Halloween Costume ideas 2015
February 2016

AMP - Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh menyampaikan permintaan maaf kepada semua wartawan di Aceh Timur atas insiden pelecehan yang dilakukan oleh satgas saat melakukan pengamanan dalam acara maulid dan silaturrahmi Partai Aceh di Idi Sport Center (ISC), Senin (29/2).

Permintaan maaf tersebut disampaikan secara resmi oleh Juru Bicara DPA-PA, Adi Laweung saat dikonfirmasi AJNN.

“Secara resmi kami sampaikan meminta maaf kepada seluruh wartawan di Kabupaten Aceh Timur atas insiden tersebut, tentu saja kejadian ini tidak diharapkan terjadi. Sekali lagi kami sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya,” ujarnya.

Adi Laweung, menambahkan, langkah yang diambil oleh satgas bukan berarti untuk menghalangi tugas awak media dalam meliput kegiatan akbar yang dilakukan pihaknya. Namun, ada prosedur yang dilakukan oleh satgas di lapangan sebagai langkah menjaga keamanan kepada ketua Tuha Peut Partai Aceh yang juga Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar.

"Para satgas mencoba menjalankan prosedur tetap keamanan kepada Ketua Tuha Peut Partai Aceh dan rombongan. Apalagi banyak sekali warga yang ingin mendekat dan bersalaman dengan beliau (Malik Mahmud), sehingga sedikit sulit mengawasi” ungkapnya.

Menurutnya , kedepan pihaknya akan melakukan evaluasi dan breafing sebelum melakukan kegiatan dan akan memberi pemahaman kepada seluruh satgas supaya tidak mengulangi lagi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

“Kedepan kami akan evaluasi dan memperbaiki kinerja satgas di lapangan, kami juga akan beri pemahaman supaya kejadian seperti tadi tidak mengulangi lagi. Pihak PA dan KPA wilayah Peureulak juga sudah menjumpai para wartawan untuk meminta maaf kepada mereka,” tutupnya. [AJNN]

Ilustrasi
AMP - Dua oknum polisi berpangkat brigadir dilaporkan ke Polda Aceh, karena diduga telah mencabuli seorang siswi SMA berusia 16. Kedua pelaku berinisial DS dan DP, merupakan anggota Polsek Krueng Raya, Aceh Besar.

Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Teuku Saladin mengatakan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda lagi menyelidiki laporan dari orangtua korban tersebut, atas dugaan pencabulan dilakukan kedua oknum.

“Sekarang korban dan orangtuanya sedang di BAP (Berita Acara Pemeriksaan),” saat dikonfirmasi wartawan di Banda Aceh, Senin (29/2/2016).

Informasi dihimpun Okezone menyebutkan, kejadian pencabulan itu terjadi Sabtu 20 Februari malam. Mulanya korban sebut saja Anggrek (16) bersama tiga teman sekolahnya pergi ke kawasan Krueng Raya dengan sepeda motor, untuk membeli bumbu dapur.

Tiba-tiba mereka dihentikan pelaku. Karena alasan sudah larut malam, para remaja itu dibawa ke Mapolsek Krueng Raya. Tiga temannya diminta menelefon orangtuanya untuk menjemput mereka di Mapolsek. Tapi, Anggrek tak diizinkan pulang bersama mereka.

Kedua pelaku mengaku akan mengantar korban ke rumahnya. Anggrek manut saja saat dibawa keluar Mapolsek. Celakanya arahnya bukan ke rumah, tapi korban justru dibawa pelaku ke arah Ie Suuem hingga jalan tembus ke Blang Bintang, Aceh Besar yang tergolong sepi pada malam hari.

Saat itulah korban diduga dilecehkan oleh pelaku. Korban kemudian diantar pelaku ke rumah temannya yang tadi pada dini hari. Setelah mengetahui anaknya dicabuli, orangtua korban tak terima dan melaporkan kejadian itu ke Polda Aceh.

Kombes Saladin menuturkan, hari ini penyidik Ditreskrimum yang dipimpin Kasubdit IV Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Kompol Trisna Safari turun ke lokasi kejadian, mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan saksi.

“Setelah keterangan saksi dan bukti terkumpul, baru oknum anggota di BAP. Mekanismenya begitu,” ujarnya.

Menurutnya Polda Aceh tak akan melindungi anggotanya yang salah. “Semuanya sama dimata hukum, kalau dia terbukti bersalah ya tetap dihukum,” sebutnya.

Jika kedua polisi terbukti melakukan pencabulan, kata Saladin, maka keduanya akan disidang dua kali. “Satu sidang pidana di pengadilan, satu lagi sidang kode etik nanti,” pungkas Saladin.[*]

Sumber: Okezone.com

AMP - Pasukan Operasi Tinombala menemukan jenazah seorang terduga teroris jaringan Santoso di pegunungan Desa Torireh, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Senin, setelah terjadi baku-tembak pada Minggu petang (28/2).

"Dari penyisiran pagi tadi (Senin), ditemukan satu jenazah yang merupakan bagian dari kelompok sipil bersenjata di Poso," ujar Kepala Operasi Tinombala Poso, Komisaris Besar Polisi Leo Bona Lubis, yang dihubungi melalui telepon selulernya, Senin (29/2).

Lubis yang sedang berada di Lore Tengah menjelaskan peristiwa baku-tembak terjadi di pegunungan Desa Torireh, sekitar 80 kilometer dari Poso, pada Minggu (28/2) sekitar pukul 18.30 WITA dan berlangsung selama sekitar satu jam.

Pasca tembak-menembak tersebut, pasukan Tinombala terus mengejar kelompok sipil bersenjata dan menyisir sekitar lokasi baku tembak.

Dari penyisiran itu, kata Lubis, mereka menemukan satu mayat dan satu pucuk senjata api laras pendek jenis pistol revolver, dan tiga pucuk senjata laras panjang rakitan.

Belum diketahui identitas jenazah tersebut karena masih dalam proses evkuasi untuk diidentifikasi.

Lubis mengemukakan, baku tembak itu bagian dari perburuan teroris pascakontak senjata yang sama, yang terjadi di Desa Sangginora pada 9 Februari 2016 yang menewaskan dua orang pelaku teror serta seorang anggota Polri.

Pasukan Operasi Tinombala yang terdiri atas personel polisi dan TNI terus mengejar kelompok sipil bersenjata di seluruh pegunungan Lore yang selama ini menjadi lokasi persembunyian kelompok sipil bersenjata Santoso.(konfrontasi.com)

AMP - Tim Gerakan Rakyat Aceh Dukung Mualem (Geradum) menjadi Gubernur Aceh Periode 2017-2022 menyampaikan komitmennya via jejaring sosial dengan memegang selembar spanduk dan bendera Bintang Bulan.

Dalam Tulisannya yang di kutip AMP via jejaring Ketua Geradum Din Laot  Senin, 29 Februari 2016 sebagai berikut:
Pemberi tahuan kepada saudara ku se bansa dan seagama,,,bansa aceh yg that mulia,,,,,tim gerakan rakyat aceh dukung mualem,,geradum..tujuan kmo nakeuh untuk pemenang,hji muzakir manaf,,sebagai gubernur 2017 2022,,,,dan untuk memperkuat partai dimasa yg akan datang..dan kmoe mekeurija dengen karna allah ken karna ilah...tim Geradum Aceh ken jak mita peng publoe nan mualem,,,,bgi yg kaleuh jak fitnah tim geradum jaga droe dan harus tanggong jaweub ateuh fitnah yg nebahaba yg hana wajib tanggong jaweub dan fitnah yg ka ne isukan kebanda aceh..nan ureng kana bk kmoe...cepat atau lambat
Bagi ureng ba pesuna,,,akan kmoe merumpok ngen manusia nyan wajib tanggong jaweub,,,,beh



 Inilah Fotonya:
Editor: Redaksi AMP

AMP - Wartawan se-Aceh Timur memboikot liputan kedatangan petinggi Partai Aceh dalam acara maulid akbar yang digelar di Gedung Idi Sport Center di Gampông Baro, Idi Rayek, Aceh Timur, Senin, 29 Februari 2016.

Pemboikotan itu dipicu oleh sikap arogan sejumlah anggota Satgas Partai Aceh (PA) yang mendorong wartawan secara kasar saat mengambil foto acara tersebut.

Pantauan portalsatu.com, dalam insiden itu oknum Satgas PA juga sempat mengeluarkan kata-kata yang melukai hati insan pers. "Hana peurlèe wartawan uroe nyoe (tidak perlu wartawan hari ini)," begitu ucapan yang dilontarkan salah seorang anggota Satgas PA.

Salah seorang wartawan yang meliput acara itu, Hasballah, menyatakan kekecewaannya atas sikap oknum Satgas PA tersebut yang dinilai melecehkan profesi wartawan.

"Ini bukan kejadian yang pertama kali, sudah sering terjadi di Aceh Timur jika ada acara-acara besar, namun (dahulu) kami bisa memaafkan. Tapi hari ini kami tidak bisa menerima sampai kami didorong ada yang jatuh, ini tidak dihargai profesi kami," kata Hasballah.

Hal senada disampaikan Ilyas Ismail, seorang wartawan dari media cetak di Aceh. "Saya terjungkal saat didorong, satu foto pun tidak bisa ambil. Secara UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, ini sudah sangat bertentangan," kata Ilyas.

Ilyas berharap kepada semua pihak agar jika ada pelaksanaan kegiatan setiap panitia harus melakukan persiapan yang maksimal.

"Seharusnya tugas pers dipahami. Kita tidak menginginkan jika pers terus diperlakukan seperti ini. Ke depan jika ada even apa pun panitia harus bisa mengkondisikan keadaan sebaik mungkin," ujar Ilyas.

Acara Maulid Nabi Muhammad saw., itu dirangkai dengan deklarasi calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur periode 2017-2022 dari PA, yaitu Hasballah H.M. Thaib (Rocky) dan Syahrul Syamaun. Acara ini dihadiri Ketua Tuha Peut Partai Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar, Ketua Umum Partai Aceh/Komite Peralihan Aceh Pusat Muzakir Manaf, Wakil Ketua KPA/PA Pusat Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak, Tengku Darwis Djeunieb, dan Juru Bicara DPA-PA Suadi Sulaiman alias Adi Laweung.

Sejumlah ulama juga hadir seperti Waled Nurzahri Samalanga, Abu Mustafa Paloh Gadeng, Abu Daud, Abu Paya Pasi, dan Teungku Abdul Muthaleb.[portalsatu.com]

Ini Foto Fashion Show Tak Berhijab Dibubarkan Illiza
Semua yang tidak menggunakan jilbab dibawa ke Balai Kota Banda Aceh. Foto Ist

Oleh Muhibuddin Hanafiah


TAK dapat disangkal, tidak sedikit dari orang Aceh yang tak perduli lagi pada aurat. Mendadah aurat di ruang umum dan di media sosial, seolah telah menjadi kelaziman yang tidak dipermasalahkan lagi. Banyak orang kaya baru di Aceh terlihat tanpa merasa janggal memamerkan auratnya di khalayak ramai, tetapi banyak orang cukup diam saja. Kini banyak orang mulai rebut perihal aurat, saat seorang putri kecantikan yang mengatasnamakan dirinya mewakili Aceh mempertontonkan auratnya dalam kontes.

Kita bertanya mengapa orang biasa yang membuka aurat tidak banyak yang merasa terusik. Tetapi ketika kontestan putri kecantikan menyibak aurat, banyak orang mempermasalahkannya. Apa yang menjadi penyebabnya? Apakah karena ia perempuan, atau apakah lantaran ia membawa-bawa embel Aceh, atau karena ia orang penting (public figure) yang mampu memberi pengaruh besar kepada banyak orang?

Lihat saja baru-baru ini seorang perempuan muda dan berparas cantik, Flavia Celly Jatmiko, yang disebut-sebut sebagai “Miss Aceh asal Surabaya” mengikuti ajang Miss Indonesia 2016. Banyak orang kemudian berkicau di media sosial dan media massa, mereka pada umumnya mengecam tindakan si gadis jelita itu. Uniknya, dari sekian pandangan publik itu yang mereka sesali adalah terhadap pencatutan nama Aceh sebagai daerah perwakilan kontestan. Hanya sebagian orang saja yang mengkritik perilaku gadis itu yang membuka aurat.

Mungkin banyak orang juga tahu bahwa yang namanya kontes kecantikan, memamerkan lekuk tubuh adalah suatu keharusan. Sejatinya, kita bisa melihat secara lebih menyeluruh bahwa mengatasnamakan Aceh adalah satu kesalahan, dan membuka aurat di depan khalayak adalah kesalahan yang lain. Menyoal ajang kontes kecantikan juga merupakan perlombaan yang diperdebatkan. Kendati hingga saat ini belum ada kontes kecantikan atau kontes ratu-ratuan yang tidak menyibak aurat.

Kita bisa memaklumi dan mengapresiasi ketika ada pihak yang memandang kurang setuju bila ada seseorang yang bukan orang Aceh mengaku-ngaku sebagai orang Aceh, atau mengatasnamakan dirinya mewakili Aceh. Hal ini bukanlah masalah egoisme kesukuan belaka, dimana hanya orang yang lahir atau tinggal atau keturunannya Aceh yang boleh mengakui dirinya Aceh, sementara yang lain bukan Aceh. Tetapi masalahnya adalah manakala seseorang yang mengklaim dirinya Aceh, tidak mampu mencitrakan keacehannya dengan benar.

Sebagaimana telah mafhum bahwa identitas Aceh itu adalah Islam. Satu karakteristik lahiriah Islam itu adalah berbusana atau berpakaian yang menutup dan melindungi aurat. Nah, ketika ada orang Aceh atau orang yang mengklaim dirinya Aceh sementara ia membuka aurat, maka amat wajar bila ke-Aceh-annya itu dipertanyakan, atau malah digugat. Ini perilaku orang Aceh yang tidak lazim.

Merasa malu
Fadiatur Rahmi dalam blognya menulis: “Gadis Aceh pamer dada, pemerintah diam saja”. Sebagai perempuan Aceh ia merasa malu oleh ulah Flavia itu. Ia malu pada Cut Nyak Dhien yang telah berjuang membebaskan Aceh dari penjajahan politik dan budaya Barat. Cut Nyak Dhien berjuang dengan darah dan nyawanya untuk mengangkat harkat dan martabat orang Aceh. Sebagai perempuan Aceh, dengan kasus ini Fadia merasa telah mengkhianati perjuangan Cut Nyak Dhien yang tetap menolak melepas kerudungnya meski dalam pengasingan dan pengawasan kolonial Belanda kala itu. Lalu siapa yang harus disalahkan dalam kasus ini?

Fadia sebenarnya tidak menyalahkan siapapun, hanya saja sangat disayangkan mengapa Pemerintah Aceh bungkam begitu saja seolah-olah beranggapan bahwa masalah ini sebagai masalah biasa. Sudah sepatutnya pemerintah Aceh sebagai umara adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap masyarakat Aceh. Konon lagi dengan peristiwa ini telah melanggar hukum normatif yang berlaku di Aceh, yaitu syari‘at Islam. Pun juga telah merendahkan harga diri orang Aceh yang menjunjung tinggi norma, adat, etika dan budaya islami yang menggap membuka aurat itu sebagai aib (perbuatan yang tidak senonoh dan memalukan).

Lantas siapa sebenarnya Flavia? Nama lengkapnya adalah Flavia Celly Jatmiko. Dari namanya saja sudah kelihatan bukan nama yang familiar bagi gadis Aceh, konon lagi karakteristik kepribadiannya. Flavia disebut-sebut peserta finalis Miss Indonesia 2016 wakil dari Provinsi Aceh. Belum diketahui mengapa atau atas dasar alasan apa yang mengakui sebagai wakil Aceh. Tetapi menurut catatan sejumlah pengamat media, kejadian pencatutan nama daerah tertentu dalam ajang Miss Indonesia sudah sering terjadi, sehingga dianggap lumrah. Sebenarnya gadis 21 tahun ini adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Ia pernah menjadi finalis Cak (agam) dan Ning (inong) Kota Surabaya pada 2014 di Surabaya.

Menjawab sejumlah pertanyaan yang ditujukan untuk dirinya, Flavia mengatakan bahwa orang tuanya berasal dari Jawa Timur. Ibunya berasal dari Surabaya dan ayahnya dari Kediri dan ia merupakan alumnus SMA 4 Surabaya. Nama Flavia Celly Jatmiko mendadak banyak dibicarakan di media sosial akibat kiprahnya di ajang Miss Indonesia 2016. Hal ini terutama karena Flavia Celly Jatmiko dipandang tidak memiliki latar belakang berasal dari Aceh, baik asal daerah maupun riwayatnya tidak pernah tinggal di Aceh. Hasil penelusuran Aktualita.Co di laman resmi Miss Indonesia, Flavia Celly Jatmiko merupakan dara kelahiran Surabaya, 10 Agustus 1994.

Menegur keras
Lalu bagaimana tanggapan wakil rakyat Aceh di parlemen? Anggota DPD RI asal Aceh, H Sudirman menegur keras pengelenggaraan kontes Miss Indonesia dan Putri Indonesia 2016. Pasalnya, seorang kontestan Miss Indonesia 2016, Flavia Celly Jatmiko mengatakan bahwa ia mewakili Aceh. “Ini jelas-jelas merugikan dan merendahkan martabat orang Aceh yang menjunjung tinggi asas serta nilai syariat Islam. Oleh karena itu, saya menegur keras penyelenggaraan ajang pemilihan Miss Indonesia 2016, atas pencatutan Flavelia Celly Jatmiko atas nama utusan Aceh,” katanya kepada mediaaceh.co.

Menurutnya, teguran berupa surat akan dilayangkan kepada tim manajemen dan pantia ajang pemilihan Miss Indonesia 2016. Senator Aceh yang akrab disapa Haji Uma ini sebelumnya juga sudah membicarakan masalah pencatutan ini dengan Anggota DPD Komite III asal Jawa Timur, Hj Emilia Contessa saat melakukan kunjungan ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. “Kemarin, waktu di Banjarmasin saya sudah membicarakan masalah ini. Alhamdulillah beliau (Hj Emilia Contessa) merespons baik usulan saya dan menyesalkan pencatutan nama Aceh tersebut,” kata Sudirman.

Sebenarnya persoalan substansial bukan saja pada pencatutan nama suatu daerah oleh pihak yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan daerah tersebut seperti dalam kasus pemilihan Miss Indonesia 2016 ini. Kegiatan Miss Indonesia itu sendiri sejak awal terselenggara juga menimbulkan masalah, terutama dengan tata susila, norma dan ajaran agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Ajang pemilihan semacam ini tidak relevan dengan budaya Indonesia, konon lagi dari segi nilai-nilai keagamaan.

Seorang putri Indonesia sejatinya bukan dilihat pada kesempurnaan tubuhnya semata, melainkan pada kepribadiannya yang menjunjung tinggi harkat dan martabat dirinya sebagai seorang perempuan Indonesia sejati. Perempuan Indonesia adalah perempuan yang dengan kiprahnya memberikan sesuatu yang positif bagi bangsanya, dimana dengan kapasitas keilmuan dan ketrampilan yang dimilikinya dimanfaatkan untuk mengabdikan diri dan membangun Indonesia menjadi lebih bermartabat, berdasarkan ajaran agama dan budaya Indonesia yang memuliakan perempuan. Semoga!

* Muhibuddin Hanafiah, Dosen Fakultas Terbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh. Email: ibnu_hanafi70@yahoo.com

Dikutip: serambinews.com

Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf saat memberi sambutan
AMP - Ribuan masyarakat dari berbagai kecamatan di Kabupaten Aceh Utara menyambut kedatangan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem) dan juga Bupati Aceh Utara H Muhammad Thaib (Cek Mad) pada acara maulid yang diselenggarakan di Kecamatan Nisam Antara, Minggu (28/2/2016).

Dalam sambutannya, Mualem meminta doa restu atas pencalonannya untuk maju sebagai Gubernur Aceh mendatang. Dikatakannya saat ini investor sedang melirik siapakah nanti Gubernur kedepan, sehingga dapat dengan mudah berinvestasi di Aceh.

"Pelabuhan Krueng Geukuh akan kita hidupkan, karena dengan majunya pelabuhan maka kita akan maju. Kemudian jalan Nisam menuju Bener Meriah juga sudah kita bangun, ini untuk mempermudah masyarakat kita," ungkap Mualem.

Selain itu, dirinya juga meminta masyarakat Aceh Utara untuk tetap komitmen dan beu meusaboh hate mendukung Partai Aceh, karena saat ini bukan partainya yang rusak namun sebagian dari pengurusnya yang tidak mampu. Bahkan ia juga menanyakan kepada ribuan warga yang hadir, apakah sepakat dirinya maju sebagai Gubernur, sontak masyarakat menjawab sepakat.

Selesai acara, Mualem dan Cek Mad menyantuni anak yatim piatu, kemudian menyempatkan diri menjumpai mantan kombatan GAM dan makan bersama. Acara tersebut terlihat meriah yang juga turut dihadiri para ulama, kaum ibu, anak yatim dan janda mantan konflik.(Rill/Goaceh)

AMP - CUT Nyak Dien, nama pejuang wanita asal Aceh Barat ini dikenal luas sebagai pahlawan nasional yang gigih melawan penjajah Belanda sejak perang Aceh meletus pada 1873.

Karena semangat perjuangannya melawan penjajahan Belanda pada 11 Desember 1906, beliau dibuang jauh dari tanah asalnya ke sebuah daerah terpencil, sekitar 45 kilometer Timur Laut Kota Bandung, yakni di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Bagi masyarakat Sumedang, Cut Nyak Dien tak sekadar pahlawan nasional, semasa tinggal di Sumedang selama dua tahun dari sejak kedatangannya pada 11 Desember 1906 hingga wafatnya pada 6 November 1908, Cut NYak Dien begitu dihormati dan dikagumi masyarakat Sumedang karena seorang hafidz Alquran, dan turut mensyiarkan Islam di tanah bekas kerajaan Sumedang Larang ini.

Juru Pelihara Makam Cut Nyak Dien dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang Banten, Feni Yuliani Amijaya (40) didampingi Juru Pelihara Rumah Cut Nyak Dien Nenden Dewi Rosita (49), mengatakan, Cut Nyak Dien tiba di Sumedang pada 11 Desember 1906.

"Oleh pemerintah kolonial Belanda di bawah Gubernur Jenderal Belanda J.B.V. Heuts, Cut Nyak Dien diserahkan kepada Bupati Sumedang pada saat itu, Pangeran Suriaatmadja (Pangeran Mekah). Saat itu dia didampingi dua orang pengawalnya, yakni pria paruh baya bekas panglima perang, dan seorang anak berusia 15 tahun bernama Teuku Nana. Tapi pada saat diserahkan itu, Belanda merahasiakan identitas beliau," ujar Feni ditemui di bekas rumah tinggal Cut Nyak Dien di Sumedang.

Kemudian, kata Feni, Pangeran Mekah menyerahkan Cut Nyak Dien kepada ulama besar Masjid Agung Sumedang KH Sanusi. Berhubung pada saat itu, rumah KH Sanusi tengah direnovasi, KH Sanusi membawa Cut Nyak Dien untuk tinggal di rumah H Ilyas dan istrinya Siti Soleha.

"Sejak tiba di Sumedang dan tinggal bersama keluarga H Ilyas, kondisi beliau sudah sakit-sakitan dan matanya sudah tidak bisa melihat, tapi dengan kemampuan beliau yang hafal Alquran di luar kepala, membuat warga Sumedang, khususnya ibu-ibu di lingkungan Masjid Agung Sumedang, kagum terhadap beliau dan meminta beliau untuk mengajari ibu-ibu dan warga lainnya membaca Alquran," tuturnya.

Selain diminta warga mengajar baca Alquran di Masjid Agung Sumedang, Cut Nyak Dien juga rutin menggelar pengajian di rumah tinggal H Ilyas.

"Pada saat itu, Nenek saya, Ibu Samsiah, saudara dekat pemilik rumah, H Ilyas, yang mengurus langsung beliau, bercerita ke saya, saking kagumnya warga terhadap sosok Cut Nyak Dien, saat itu, warga menyebut beliau sebagai Ibu Perbu (Ibu Ratu) dari Seberang, dan Ibu Suci karena beliau hafidz Alquran," tutur Nenden.

Meski identitas asli Cut Nyak Dien semasa tinggal di Sumedang hingga jauh setelah beliau wafat tidak diketahui warga, Cut Nyak Dien menjadi sosok yang dikagumi warga Sumedang karena beberapa alasan.

"Selain beliau hafidz Alquran dan mengajarkan Alquran hingga turut mensyiarkan Islam di Sumedang pada masanya, beliau dihormati juga karena merupakan amanat Bupati Sumedang Pangeran Mekah, yang meminta KH Sanusi dan warga Sumedang lainnya merawat beliau dengan baik. Karena dititipkan kepada Ulama Sumedang pula, pada saat itu beliau dekat dengan para ulama, karena itu beliau begitu disegani dan sebagai ungkapan penghormatan itu beliau disebut Ibu Perbu dan Ibu Suci," tuturnya.


Hingga Cut Nyak Dien wafat pada tanggal 6 November 1908, tak ada seorang warga Sumedang pun yang mengetahui identitas asli beliau sebagai seorang pejuang wanita asal Aceh.

Ini karena, menurut Nenden, selain identitas aslinya dirahasiakan Belanda, juga terkendala perbedaan bahasa antara Cut Nyak Dien dengan warga sekitar yang mayoritas berbahasa Sunda.

"Nenek saya pun hanya bilang beliau itu sebagai Ibu Perbu dari Seberang. Karena selain mengajarkan Alquran, jarang sekali ada warga di sini yang berkomunikasi secara langsung dengan beliau," ucapnya.

Asal usul Ratu Perbu dari Seberang ini baru diketahui, kata Feni, setelah Gubernur Aceh Prof Ali Hasmy melakukan pencarian dan penelusuran sejarah terkait Cut Nyak Dien sekitar tahun 1958.

"Pada tahun itu, Gubernur Aceh waktu itu, Pak Ali Hasmy menemukan data terkait informasi Cut Nyak Dien di Negeri Belanda. Dari data dan informasi itu, gubernur Aceh kemudian melakukan pencarian hingga ke Sumedang hingga akhirnya diketahui bahwa sosok perempuan yang disebut-sebut sebagai Ibu Perbu dari Seberang yang dimakamkan di kompleks Pemakaman Keluarga KH Sanusi (kompleks pemakaman leluhur Sumedang lainnya dari Pangeran Sugih, ayah dari Bupati Sumedang Pangeran Mekah) yang kini dikenal sebagai Kompleks Makam Keluarga Gunung Puyuh tersebut adalah Cut Nyak Dien," paparnya.

Berkat jasa Gubernur Aceh Ali Hasmy itu pula, identitas pejuang wanita dari Aceh yang dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres Nomor 106/1964, tanggal 2 Mei 1964 itu diketahui merupakan Cut Nyak Dien.

Namun, kata Feni, makam Cut Nyak Dien baru direnovasi pada tahun 1987 oleh Gubernur Aceh Prof. Ibrahim Hasan. Selain bangunan makam pada tahun itu pula di sekitar makam di bangun Meunasah (mushala).

Makam Cut Nyak Dien dengan luas bangunan 30, 24 meter persegi dan luas lahan 2990 meter persegi di kompleks Pemakaman Keluarga Gunung Puyuh di Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang pun diresmikan oleh Gubernur Ibrahim Hasan pada tahun 1987 tersebut.

"Saking cintanya masyarakat Sumedang pada sosok Cut Nyak Dien, ketika ada wacana, orang Aceh hendak memindahkan makamnya ke Aceh, warga Sumedang bulat menolak. Ini karena beliau sudah dianggap warga Sumedang sebagai Ibu mereka sendiri dan adanya keterikatan yang sangat kuat antara warga Sumedang dengan beliau. Selain itu, warga Sumedang menolak makam Cut Nyak Dien dipindahkan juga karena warga Sumedang menginginkan agar tali silaturahmi antara warga Sumedang dengan Aceh tetap terjalin dengan baik. Hingga akhirnya, dengan penolakan ini masyarakat Aceh mengurungkan niatnya untuk memindahkan makam beliau ke Aceh," sebutnya.

Pada tahun 2016 ini, kata Feni, melalui BPCB Serang Banten, makam Cut Nyak Dien tengah diusulkan menjadi makam cagar budaya Skala Nasional. "Saat ini masih proses pengajuan, mudah-mudahan bisa segera terealisasi," katanya.

Rumah bekal tinggal Cut Nyak Dien di Jalan Pangeran Suriaatmadja, Nomor 174 A, Lingkungan Kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang yang dijadikan situs sejarah dibawah pemeliharaan BPCB Serang Banten terpaksa direnovasi.

Alasannya, pada 2 September 2009, kondisi rumah singgah Cut Nyak Dien ini rusak dan miring akibat diterjang gempa 7, 6 SR yang melanda Tasikmalaya.

"Karena gempa itu, kondisi rumah rusak dan miring. Karena itu, pada Desember 2009, terpaksa, rumah direnovasi. Perbaikan rumah sendiri dilakukan/dikembalikan sesuai posisi awal dengan menggunakan kembali bahan-bahan asli/asalnya dengan menggunakan dana bantaun dari Pemprov Aceh dan BPCB Serang Banten senilai Rp150 juta," kata Nenden.

Nenden menuturkan, kondisi lingkungan sekitar rumah sendiri saat ini sudah jauh berubah bila dibandingkan dengan kondisi semasa Cut Nyak Dien hidup dan tinggal di sana.

"Dulunya hanya ada beberapa rumah saja. Dari rumah ini, juga masih bisa terlihat Masjid Agung Sumedang karena jarak dari rumah tinggal Cut Nyak Dien ke Masjid Agung Sumedang hanya sekitar 150 meter.

Saat ini, kata Nenden, rumah tersebut ditempati oleh dia dan suaminya, Dadang (60), dan dua orang anaknya M Ali Al Qori (15) dan Siti Fatimah Zakiyah (5).

"Sebelum oleh saya, rumah ini ditinggali Ibu saya E. Aisyah, dan nenek saya Ibu Samsiah, yang mengurus Cut Nyak Dien semasa hidup, pemilik rumah H Ilyah mewariskan rumah ini kepada Ibu Samsiah. Sampai saat ini kami terus berupaya menjaga keaslian bangunannya tanpa menambah dan mengurangi bangunan yang ada. Bahan bangunan sendiri didominasi kayu jati. Selain rumah ini, tidak ada peninggalan lain yang ditinggalkan beliau, karena saat pertama kali datang beliau tidak membawa apa-apa, selain dikawal dua orang pengikutnya itu," tuturnya.

Bagi masyarakat Sumedang, sosok Cut Nyak Dien merupakan sosok teladan, pribadi yang tangguh, penebar semangat pantang menyerah.

"Ini karena, semasa beliau tinggal di Sumedang ini, meski kondisinya sudah tua, sakit-sakitan dan berada jauh dari tempat kelahiran dan keluarganya, namun tetap menginsiprasi dengan semangatnya untuk tetap hidup dan bertahan di daerah pengasingan, bahkan, beliau juga dengan semangat hidupnya tetap memberi dengan cara mengajarkan warga Sumedang pada masanya, membaca Alquran," ucap Feni.

Tak heran, kata dia, bila hingga saat ini, warga dari berbagai daerah terutama Aceh datang berziarah ke makamnya dan rumah pengasingannya di Sumedang.

"Alhamdulillah, setiap bulannya, perziarah yang datang mencapai lebih dari 1.000 orang, dari berbagai daerah, terutama dari Aceh. Bahkan, pada bulan Mulud, Idul Fitri, Idul Adha, dan libur sekolah total peziarah selalu diatas 2.000 orang," tuturnya.

Ditemui terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sumedang Eem Hendrawan melalui Kepala Bidang Kebudayaan Rusyana mengaku, Pemkab Sumedang berkomitmen menjaga dan memelihara seluruh peninggalan Cut Nyak Dien yang ada di Sumedang, mulai dari rumah tinggal hingga makam.

"Meski status beliau sebagai orang yang dibuang oleh Belanda ke Sumedang. Tapi kami sangat bangga karena beliau pernah tinggal dan dimakamkan di sini. kehadiran Cut Nyak Dien di Sumedang menambah keyakinan masyarakat Sumedang, dan jadi pemicu semangat yang memberi inspirasi secara moral bagi Sumedang untuk memperjuangkan daerahnya," ucapnya didampingi Kasi Kepurbakalaan dan Sejarah Disdikbud Wawan Herlawan.

Upaya untuk mengenang jasa Cut Nyak Dien bagi Sumedang, kata Wawan, pihak Disdikbud Sumedang, mengajak pihak sekolah dan seluruh pelajar, tingkat TK hingga SMA di Kabupaten Sumedang, rutin berziarah ke makam Cut Nyak Dien.

"Budaya ziarah ke makam Cut Nyak Dien, sebagai pahlawan nasional ini kami tanamkan kepada para pelajar agar mereka mampu meneladani sosok Cut Nyak Dien, yang karena sangat bencinya penjajah Belanda, karena dianggap sosok berbahaya, hingga beliau harus diasingkan ke Sumedang. Padahal, sejak ditangkap Belanda dan diasingkan ke Sumedang, beliau hanya seorang perempuan tua yang sudah sakit-sakitan dan tidak bisa melihat," terangnya.(sindonews.com)

AMP - Ternyata acara ajang mencari model Indonesia di hotel Grand Nanggroe banyak menuai kecaman, di antaranya dari tiga orang senator di Jakarta dan Aceh. Sejumlah anggota DPD RI dan DPRA sangat menyesalkan adanya acara tersebut. Mereka di antaranya Haji Uma (Sudirman), Ghazali Abbas Adan dan Tgk Muhibbussabri bahkan sangat keras mengeluarkan kecaman kepada panitia dan yang bekerjasama dengannya.

Seperti Haji Uma sang Senator dari Aceh mengutuk keras acara pencarian model yang dilaksanakan panitianya di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh. Sampai-sampai Haji Uma mengatakan "usir dia (panitia) dari Aceh bila bukan orang Aceh".

"Taharap keu Pageu, pageu pajoeh Pade, taharap Keurusoek jiethoek Hate.
Usir dari Aceh, Beuk Jak Peuanco Aceh, nyoe ken tanoeh Nek Jih".

“Kita mati matian menjaga tanaman dan memagari supaya tidak diserang hama, ini malah dalam pagar sendiri ada hama, maka harus dibasmi hama tersebut", ujarnya 28/2/2016.

Lanjut Haji Uma :
“Ini tak ubahnya seperti kata pepatah Aceh taharap keupageu, pageu pajoeh pade, taharap keurusoek jie thoek ate (tidak bisa diharapkan, orang Aceh sendiri yang menghancurkan Aceh

Kemudian juga datang dari anggota DPRA Tgk.Muhibbussabri dari PDA mengatakan,
"Para panitia pelaksanaaan even pemilihan model Aceh yang diikuti ratusan peserta dari seluruh Aceh harus dibumi hanguskan dari Aceh".

Menurut Abi Muhib demikian sapaan anggota DPRA ini, Provinsi Aceh bukan daerah yang bisa diadakan kegiatan yang sangat di benci oleh agama, dan yang begituan  tidak boleh tinggal di Aceh orang yang membuat kekacauan syari’i di bumi Aceh".

Sementara itu anggota DPD asal Aceh Ghazali Abbas Adan, meminta Wali Kota Banda Aceh sebagai kepala pemerintahan kota Banda Aceh yang notabene sebagai kota madani, yakni kota yang berbudaya harus memberikan sikap tegas terhadap panitia pelaksana dan peserta even pemilihan model Aceh yang bertajuk Indonesian Model Hunt 2016.

“Kalau memang benar seperti yang telah diberitakan, tindak tegas mereka. Khusus terhadap panitia pelaksana harus diberi sanksi yang tegas karena telah mengotori kota madani  dengan acara jahiliyah. Tidak cukup dengan hanya peringatan, tetapi diproses sesuai hukum yang berlaku,” tutupnya.
 katanya.

Apalagi legal formal Aceh Nanggroe syariat islam, di mana mengumbar aurat di ruang terbuka dan ditengah – tengah orang banyak, ini jelas perilaku yang tidak berbudaya, apalagi dengan tolok ukur syariat islam sungguh tidak bisa ditolerir dan dengan fakta itu semestinyalah ibu wali kota menunjukkan sikap tegas,” ujar Ghazali di Banda Aceh (28/2/2016). (Aj)


sumber : klikkabar


 Suhu politik di  Kabupaten Gayo Lues mulai bergeliat. Meski belum satupun figur yang mendeklarasikan diri maju dalam Pilkada 2017, namun beberapa partai sudah mengumumkan kadernya yang akan diusung.
Oleh Anuar Syahadat

AMP - Partai Golkar misalnya, DPD II Golkar Gayo Lues sudah mewacanakan untuk mengusung Said Sani sebagai bakal calon bupati  mendatang. Meski demikian, anggota DPRK Gayo Lues itu belum mendapat restu dari DPD I Golkar Aceh maupun DPP Partai Golkar di Jakarta.

Ketua Golkar Gayo Lues H Ibnu Hasim mengatakan, hingga sekarang ini penentuan kandidat bupati yang diusung Golkar baru tahap internal. Pihaknya, kata dia, harus menunggu mekanisme dan peraturan dari DPP Partai Golkar terkait kriteria figur yang akan diusung nantinya. “Hingga sekarang belum kita tentukan siapa yang akan diusung Golkar, ini baru secara internal,” kata Ibnu Hasim kepada Pikiran Merdeka, Rabu 10 Februari lalu.

Meski begitu, kata Ibnu Hasim, Golkar Gayo Lues jauh-jauh hari sudah mempersiapkan dua kader terbaiknya untuk bertarung di Pilkada 2017, yaitu Said Sani dan Ali Husin yang saat ini menjabat Ketua DPRK Gayo Lues. Dari dua nama tersebut, saat ini sudah mengerucut ke satu nama, yaitu Said Sani.

Dijelaskan Ibnu Hasim, proses munculnya kandidat tersebut juga berdasarkan hasil perolehan suara pada saat Pemilu Legislatif lalu.

Dalam komitmen yang telah disepakati, Golkar memilih dua orang yang paling banyak memperoleh suara untuk diusung pada Pilkada 2017. Kedua orang itu adalah H Ali Husin dan Said Sani. Setelah berembuk, Ali Husin ditetapkan sebagai Ketua DPRK dan Said Sani dipersiapkan maju sebagai kandidat bupati.

Sementara itu, Said Sani yang juga anggota DPRK Gayo Lues menyatakan siap maju sebagai Balon bupati dari Partai Golkar. Kini, anggota DPRK Gayo Lues dari Partai Golkar ini tinggal menunggu persetujuan pimpinan partai politik yang menaunginya itu.

Said Sani juga membenarkan bahwa seusai Pileg 2014 lalu, secara internal Partai Golkar membuat komitmen bahwa kadernya yang memperoleh suara terbanyak akan diprioritaskan untuk menjadi Ketua DPRK dan balon bupati pada Pilkada mendatang.

Jika nanti dirinya tak jadi diusung, maka dia meyarankan Ketua DPD II Partai Golkar menunjuk H Ali Husin sebagai balon bupati. “Dari dukungan masyarakat terhadap Ali Husin yang luar bisa, maka beliau berpeluang besar untuk menang pada Pilkada nanti,” katanya.

Said Sani menegaskan, dirinya siap menyukseskan siapa pun calon bupati yang akan diusung Partai Golkar nanti. “Mau saya calonnya atau tidak, yang penting orang diusung Partai Golkar harus menang,” ujarnya.

Di lain pihak, H Ali Husin SH juga mengaku siap mendukung apabila keputusan Golkar mengusung Said Sani sebagai calon bupati. “Kami sudah komitmen sebelum saya menjadi Ketua DPRK dulu, jika nantinya atas nama partai dicalonkan Said Sani sebagai calon bupati, saya sangat mendukungnya. Apapun cerita, Partai Golkar harus menang,” katanya, Sabtu pekan lalu.

Namun demikian, kata Ali Husin, pengusungan Said Sani sebagai bakal calon bupati bisa gagal jika yang bersangkutan mengundurkan diri atau tidak bersedia dicalonkan. Golkar pun akan menetapkan calon lain setelah melalui proses rapat.

“Seandainya Said Sani tidak bersedia, dan saya ditunjuk sebagai calon bupati, saya siap saja. Apapun keputusan Golkar akan saya ikuti. Saya siap maju asalkan Golkar mendukung, dan juga siap mendukung kader lain diusung partai,” katanya.

Selain kedua kader Partai Golkar tersebut, bursa Cabub Gayo Lues juga diprediksi bakal diramaikan oleh beberapa nama lainnya. Dua tokoh Gayo yang kini menjadi legislator juga disebut-sebut akan maju. Mereka yakni Muhammad Amru, politisi Partai Aceh kini menjadi anggota DPRA. Satu lagi, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Aceh Irmawan S Sos yang kini menjadi legislator Aceh di DPR-RI.

Sementara itu, Sekda gayo Lues H Thalib S Sos MM dan Hj Salamah —istri H Ibnu Hasim (bupati sekarang)— juga dikabarkan akan maju satu paket. Namun, Thalib buru-buru membantahnya.

Dia mengaku masih ingin mengembangkan karir sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS). “Saya sudah menjabat sebagai Sekda, ngapain lagi mencalonkan diri sebagai bupati. Usia juga masih muda, sayang kan karir saya kalau harus berakhir hanya gara-gara nyalon,” ujarnya.

Thalib menegaskan, dirinya saat ini hanya fokus memperbaiki SDM PNS dan memajukan prekonomian dalam kapasitasnya sebagai Sekda Gayo Lues yang dijabat belum genap setahun.

Sementara politisi Partai Aceh Muhammad Amru yang dikabarkan akan maju sebagai calon bupati mengaku masih menimbang-nimbang untuk meninggalkan keanggotaannya di DPRA. Ia mengaku tak ingin dicap rakus jabatan.

“Kita tidak ingin juga konstituen kecewa, karena meninggalkan jabatan yang baru beberapa tahun saya duduki,” kata Amru, 19 Februari pekan lalu.

Amru sebenarnya mantan kader Partai Golkar yang pernah menjabat Ketua DPRK Gayo Lues. Namun, pada Pileg 2014,  ia maju menjadi legislator DPRA melalui Partai Aceh. Kepada Pikiran Merdeka, Amru mengaku memiliki niat maju sebagai Cabub di Gayo Lues ataupun Aceh Tenggara. Keinginan itu timbul karena desakan dari berbagai kalangan yang memintanya maju dalam Pilkada mendatang.

Di internal partai, Amru mengaku telah dipanggail oleh Ketua PA/KPA Muzakir Manaf. Kepadanya, Mualem memerintahkan untuk mempersiapkan diri agar ambil bagian dalam Pilkada 2017. Menurut dia, Mualem sudah mewacanakan untuk mengusung dirinya sebagai calon bupati.

“Saya sudah dipanggil oleh Mualem. Di internal partai diumumkan bahwa saya untuk calon nomor satu di Kabupaten Gayo Lues. Sedangkan untuk Kabupaten Aceh Tenggara, saya diproyeksikan untuk posisi Cawabub,” katanya.

Namun, lanjut dia, PA saat ini belum mengeluarkan keputusan resmi untuk Cabub di kedua wilayah di kaki gunung Leuser itu. “Saat ini hal tersebut masih dalam tahap wacana, karena belum dinyatakan dalam sebuah keputusan partai. Namun, partai sudah memberi sinyal akan mengusung saya  untuk Gayo Lues atau Aceh Tenggara,” ulangnya.

Saat ini Amru juga masih menunggu revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Ia mengaku jika nanti hasil revisi tersebut memihak kepadanya yakni tidak harus meniggalkan mundur dari kursi DPRA, maka ia akan memutuskan untuk maju.

Sementara itu, Ketua PA Gayo Lues Tawar Nate menyatakan masih menunggu calon yang diusung Partai Golkar. Kemudian, pihaknya baru akan memutuskan siapa kader yang mampu menandingi pamor Cabup dari partai beringin itu.

“Kita tunggu dulu siapa yang akan dicalonkan Partai Golkar, baru kita tentukan siapa yang akan dicalonkan oleh Partai Aceh,” katanya, pekan lalu.

Partai Aceh di Gayo Lues tidak mau gegabah mengambil langkah untuk mendukung salah satu kandidat. Kekalahan pada Pilkada dulu menjadi pelajaran berarti bagi Partai Aceh agar bisa memenangkan Pilkada serentak tahun 2017.

“Memang ada beberapa nama yang akan kita usung dari Partai Aceh, satu di antaranya akan dipilih oleh PA Gayo Lues dan pimpinan DPA PA. Kemudian barulah ditentukan pasangan yang cocok, tetapi kalau sekarang belum kita tentukan meski sudah ada yang meminang,” ujarnya, tanpa menyebut siapa yang meminang Partai Aceh. [PM004]

Diterbitkan Tabloid Pikiran Merdeka

AMP - A suicide bombing near the defence ministry in the Afghan capital of Kabul has killed at least 12 people, the government says.

A spokesperson told the BBC that 10 of the dead were civilians, and that eight people were injured.

The Taliban has said it carried out the attack, which happened as offices closed for the day.

Earlier, an attack near a market in the eastern Afghan province of Kunar killed at least 13 people, officials said.

It remains unclear exactly how the Kabul attack unfolded, although officials said the attacker was on foot.

In Kunar, the provincial governor's office said the bomber rode up on a motorcycle to the entrance of a government office in the provincial capital, Asadabad, before detonating his device.

Some of the victims were reported to be children playing in a nearby park.

Reuters news agency reported that a tribal elder and militia commander named Haji Khan Jan was among the dead.

He had been closely involved in a number of operations against the Taliban last year.

In recent months, there has been an upsurge in fighting between the Taliban and government forces.

President Ashraf Ghani was quoted by local media as saying he will not hold peace talks with groups that kill civilians.(BBC)

AMP - Yasmina Haifi, who works for the Dutch Justice Ministry's National Cyber Security Centre, made the controversial statement on Twitter yesterday, Dutch newspaper De Telegraaf reported.

Referring to IS by their former name, the Islamic State of Iraq and the Levant (Isis), she tweeted: “ISIS has nothing to do with Islam. It’s part of a plan by Zionists who are deliberately trying to blacken Islam’s name."

Ms Haifi later removed the original message and said: “I realize the political sensitivity in connection with my work. That was not my intention.”

It is now believed that she has been suspended from her position.

The country's Ministry of Security and Justice and the National Coordinator for Counterterrorism and Security (NCTV) later said in a statement: “Security and Justice and the NCTV distance themselves from her remarks.

“And since [the comment] relates to the work of the NCTV and the National Cyber Security Center, cause is shown to terminate her assignment NCSC/NCTV and outsource her work with immediate effect.”(express.co.uk)

AMP - Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh, Frans Dellian, mengatakan jika Pemerintah Aceh keberatan dengan munculnya finalis yang mengatasnamakan Aceh di ajang kontes kecantikan Miss Indonesia.

Pihaknya sudah melayangkan surat keberatan pada penyelenggara event tahunan itu, juga akan membawa persoalan pencatutan nama daerah itu ke ranah hukum.

"Kita sudah kirim surat keberatan terkait hal ini dan jika tidak dugubris akan kita bawa persoalan ini ke ranah hukum," kata Frans

Frans mengatakan, Pemerintah Aceh memberikan waktu satu bulan kepada penyelenggara Miss Indonesia untuk menanggapi surat keberatan dari Pemerintah Aceh itu. Jika tidak digubris dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka penyelenggara Miss Indonesia akan dimejahijaukan oleh Pemerintah Aceh.

"Surat sudah kita kirim 3 hari yang lalu

Ia berharap hal serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang. Seharusnya kata dia, yang melibatkan nama daerah harus ada koordinasi antara panitia dengan pemerintah daerah setempat.

Seperti diberitakan sebelumnya, gadis Surabaya Flavia Celly Jatmiko tampil sebagai wakil Aceh di Miss Indonesia 2016. Keikutsertaan Flavia Celly mendapat sorotan dari masyarakat Aceh, pasalnya ia dinilai tidak mencerminkan karakter dan budaya masyarakat Aceh yang menerapkan syariat Islam.(KA)

Oleh : Iskandar Norman

AMP - Les hitam terhadap 300 tokoh Aceh, yang berencana dibunuh, serta sikap Soekarno yang ingkar janji menjadi alasan Tgk Muhammad Daoed Beureuh untuk memberontak terhadap Jakarta.

Menulis soal pemberontakan di Aceh, tak lekang dari pemberontakan DI/TII. Aceh yang awalnya begitu setia terhadap Republik Indonesia, tiba-tiba menjadi begitu berang, ketika Tgk Muhammad Daud Beureueh, mantan Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo, merasa dikhianati oleh Presiden Soekarno. Janji yang tak ditepati menjadi alasan utama Daud Beureueh memberontak.

Sejarawan Belanda, Cornelis Van Dijk, menyebutkan. Kekecewaan Daud Beureueh semakin memuncak, ketika sebuah dokumen rahasia dari Jakarta yang disebut-sebut dikirim oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo melalui Jaksa Tingi Sunarjo yang membawa dokumen itu ke Medan. Ada pula yang menyebutkan dokumen rahasia itu “warisan” dari kabinet Sukiman.

Isinya, Jakarta berencana membunuh 300 tokoh penting Aceh—ada juga yang menyebut 190 tokoh—melalui sebuah operasi rahasia. Yang disebut sebagai les hitam. Keputusan ini diambil setelah Jakarta memastikan bahwa Aceh akan menggelar sebuah pemberontakan. Tapi sampai kini tak ada yang bisa memastikan keberadaan dokumen tersebut.
Sejarawan Belanda lainnya, B.J.Boland, dalam bukunya “The Struggle of Islam in Modern Indonesia”, menyebutkan sebetulnya surat itu tak pernah ada.

“Desas-desus itu di embuskan oleh politikus sayap kiri di Jakarta untuk menghantam gerakan Islam di Aceh,” katanya. Secara tersirat Van Dijk menduga dokumen itu ada. “Daftar nama itu barangkali sengaja dibocorkan dengan tujuan tertentu. Orang Aceh terkemuka merasa mereka mungkin akan ditangkap dan, karena itu, memutuskan lari ke gunung,” kata Van Dijk. Tapi Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dalam rapat paripurna DPR pada 2 November 1953 menyangkal telah menyusun daftar itu.

Rumor tentang rencana pembunuhan itu membuat pemberontakan Darul Islam di Aceh menemukan momentumnya. Aktivis Darul Islam langsung pasang kuda-kuda. Teungku Daud Beureueh, salah satu orang yang disasar oleh dokumen tersebut, segera mengacungkan kapak perang.

“Les hitam adalah bukti yang menimbulkan kecurigaan kita bahwa pencetus peristiwa berdarah itu adalah permainan lawan-lawan politik Teungku Daud Beureueh untuk menghancurkan beliau dan kawan-kawan,” kata Nur el-ibrahimy, menantu Beureueh sekaligus saksi sejarah Aceh.

Setelah itu, sembilan tahun Daud Beureueh memimpin sebuah gerakan perlawanan dengan bendera Darul Islam. Gerakan itu menjadi pembuka kisah perlawanan Aceh pasca-era kolonial dan memunculkan Daud Beureueh, tokoh besar yang sulit dilupakan sejarah.
“Les hitam” bukan satu-satunya alasan mengapa peristiwa itu ada. Membela Republik di masa perjuangan kemerdekaan, Daud Beureueh merasa dikhianati Sukarno. Divisi X TNI di Aceh dibubarkan dan pada 23 Januari 1951 status provinsi bagi Aceh dicabut. Ada yang menyebut kabinet Natsir yang melakukannya. Tapi ada yang berpendapat itu hasil kabinet sebelumnya. Apa pun, yang terang Aceh dipaksa lebur dalam Provinsi Sumatera Utara.

Van Dijk bercerita. Dua hari setelah keputusan itu diambil, pemerintah Jakarta melantik Abdul Hakim menjadi Gubernur Sumatera Utara dengan Medan sebagai ibu kota pemerintahan. Beureueh, yang saat itu adalah gubernur jenderal yang meliputi kawasan Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, bahkan tak tahu perihal pengangkatan gubernur baru tersebut.

“Semua surat yang dialamatkan ke residen koordinator dikembalikan ke Medan tanpa dibuka atas perintah Daud Beureueh,” tulis Van Dijk.

Selain itu, Aceh juga sudah lama merasa dipinggirkan penguasa Republik. Ekonomi rakyat tak diperhatikan, pendidikan morat-marit, dan Jakarta dalam pandangan Beureueh hanya sibuk bertikai dalam sistem politik parlementer. Dan yang terpenting, status otonomi khusus, yang memungkinkan Aceh memiliki sistem pemerintahan sendiri dengan asas Islam tak kunjung dipenuhi Soekarno.
Dalam usahanya memberontak terhadap Jakarta, Daod Beureuh menjalin hubungan Kartosoewirjo, pemimpin DI/TII di Jawa Barat, yang lebih dulu mengibarkan bendera perang. Tak jelas benar siapa yang lebih dulu “membuka kata” untuk sebuah kongsi yang bersejarah ini.


Menurut sebuah dokumen rahasia yang belakangan terungkap, Beureueh dan orang kepercayaannya, Amir Husin al-Mujahid, pernah berunding dengan Karto di Bandung pada 13 Maret 1953. Utusan Karto, Mustafa Rasyid, pernah pula dikirim ke Aceh untuk membicarakan hal yang sama. Mustafa ditangap tentara Indonesia ketika kembali ke Jawa pada Mei 1953.
Kemarahan Beureueh ini mendapat dukungan publik Aceh. Dalam kongres ulama Aceh di Medan, yang dilanjutkan dengan kongres Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA)—lembaga yang dipimpin oleh Beureueh—di Langsa, April 1953, menggumpallah itikad melawan Jakarta. Orang-orang Jawa dan Medan mereka sebut sebagai “kafir yang akan merebut Aceh”. Sukarno mereka sebut sebagai presiden yang hanya akan memajukan agama Hindu.
Puncaknya adalah maklumat perang yang ditulis Beureueh pada September 1953.

“Dengan lahirnya proklamasi Negara Islam Indonesia Aceh dan daerah sekitarya, lenyaplah kekuasaan Pemerintah Pancasila di Aceh,” demikian bunyi makmulat yang dikirim hingga ke desa-desa.
Jakarta bukan tak bergerak. Sebelum tentara dikirim, Sukarnolah yang mendatangi Aceh untuk mendinginkin suasana. Tapi, seperti kunjungannya pada 1951, kunjungan menjelang perang berkobar itu disambut dingin. Pengamat politik Herbert Feith dalam artikelnya di jurnal Pacific Affairs pada 1963 mencatat betapa Sukarno tak berdaya disambut poster-poster antipresiden.

“Kami cinta presiden tapi lebih cinta agama,” begitu bunyi salah satu poster.
Wakil Presiden Hatta, yang punya latar belakang keislaman, relatif lebih berhasil. Dalam kunjungan pada Juli 1953, ia berhasil berunding dengan Beureueh dan pulang ke Jakarta dengan keyakinan bisa mengatasi keadaan. Tak seperti Sukarno, Hatta adalah orang yang sejak awal percaya bahwa pemberontakan daerah hanya bisa diatasi dengan menerapkan otonomi khusus dan federalisme.
Tapi Hatta justru dikepung oleh kritik politikus sekuler, terutama PKI. Hatta dianggap ceroboh karena telah menggunakan pengaruhnya kepada Perdana Menteri Wilopo sehingga pemerintah tak mengambil tindakan apaapa menghadapi Aceh hingga 1953. Pertempuran akhirnya memang tak terhindarkan di Aceh. Dan Daud Beureueh berdiri dalam pusaran konflik yang berkepanjangan.
Dilahirkan di Beureueh, Sigli, pada 1898, Muhammad Daud adalah lelaki yang tak pernah mengenal sekolah formal. Ia mengecap pendidikan di beberapa pesantren di Sigli. Salah satunya milik Teungku Muhammad Hamid— orang tua Farhan Hamid, anggota DPR asal Partai Amanat Nasional. Pada usia 33 tahun, Daud mendirikan Madrasah Sa’adah Abadiah di Blang Paseh, Sigli.
Daud adalah ulama yang disegani. Majalah Indonesia Merdeka dalam terbitannya pada 1 Oktober 1953 menulis betapa Daud Beureueh bisa “menyihir” orang dalam ceramahnya yang berjam-jam di masjid. Tak hanya memukau, Daud tak segan melontarkan kritik keras kepada mereka yang meninggalkan akidah Islam.

“Lidah Teungku Daud sangat enteng mengeluarkan vonis haram dan kafir kepada orang yang tak disukainya ketika ia berkhotbah di masjid, dalam rapat, atau di mana saja tempat yang dianggapnya perlu,” tulis Indonesia Merdeka.
Karena karismanya itu, Beureueh dipercaya memimpin tentara Indonesia dalam pertempuran melawan Belanda. Beureueh juga menjadi orang yang bisa menyatukan laskar-laskar perang di Aceh ketika mereka hendak digabungkan menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRl). Itulah sebabnya, meski ia tak mengenal sekolah, Wakil Presiden Muhammad Hatta mengangkatnya menjadi gubernur militer dengan pangkat jenderal mayor tituler.
Tapi Daud Beureuh bukankah tokoh tanpa kontroversi. Salah satu yang terpenting adalah kiprahnya dalam PUSA—lembaga yang didirikannya pada 1939 ter utama kaitannya dengan kaum uleebalang yang didukung pemerintah Belanda. Telah lama sebetulnya ada hubungan yang tak harmonis antara kalangan ulama dan kaum pamong praja di Aceh. Kalangan ulama menuding uleebalang hanya menjadi boneka penjajah. Puncaknya adalah meletusnya peristiwa Perang Cumbok.

Van Dijk mencatat, menjelang revolusi Darul Islam 1953, perang dingin di antara keduanya sudah terlihat. Pada 8 April 1951, kaum uleebalang membentuk Badan Keinsjafan Rakjat (BKR). Secara resmi lembaga ini bertujuan menegakkan pemerintahan yang bersih. Tapi, melihat statemen-statemen yang dikeluarkannya, jelas badan ini bertujuan menggugat PUSA.

Badan Keinsjafan, misalnya, meminta pemerintah pusat membersihkan panitia Pemilu 1955 dari “anasir-anasir” PUSA. Kunjungan pejabat Jakarta ke Aceh masa itu kerap disambut oleh demonstrasi pendukung keduanya. Salah satu poster yang dibentangkan BKR misalnya berbunyi, “Teungku Daud Beureueh Pengisap Darah Rakyat’,” tulis Van Dijk.
Van Dijk malah menuding gerakan PUSA tak independen. Persenjataan PUSA ketika bertempur, misalnya, tak lain berasal dari Jepang. Tapi tudingan ini dibantah M Nur El-Ibrahimy. Menurutnya, mereka berperang dengan menggunakan sisa-sisa senjata milik Jepang yang disita rakyat. Menurut El-Ibrahimy, serangan kepada Beureueh dan PUSA memang beragam. Tak hanya itu, gerakan kepanduan milik PUSA, Kasysyafatul Islam, pernah disebut sebut menerima bantuan 4.000 pakaian dan Borsumij, sebuah perusahaan Belanda.

“Bagaimana masuk akal kami menerima sumbangan dari musuh?” tulis El-Ibrahimy dalam buku Teungku Daud Beureueh: Peranannya dalam Pergolakan di Aceh.
Pemberontakan Daud Beureueh berlarut-larut sebagian pimpinan DI,TII menjalin kontak dengan pusat dan turun gunung, sementara itu rakyat lelah oleh perang. Pada 1961, ia menyerahkan diri kembali ke pangkuan Republik, selepas menjalani pemberontakan yang panjang.

Dalam surat menyuratnya dengan Kolonel M. Jassin, Panglima Kodam I Iskandar Muda, yang diutus untuk membujuk Beureueh, ia menyatakan kesediaannya untuk turun gunung dengan lebih dulu diberi kesempatan bermusyawarah dengan kalangan ulama, Ia bukan lagi pejabat, bukan pemimpin pemberontak, tapi pengaruhnya tak menyusut banyak.
Awal Mei 1978, ia bahkan diasingkan ke Jakarta oleh pemerintah Orde Baru untuk mencegah karismanya menggelorakan perlawanan rakyat Aceh. Di Jakarta, meski dipinjami kendaraan pribadi dan biaya hidupnya ditanggung pemerintah, Beureueh menderita. Kesehatannya merosot tajam. “Tidak ada penyakit yang serius yang diidap Teungku Baud kecuali penyakit rindu kampung halaman,” kata El-Ibrahimy.

Tapi tutup usia di tanah Aceh pada 1987. Napasnya berhenti hanya dua tahun sebelum pemerintah menetapkan Aceh sebagai daerah operasi militer (DOM) —masa yang membuat luka di Tanah Rencong kembali berduka.


Sumber - Aceh Sepanjang Abad

AMP - Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal membubarkan even pemilihan model Aceh, Minggu (28/2/2016) di Aula Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh.

Acara itu bernama "Indonesian Model Hunt 2016" itu diikuti ratusan peserta dari seluruh Aceh.

Illiza bersama jajarannya masuk ke Aula hotel sekira pukul 11.00 WIB, dan menemukan sejumlah model dengan pakaian seronok.

"Agensi dan semua peserta yang berpakaian tidak sopan, segera ke balai kota. Kita selesaikan nanti di sana," ujar Illiza.

Dia tambahkan, kegiatan itu telah berlangsung tanpa izin dan tidak sesuai syariat Islam.

Amatan Serambinews.com di lokasi. Para peserta mengenakan berbagai jenis pakaian yaitu hitam-putih, casual, batik dan pakaian pesta.

Beberapa peserta memakai pakaian syar'i, namun sebagian besar mengenakan pakaian 'ala barat'.

Ketua Panitia, Pandapotan Siahaan membantah acara tersebut melanggar syariat Islam, karena gladi sehari sebelumnya semua peserta mengenakan jilbab.

"Saya tidak menyuruh mereka melepas jilbab. Tahun lalu pun semua peserta mengenakan jilbab," kata dia. (*)

Banda Aceh – Insiden pemukulan yang terjadi di Aceh Tengah, Sabtu (27/2/2016) yang menyebabkan anggota DPRA Bardan Sahidi terkena pemukulan salah sasaran diduga terjadi karena ada kaitannya dengan janji-janji Al Hudri kepada Forum Komunikasi Anak Bangsa (Forkab) Wilayah Tengah.

Ketua Forkab Aceh, Polem Muda Ahmad Yani, menyatakan bahwa Al Hudri sering berjanji akan membantu Forkab Wilayah Tengah. Namun, janji itu tinggal janji. Padahal, Al Hudri bisa ke Banda Aceh itu ada kaitannya dengan dukungan dari Forkab.

“Anggota kami di wilayah tengah geram dan marah sehingga terjadi insiden itu. Begitulah laporan yang saya dapat dari Koordinator Tiga Wilayah Tengah,” kata Polem.

Polem menambahkan bahwa pemukulan yang terkena anggota DPRA Bardan Sahidi bukan kesengajaan melainkan salah sasaran.

“Itu salah sasaran. Anggota kami marahnya ke Al Hudri, dan sama sekali bukan ke Bardan Sahidi,” pungkasnya kepada aceHTrend, Minggu (28/2/2016) siang. []

Sumber: acehtrend.co

AMP - Polisi menemukan ladang ganja seluas 54 hektare di kawasan kaki Gunung Selawah, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.

"Polda Aceh dan jajarannya berhasil menemukan ladang ganja terbesar dan berhasil amankan satu tersangka," kata Kepala Divisi Humas Polri Anton Charliyan di Aceh Besar, Sabtu.

Kepala Kepolisian Daerah Aceh Irjen Pol Husein Hamidi mengatakan 54 hektare ladang ganja tersebut meliputi lima hingga enam titik lahan.

"Kemungkinan bisa bertambah jika dijelajah lebih jauh lagi," katanya.

Polisi langsung memusnahkan ganja siap panen yang ada di ladang yang ditemukan.

Polisi baru mengamankan satu tersangka pengelola ladang ganja di satu titik lahan dalam penggerebekan kali ini.

"Mereka biasa dapat info penggerebekan sehingga ada waktu untuk melarikan diri, biasanya dapat info dari warga sekitar dari kampung terdekat," katanya.

Daerah perbukitan yang curam membuat polisi kesulitan melakukan pencarian. Seorang polisi sampai terpaksa harus ditandu karena kakinya patah akibat terperosok selama penggerebekan.[tribunnews.com]

AMP - Ratusan anggota Front Pembela Islam (FPI) menggelar unjukrasa di kawasan Taman Riyadah, Jalan Merdeka, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Jumat (26/2) kemarin.

Mereka mengecam tindakan pelecehan syariat Islam di Aceh oleh Mendagri Tjahjo Kumolo, termasuk persoalan Miss Indonesia 2016. Ratusan Laskar FPI berseragam serba putih lengkap dengan atribut aksi, seperti kertas dan spanduk bertuliskan kecaman atas  tindakan pelecehan syariat Islam Aceh.

Dikomandoi Habib Muslem selaku Ketua FPI Kota Lhokseumawe, mereka bergerak ke Taman Riyadah sambil orasi dan meneriakkan protes atas tindakan buruk Mendagri Tjahjo Kumolo dan panitia Miss Indonesia 2016.

Meski pihaknya mengetahui adanya bantahan Mendagri di media soal komentarnya yang salah ditulis hingga seperti ingin mencabut Perda Jilbab di Aceh, Habib Muslem mengatakan
hal itu belum cukup mengobati luka hati rakyat di tanah Serambi Mekkah. Karena itu, Mendagri diminta membuktikan kesalahan ucapannya atau penulisan oleh media massa.

“Hal ini harus menjadi pelajaran bagi yang lain, jangan asal bicara lalu seenaknya saja membantah dengan mencabut kalimatnya. Mengapa harus mengusik tatanan syariat Islam di Aceh, seharusnya Tjahjo Kumolo memikirkan hal lain yang lebih positif,” sebutnya.

Muslem menilai Mendagri seperti tidak punya kerjaan lain sehingga harus sibuk mempreteli Aceh soal syariat Islam. Padahal dia sudah mengetahui kalau Aceh adalah Serambi Mekkah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam.

Selain itu, Muslem meminta Pemerintah Aceh turun tangan dan menuntut panitia kontestan Miss Indonesia 2016 yang membawa nama Aceh dalam ajang kecantikan tersebut. Dikatakan, Pemerintah tidak boleh diam melihat nama Aceh dibawa-bawa pada kegiatan yang tidak sesuai ajaran Islam dan terasa dilecehkan untuk kepentingan budaya barat.(WOL)

AMP - Tak lama lagi akses ke daerah wisata alam dan terpencil di Aceh akan semakin dipermudah. Pekan depan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) direncanakan meresmikan Bandara Rembele di Gampong Bale Atu, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.

Demikian diungkapkan Kepala Biro dan Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, J.A Barata melalui siaran persnya dilansir dari okezone, Jumat (26/2/2016).

Menurut Barata, bandara yang terletak di ketinggian perbukitan ± 1.400 meter dari permukaan laut dan dikelilingi perbukitan itu merupakan gerbang wisata di dataran tinggi Gayo yang terkenal dengan tempat wisata alam dan tentu saja kopi Gayonya yang terkenal hingga ke Eropa.

Untuk menuju ke Kabupaten Bener Meriah, saat ini dapat diakses melalui jalur udara maupun darat. Melalui jalur darat dapat ditempuh selama ± 6 jam dari Banda Aceh dan ± 8 jam dari Medan.


Sedangkan melalui jalur udara saat ini dapat ditempuh ± 1 jam dari Bandara Kualanamu menggunakan maskapai Penerbangan Susi Air tiga kali seminggu.

"Kementerian Perhubungan sejak 2014 hingga 2015 telah mengembangkan fasilitas Bandara Rembele baik pada sisi udara maupun sisi darat. Pada sisi udara telah dibangun perpanjangan landasan dari semula 30x1.400 m menjadi 30x2.250 m. Selain itu, telah dilakukan juga perluasan apron dari 80x106 m menjadi 95x150 m, pelapisan runway dan taxiway," ujarnya.

Sedangkan pada sisi darat, Kementerian Perhubungan telah melakukan perluasan terminal dari semula 400 m2 menjadi 1.000 m2 dan juga mempercantik tampilan interior terminal. Perluasan terminal bandara tersebut diproyeksikan mampu menampung 200.000 penumpang per tahun.

Bandara Rembele saat ini hanya mampu didarati oleh pesawat sebesar Fokker 50 atau CN 235. Nantinya dengan pengembangan fasilitas tersebut, Bandara Rembele akan mampu didarati Pesawat Boeing 737-series.

Dengan potensi wisata alam yang melimpah dan fasilitas bandara yang sudah dikembangkan, sambung Barata, diharapkan semakin banyak maskapai penerbangan berjadwal yang akan menerbangi jalur ke Bandara Rembele. Sehingga akan semakin memudahkan kunjungan wisatawan dan tentunya mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Kabupaten Bener Meriah.

"Selain sebagai gerbang wisata, Bandara Rembele juga dipersiapkan untuk mitigasi bencana. Karena daerah Bener Meriah dan Aceh Tengah merupakan daerah rawan bencana alam," ujarnya.[OKZ/AT]

AMP - Jumlah Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) di Kota Banda Aceh lumayan banyak. Berdasar hasil survey, jumlahnya mencapai sekitar 500 orang. Rata-rata mereka berasal dari kalangan mahasiswa.

Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan, untuk memberantas masyarakat yang memiliki perilaku menyimpang itu, pihaknya meminta bantuan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Banda Aceh.

“Ini ujian besar bagi kita yang tinggal di daerah yang menerapkan Syariat Islam. Berdasarkan survei, tercatat lebih dari 500 LGBT di Banda Aceh dan rata-rata mereka berstatus sebagai mahasiswa dan mahasiswi,” ungkap Illiza Sa’aduddin Djamal yang dilansir Rakyat Aceh (Jawa Pos Group), kemarin.
Ilustrasi
Illiza Sa’aduddin Djamal menegaskan akan untuk memberantas LGBT karena MUI Pusat telah mengeluarkan fatwa haram terhadap LGBT.

“Sejatinya, bukan orang-orangnya yang kita benci, tapi perilaku mereka yang harus kita perangi,” sambungnya.

Ketua MPU Banda Aceh Tgk A Karim Syekh menyatakan siap mendukung Pemko Banda Aceh dalam memerangi LGBT.

“Kerja sama dengan pemerintah adalah amanat undang-undang, dan MPU merupakan mitra yang sejajar dengan eksekutif maupun legislatif,”ujarnya lagi.(JPNN)

Nek Enal bersama Jasiwa Maytense saat penyerahan bantuan. ( Foto: Pikiran Merdeka/Anuar Syahadat)
Nek Enal ini bertahan hidup di gubuk yang dipinjamkan warga, namun tetap mensyukuri kondisinya meski luput dari bantuan pemerintah.
Oleh Anuar Syahadat

Rambutnya putih semua. Usianya senja. Hidupnya sebatang kara. Hanya gubuk berukuran 2 x 3 meter sebagai tempatnya tinggal di tengah persawahan. Itu juga bukan miliknya.

Gubuk itu terbuat dari papan dengan beratap sange (sejenis ilalang). Bila musim hujan tiba, terlihat bocor di mana-mana. Dia hidup atas belas kasihan warga.

Itulah potret Rabume (80) warga Dusun Benyet, Desa Porang, Kecamatan Blangkejeren, Gayo Lues. Dia tidak memiliki sawah atau harta benda. Sepetak tanah untuk rumahpun tidak dimilikinya. Suaminya telah lama berpulang.

Wanita tua itu masih “berjuang” untuk hidup. Semua dilakukanya sendiri, bahkan ketika membawa air dari sumur ke rumahnya, harus dia junjung di atas kepala. Jalannya pelan, tertatih-tatih.

“Ada anak saya, tapi tinggal di Takengon. Saya tidak mau meninggalkan tempat kelahiran saya, sudah sejak jaman Belanda saya disini. Makanya saya tinggal sendiri,” sebut wanita yang kulitnya sudah keriput itu, ketika ditemui Jasiwa Maytense, Kabid Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Gayo Lues, Kamis sore 11 Februari 2016.

Warga Porang menyapanya dengan Nek Enal. Rumah itu akan kembali ke warga yang meminjamkannya ketika kelak ia kembali ke Sang Khalik. Sebagai kepedulian, rumah itu dibangun masyarakat, meski kini kondisnya sudah memprihatinkan.

“Giara hanahpeh bantuen ari pemerintah sawah ku aku. Oros Bulog Raskin we, (tidak ada bantuan apapun dari pemerintah yang diberikan kepada saya, hanya beras Bulog Raskin),” katanya menggunakan bahasa Gayo.

Mata Nenek Enal terlihat berbinar. Memeluk  Jasiwa Maytense lalu sujud syukur setelah mendengar ada bantuan yang langsung diantarkan ke gubuknya.

“Terima kasih, Nak, hanya Allah yang bisa membalas kebaikanmu,” sebut Nek Eral, matanya berair, menetes ke pipi. Dia tidak sungkan memeluk Jasiwa, yang disaksikan beberapa orang tetangga nenek.

Rupanya, Nek Enal luput dari pendataan orang miskin selama ini. Bermacam jenis bantuan yang seharusnya diterimanya tidak pernah sampai. Entah tidak pernah masuk ke dalam data orang miskin atau memang bantuan menyimpang belum diketahui.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walau telah berusia senja, Nek Enal masih mencari upahan kepada tetangganya. Hasil keringatnya yang tak seberapa itu dia beli beras, ikan asin dan garam.

Ia tak pernah merasa lelah meskipun disuruh menanam padi, mengambil rumput di tengah padi (nruah), dan memotong padi demi mendapatkan upah Rp50 ribu.

“Hidup ini harus kuat dan tidak boleh terlalu berlebihan meminta kepada pemerintah. Kalau diberikan bersyukur. Kalau tidak, mungkin kita tidak layak menerimanya,” tutur Nek Enal, bijak.

“Apa lagi orang seperti kami, tidak tahu kemana mau diusul atau mau kemana diminta. Berjalan saja sudah sulit, rambut sudah putih, dan mata sudah kabur. Cukup menjalani hidup dengan tabah,” sambungnya.

Mendegar kata-kata itu, Jasiwa Maytense terdiam seraya menatap wajah Nek Enal. “Saya mengira tidak seperti ini kondisi Nek Enal. Kami baru memberikan bantuan setelah ada data,” katanya.

Bantuan yang dibawa Jasiwa dan timnya bukanlah bantuan yang bisa menyejahterakan Nek Enal. Melainkan hanya bantuan yang bersifat untuk melangsungkan hidup sebatang kara di usia tua.

“Jenis bantuan yang saya bawa hanya beras satu karung, minyak goreng, sarden, kelambu, kain sarung, dan dua baju daster,” ungkap Jasiwa.

Namun Jasiwa berjanji kepada Nek Enal, jika ke depan tidak lagi memiliki beras atau minyak goreng agar dilaporkan oleh  tetangganya melalui pesan singkat. “Saya akan mengantar langsung,” sebutnya.

Ia mengupayakan mencari cara agar atap rumah Nek Enal bisa diganti dengan seng dan dipasang aliran listrik.

“Kalau memang memungkinkan, kita usahakan Nek Enal ini mendapat rumah bantuan. Sebab, pemilik tanah juga setuju dibangun rumah asal  jangan dijual,” ujar Jasiwa.

Usai memberikan bantuan itu, Jasiwa Maytense kembali melanjutkan perjalanan mencari orang miskin, nenek tua, atau anak yatim dan piatu ke wilayah Kecamatan Blang Pegayon.

Tujuanya hanya untuk memberikan bantuan secara langsung, dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Gayo Lues, tanpa melalui pendataan maupun ada maksud tersembunyi lainnya.

Berharap tak ada lagi yang terlewatkan atau tidak mendapat bantuan, seperti yang dirasakan Nek Enal selama ini. Sudah tidak memiliki apa-apa, hidup sebatang kara, juga nyaris luput dari perhatian.[pikiramerdeka]

AMP - Rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo untuk memangkas aturan wajib berjilbab pada qanun Aceh mendapat kecaman dari masyarakat Aceh dan sejumlah tokoh Islam Aceh, seperti Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dan Front Pembela Islam (FPI) Aceh.

Ketua FPI Aceh, Tgk. Muslim Ath-Thahiry menyatakan agar Tjahjo Kumolo kembali belajar dan membaca perda soal wajibnya berjilbab bagi wanita Muslimah yang ada di Aceh.

“Menyikapi program gila Tjahjo Kumulo Mendagri yang ngawur yang ingin mencabut perda jilbab di Aceh, kami atas nama masyarakat Aceh mengajak pak Menteri belajar kembali undang-undang tentang penerapan syariat Islam kaffah yang telah diberikan kepada Aceh,” ucapnya

Tgk. Muslim Ath-Thahiry pun meminta menteri yang berasal dari PDIP itu tidak sok berkuasa dan mencari masalah dengan masyarakat Aceh.

“Dan baca kembali tentang keistimewaan Aceh. Jadi menteri jangan ngawur dan jangan merasa sok berkuasa. Jangan cari-cari masalah dengan orang Aceh. Kami orang Aceh sudah mau berdamai dan mau kembali dalam pangkuan NKRI, maka jangan coba-coba khianati hak masyarakat Aceh,” tandasnya.

“Pak menteri harus tau sejarah Indonesia bahwa Aceh modal Indonesia. Maka siapa saja yang mengkhinati hak masyarakat Aceh, berarti telah mengkhianati negara. Karena bila masyarakat Aceh telah kecewa dengan sikap pemerintah Indonesia yang selalu ingkar janji dan selalu khianat kepada Islam, maka masyarakat aceh akan siap angkat senjata lagi melawan RI lagi dan minta cerai dari RI agar tidak dilaknat oleh Allah,” tegasnya. [MJK]

Iskandar Usman Al-Farlaky.
AMP - Aksi protes terhadap isu penolakan Mendagri terhadap Perda wajib jilbab bagi wanita di Aceh terus berdatangan. Tak terkecuali para wakil rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh.

Salah satunya Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky.

Kepada Serambinews.com, Jumat (26/2/2016), Iskandar mengatakan, pihaknya menolak rencana Mendagri untuk mencabut Perda wajib jilbab bagi wanita di Aceh.

“Kita menilai kebijakan itu aneh. Orang sebenarnya berlomba-lomba mengarahkan masyarakat ke arah kebaikan, tapi pemerintah pusat malah sebaliknya. Silahkan Indonesia diarahkan liberal, tapi Aceh jangan coba-coba,” katanya.

Alumnus Fakultas Syariah UIN Ar-Raniry ini mengaku bingung dengan maksud Perda wajib jilbab bagi wanita di Aceh seperti yang dikatakan Mendagri.

“Mungkin yang dimaksud Mendagri adalah soal Qanun Syariat Islam. Bukan hanya sebatas berbicara jilbab. Kalau benar Perda atau Qanun ini yang hendak dicabut. Saya rasa ini kebijakan yang sangat aneh,” ujarnya.

Menurut politisi muda Partai Aceh ini, memakai jilbab serta berbusana muslim bagi wanita dalam ajaran Islam merupakan kewajiban.

Sebelumnya diberitakan, kebijakan Pemerintah Pusat yang akan memangkas sejumlah Perda atau qanun untuk Aceh yang dinilai bertentangan dengan undang-undang menuai protes dari Aceh.

Namun, pernyataan tersebut buru-buru diklarifikasi oleh Mendagri. Bahkan, sang menteri menuding portal berita online yang tidak utuh mengutip pernyataannya tentang qanun tersebut. (*)

Serambinews.com
loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget