai Wakil Presiden, serta dua petinggi kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Malik Mahmud dan Zaini Abdullah.
“Menteri pun tidak tahu pada saat itu. DPR ingin tahu. Saya katakan itu urusan pemerintah. Bukan urusan DPR. Jadi, DPR tidak perlu tahu,” tambahnya.
Untuk menjaga proses penyusunan draf Perjanjian Helsinki hingga penandatanganannya tidaklah mudah. “Dan itu sulit dilaksanakan. Itu hanya bisa dilakukan kalau punya ‘leadership’ dan kecerdasan,” katanya.
Upaya JK untuk mencapai kesepakatan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang saat itu dipimpin oleh Panglima Jenderal Endriartono Sutarto, juga dilakukan secara senyap.
Diam-diam, JK memanggil Endriartono untuk berbicara empat mata guna menghentikan konflik bersenjata di Tanah Rencong.
“Selama 10 menit saja saya undang dan duduk bersama Panglima TNI Endriartono, saya tanya berapa tentara kita tewas di Aceh selama 30 tahun. Kemudian saya tanya apakah sebagai Panglima TNI, Anda rela prajurit anda tewas karena perang dengan saudara sendiri. Dan jawaban beliau sangat elegan saat itu, ingin mempertahankan NKRI,” kata JK.
Saat itu, Endriartono berujar tidak ingin kehilangan prajuritnya apalagi dalam berperang melawan saudara sendiri di Tanah Air. Sehingga, dalam 10 menit obrolan antara Wapres dan Panglima TNI itu pun berujung pada penghentian kontak senjata dari pihak TNI.
“Saya hormat sekali dengan Endriartono yang dengan hormat mengambil keputusan itu. Semua itu kita selesaikan satu per satu tanpa diketahui orang, tanpa terbuka, dengan ‘silent’,” jelasnya.
Kini, satu dasawarsa setelah kesepakatan damai di Aceh, JK berharap pemerintah daerah saat ini dapat mewujudkan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat Aceh.’
Sumber : okezone.com
loading...
Post a Comment