AMP - Polemik yang berkecamuk antara Palestina dan Israel masih jauh dari titik damai. Pengepungan akses masuk Masjid Suci Al Aqsa di Yerusalem Timur oleh tentara Israel dinilai sebagai strategi konfrontasi.Duta Besar Wakil Tetap Palestina untuk PBB Riyad Mansour menuding kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem berusaha mencampurisu politik dan agama.
Berbicara pada kuliah umum yang diadakan oleh Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC), Jakarta, Kamis (17/12), Mansour mengangkat tema The Future of the State of Palestine.
Dalam penuturannya, dia menilai Konflik berkepanjangan antara Israel-Palestina semakin memburuk karena ketidaktulusan Israel menempuh komitmen perdamaian. Lebih jauh lagi, pemerintahan Zionis malah mengedepankan kebijakan yang berisiko menyulut konfrontasi agama,
"Masyarakat di Palestina khususnya Yerusalem Timur banyak yang tidak dapat bekerja, mereka sengsara, terlebih pada permasalahan di Al Aqsa, padahal setiap yang berada di Yerusalem berhak memiliki hubungan spiritualnya masing-masing, mau itu muslim, kristen, maupun yahudi," ujar Dubes Mansour.
Mansour, mewakili Otoritas Palestina dari Kubu Fatah, mengklaim tidak akan meladeni upaya konfrontasi agama semacam itu. Sebab warga Yerusalem Timur sejak lama sudah mewarisi tradisi toleransi agama yang ditanamkan antar sesama.
"Sudah menjadi tradisi di masyarakat Palestina terhadap adanya toleransi beragama dan kami tidak akan terlibat dalam konfrontasi yang dibuat dengan membawa nama agama," tukasnya.
Fatah kini mengelola pemerintahan di Tepi Barat. Mayoritas warga muslim Palestina di Tepi Barat, kini harus diperiksa ketat serta dibatasi kuota untuk mengunjungi Masjid Al Aqsa. (MDK)
Berbicara pada kuliah umum yang diadakan oleh Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC), Jakarta, Kamis (17/12), Mansour mengangkat tema The Future of the State of Palestine.
Dalam penuturannya, dia menilai Konflik berkepanjangan antara Israel-Palestina semakin memburuk karena ketidaktulusan Israel menempuh komitmen perdamaian. Lebih jauh lagi, pemerintahan Zionis malah mengedepankan kebijakan yang berisiko menyulut konfrontasi agama,
"Masyarakat di Palestina khususnya Yerusalem Timur banyak yang tidak dapat bekerja, mereka sengsara, terlebih pada permasalahan di Al Aqsa, padahal setiap yang berada di Yerusalem berhak memiliki hubungan spiritualnya masing-masing, mau itu muslim, kristen, maupun yahudi," ujar Dubes Mansour.
Mansour, mewakili Otoritas Palestina dari Kubu Fatah, mengklaim tidak akan meladeni upaya konfrontasi agama semacam itu. Sebab warga Yerusalem Timur sejak lama sudah mewarisi tradisi toleransi agama yang ditanamkan antar sesama.
"Sudah menjadi tradisi di masyarakat Palestina terhadap adanya toleransi beragama dan kami tidak akan terlibat dalam konfrontasi yang dibuat dengan membawa nama agama," tukasnya.
Fatah kini mengelola pemerintahan di Tepi Barat. Mayoritas warga muslim Palestina di Tepi Barat, kini harus diperiksa ketat serta dibatasi kuota untuk mengunjungi Masjid Al Aqsa. (MDK)
loading...
Post a Comment