AMP - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) merilis
hasil temuannya yang menyebutkan, selama 2015, Polri merupakan institusi
yang paling banyak melakukan pelanggaran kebebasan yang berkaitan
dengan hak asasi manusia (HAM).
Menurut koordinator Kontras, Haris Azhar, selama 2015, terjadi 238 peristiwa pelanggaran. Dari jumlah tersebut, 85 di antaranya dilakukan Polri. Seperti pembubaran paksa aksi atau kegiatan disertai penangkapan ataupun penganiayaan serta pelarangan melakukan peliputan atau kegiatan.
Haris menjelaskan, Polri menganggap HAM hanya sebagai tren kewajiban. Institusi Polri mengaku sudah demokratis, tapi tidak terwujud dalam prakteknya. "Yang penting, mereka ngaku demokratis. Kalau enggak ngaku, dibilang seperti Orde Baru," katanya saat ditemui di Bakoel Koffie, Kamis, 10 Desember 2015.
Haris menuturkan, bagi Polri, masalah HAM tidak lahir dari sebuah kesadaran ingin memperbaiki institusi. Dia pun bercerita, saat melakukan advokasi terhadap laporan warga, Kontras menemukan ada bagian dari kepolisian yang ingin mengubah fakta dari kasus yang diadvokasi Kontras. "Tapi jumlahnya sedikit, dan mereka pejabat bawah," ujarnya.
Kepolisian, ucap dia, sebenarnya tahu apa itu HAM. Namun kepentingan politik dan ekonomi para pejabat Polri lebih besar dibanding kesadaran menegakkan HAM. “Jadi pemahaman Polri tentang HAM dipakai untuk ngeles kalau dituduh melanggar HAM," kata Haris. Berdasarkan data Kontras, pelanggaran HAM sepanjang 2015 semakin meningkat.
Menurut koordinator Kontras, Haris Azhar, selama 2015, terjadi 238 peristiwa pelanggaran. Dari jumlah tersebut, 85 di antaranya dilakukan Polri. Seperti pembubaran paksa aksi atau kegiatan disertai penangkapan ataupun penganiayaan serta pelarangan melakukan peliputan atau kegiatan.
Haris menjelaskan, Polri menganggap HAM hanya sebagai tren kewajiban. Institusi Polri mengaku sudah demokratis, tapi tidak terwujud dalam prakteknya. "Yang penting, mereka ngaku demokratis. Kalau enggak ngaku, dibilang seperti Orde Baru," katanya saat ditemui di Bakoel Koffie, Kamis, 10 Desember 2015.
Haris menuturkan, bagi Polri, masalah HAM tidak lahir dari sebuah kesadaran ingin memperbaiki institusi. Dia pun bercerita, saat melakukan advokasi terhadap laporan warga, Kontras menemukan ada bagian dari kepolisian yang ingin mengubah fakta dari kasus yang diadvokasi Kontras. "Tapi jumlahnya sedikit, dan mereka pejabat bawah," ujarnya.
Kepolisian, ucap dia, sebenarnya tahu apa itu HAM. Namun kepentingan politik dan ekonomi para pejabat Polri lebih besar dibanding kesadaran menegakkan HAM. “Jadi pemahaman Polri tentang HAM dipakai untuk ngeles kalau dituduh melanggar HAM," kata Haris. Berdasarkan data Kontras, pelanggaran HAM sepanjang 2015 semakin meningkat.
TEMPO
loading...
Post a Comment