"Coba saudara gambarkan peta gudang senjata di kesatuan masing-masing."
Calon perwira Resimen Para Komando Angkatan Darat terkejut mendengar tugas yang diberikan pengajarnya di kursus pembekalan geopolitik. Pendidikan tersebut diikuti para prajurit dari berbagai kesatuan yang akan bertugas sebagai staf atase pertahanan di luar negeri.
Maman (84), pensiunan Kopassus itu masih mengingat peristiwa pertengahan tahun 1964 lalu. Dia curiga, apa maksudnya menggambar denah peta gudang senjata. Bukankah itu objek paling rahasia dari markas tentara?
"Tak wajar memberikan tugas seperti itu pada siswa," katanya saat berbincang dengan merdeka.com.
Maman sengaja menggambar peta yang salah. Lokasi tempat main voli di Cijantung ditulisnya sebagai gudang senjata.
Sedari awal beberapa peserta memang sudah jengah dengan gaya mengajar sang Mayor. Isinya melulu soal revolusi dan perjuangan kaum kiri.
Tak lama kemudian Gerakan 30 September 1965 meletus. Sang Mayor pengajar kursus dikabarkan diciduk di Bandung. Maman baru mengerti apa yang terjadi.
"Dia kabarnya terlibat Partai Komunis Indonesia," kata Maman yang kemudian sempat bertugas di Bangkok dan Yangoon.
Penyusupan komunis ke tubuh angkatan bersenjata memang masif. Jumlahnya tak bisa dianggap enteng. Inilah buah tangan Kepala Biro Chusus PKI, Sjam Kamaruzaman. Tentara binaan mereka sebut sebagai 'prajurit dan perwira berpikiran maju'.
Letjen (Purn) Sintong Panjaitan menulis saat meletus Gerakan 30 September, Biro Chusus PKI sebenarnya sudah dalam tahapan mampu melumpuhkan seluruh Komando Resor Militer di Jawa Tengah. Mereka pun punya kekuatan untuk menggerakkan beberapa batalyon sebagai pasukan pendukung. Sintong paham benar karena dialah yang kemudian ditugaskan untuk menangkapi para prajurit yang terlibat komunis.
Data dari Pangdam Diponegoro saat itu Brigjen Suryosumpeno, penyusupan Biro Chusus di Kodam VII/Diponegoro hampir mendekati sempurna. Mayoritas perwira staf Kodam sudah berhasil dipengaruhi. Bahkan setengah dari komandan Kodim di Jawa Tengah sudah berada di bawah kendali PKI.
Mayjen (Purn) Samsuddin, mantan Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri memperkirakan saat itu lima dari tujuh batalyon di Jawa Tengah sudah disusupi PKI dan bisa digerakkan jika ada kudeta.
Sementara di Jakarta, hitung-hitungan di atas kertas, Pasukan 30 September terdiri dari 1 batalyon pasukan elite pengawal Soekarno, 3 batalyon pendukung dan 1.000 orang pemuda rakyat yang sudah dilatih kemiliteran.
Namun untuk di Jakarta, hitungan Sjam itu terlalu dibesar-besarkan. Karena dari satu batalyon, yang ikut tak semua. Dari 500 kadang hanya 60 orang.
Sejarawan John Roosa memperkirakan personel militer yang ikut hanya 2.130 orang. Ditambah 2.000 sukarelawan sipil dan lain-lain, total sekitar 4.130 orang. Jauh dengan kekuatan PKI di Jawa Tengah.
Beberapa perwira utama yang dibina komunis di Jakarta adalah Letkol Untung Syamsuri. Veteran perang Irian dan Komandan Batalyon I Tjakrabirawa. Lalu Brigjen Soepardjo, Komandan Tempur Siaga Dua di Bengkayang, Kalimantan. Ada juga Komandan Brigade Pengamanan Ibu Kota Kolonel Latief.
Apa yang membuat suksesnya biro chusus PKI menyusup ke TNI?
Pertama adalah menjual propaganda soal para jenderal yang mengkhianati Presiden Soekarno dan hidup bermewah-mewahan di Jakarta. Saat itu kondisi perekonomian morat-marit. Indonesia sedang menghadapi konfrontasi dengan Malaysia dan Inggris di Kalimantan Utara. Di tengah suasana ini, PKI menuding para jenderal mencoba menggulingkan Soekarno dan bekerja sama dengan negara asing neokolonialisme atau nekolim.
Kedua, sejumlah tentara beraliran kiri masih berada di TNI. Penumpasan pemberontakan PKI Madiun 1948 faktanya belum 100 persen tuntas karena Indonesia saat itu harus menghadapi Agresi Militer II. Banyak tentara muda kemudian lolos, menukar identitas dan kemudian kembali lagi bergabung dengan TNI.
Letkol Untung misalnya, nama aslinya adalah Kusman. Setelah peristiwa Madiun, dia ganti nama menjadi Untung Samsuri. Karirnya cemerlang, bahkan dianugerahi bintang sakti, penghargaan tertinggi untuk anggota TNI. Sama dengan yang diterima Benny Moerdani.
Siapa sangka Untung kelak memimpin gerakan 30 September menghabisi enam jenderal dan seorang perwira pertama TNI AD.
Untung membagi tiga pasukannya. Pasukan Pasopati (Cakrabirawa dan Brigif) bertugas menculik para jenderal, Bimasakti (Yon 454 dan Yon 530) bertugas mengawal kawasan Monas dan merebut RRI serta Telkom. Lalu pasukan Gatotkaca yang menjaga Lubang Buaya (Terdiri dari PPP dan sukarelawan).
Namun aksi Untung dan gerombolannya hanya bertahan kurang dari 24 jam. Pasukan mereka tercerai-berai. Bahkan ada yang bergabung kembali dengan pasukan Kostrad pimpinan Jenderal Soeharto karena diberi makan.
Kekuatan besar di Jawa Tengah pun tak dimanfaatkan Untung. Selama 15 jam awal yang menentukan, tak ada komunikasi antara pelaku gerakan di Jakarta dengan para kader di Jawa Tengah. Untung pun ragu-ragu untuk melangkah. Sementara dukungan pasukan tambahan dan gerakan massa yang dijanjikan Sjam nyatanya cuma omong kosong.
Dalam waktu singkat seluruh komplotan tertangkap. Letkol Untung ditangkap saat hendak lari ke Jawa Tengah dan dijatuhi hukuman mati. Begitu pula Brigjen Soepardjo. Sementara Kolonel Latief menunggu belasan tahun sebelum diadili.
Ahli strategi bilang komandan yang ragu-ragu akan mengakibatkan seluruh prajurit binasa. Letkol Untung membuktikan pepatah itu.(merdeka)
Calon perwira Resimen Para Komando Angkatan Darat terkejut mendengar tugas yang diberikan pengajarnya di kursus pembekalan geopolitik. Pendidikan tersebut diikuti para prajurit dari berbagai kesatuan yang akan bertugas sebagai staf atase pertahanan di luar negeri.
Maman (84), pensiunan Kopassus itu masih mengingat peristiwa pertengahan tahun 1964 lalu. Dia curiga, apa maksudnya menggambar denah peta gudang senjata. Bukankah itu objek paling rahasia dari markas tentara?
"Tak wajar memberikan tugas seperti itu pada siswa," katanya saat berbincang dengan merdeka.com.
Maman sengaja menggambar peta yang salah. Lokasi tempat main voli di Cijantung ditulisnya sebagai gudang senjata.
Sedari awal beberapa peserta memang sudah jengah dengan gaya mengajar sang Mayor. Isinya melulu soal revolusi dan perjuangan kaum kiri.
Tak lama kemudian Gerakan 30 September 1965 meletus. Sang Mayor pengajar kursus dikabarkan diciduk di Bandung. Maman baru mengerti apa yang terjadi.
"Dia kabarnya terlibat Partai Komunis Indonesia," kata Maman yang kemudian sempat bertugas di Bangkok dan Yangoon.
Penyusupan komunis ke tubuh angkatan bersenjata memang masif. Jumlahnya tak bisa dianggap enteng. Inilah buah tangan Kepala Biro Chusus PKI, Sjam Kamaruzaman. Tentara binaan mereka sebut sebagai 'prajurit dan perwira berpikiran maju'.
Letjen (Purn) Sintong Panjaitan menulis saat meletus Gerakan 30 September, Biro Chusus PKI sebenarnya sudah dalam tahapan mampu melumpuhkan seluruh Komando Resor Militer di Jawa Tengah. Mereka pun punya kekuatan untuk menggerakkan beberapa batalyon sebagai pasukan pendukung. Sintong paham benar karena dialah yang kemudian ditugaskan untuk menangkapi para prajurit yang terlibat komunis.
Data dari Pangdam Diponegoro saat itu Brigjen Suryosumpeno, penyusupan Biro Chusus di Kodam VII/Diponegoro hampir mendekati sempurna. Mayoritas perwira staf Kodam sudah berhasil dipengaruhi. Bahkan setengah dari komandan Kodim di Jawa Tengah sudah berada di bawah kendali PKI.
Mayjen (Purn) Samsuddin, mantan Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri memperkirakan saat itu lima dari tujuh batalyon di Jawa Tengah sudah disusupi PKI dan bisa digerakkan jika ada kudeta.
Sementara di Jakarta, hitung-hitungan di atas kertas, Pasukan 30 September terdiri dari 1 batalyon pasukan elite pengawal Soekarno, 3 batalyon pendukung dan 1.000 orang pemuda rakyat yang sudah dilatih kemiliteran.
Namun untuk di Jakarta, hitungan Sjam itu terlalu dibesar-besarkan. Karena dari satu batalyon, yang ikut tak semua. Dari 500 kadang hanya 60 orang.
Sejarawan John Roosa memperkirakan personel militer yang ikut hanya 2.130 orang. Ditambah 2.000 sukarelawan sipil dan lain-lain, total sekitar 4.130 orang. Jauh dengan kekuatan PKI di Jawa Tengah.
Beberapa perwira utama yang dibina komunis di Jakarta adalah Letkol Untung Syamsuri. Veteran perang Irian dan Komandan Batalyon I Tjakrabirawa. Lalu Brigjen Soepardjo, Komandan Tempur Siaga Dua di Bengkayang, Kalimantan. Ada juga Komandan Brigade Pengamanan Ibu Kota Kolonel Latief.
Apa yang membuat suksesnya biro chusus PKI menyusup ke TNI?
Pertama adalah menjual propaganda soal para jenderal yang mengkhianati Presiden Soekarno dan hidup bermewah-mewahan di Jakarta. Saat itu kondisi perekonomian morat-marit. Indonesia sedang menghadapi konfrontasi dengan Malaysia dan Inggris di Kalimantan Utara. Di tengah suasana ini, PKI menuding para jenderal mencoba menggulingkan Soekarno dan bekerja sama dengan negara asing neokolonialisme atau nekolim.
Kedua, sejumlah tentara beraliran kiri masih berada di TNI. Penumpasan pemberontakan PKI Madiun 1948 faktanya belum 100 persen tuntas karena Indonesia saat itu harus menghadapi Agresi Militer II. Banyak tentara muda kemudian lolos, menukar identitas dan kemudian kembali lagi bergabung dengan TNI.
Letkol Untung misalnya, nama aslinya adalah Kusman. Setelah peristiwa Madiun, dia ganti nama menjadi Untung Samsuri. Karirnya cemerlang, bahkan dianugerahi bintang sakti, penghargaan tertinggi untuk anggota TNI. Sama dengan yang diterima Benny Moerdani.
Siapa sangka Untung kelak memimpin gerakan 30 September menghabisi enam jenderal dan seorang perwira pertama TNI AD.
Untung membagi tiga pasukannya. Pasukan Pasopati (Cakrabirawa dan Brigif) bertugas menculik para jenderal, Bimasakti (Yon 454 dan Yon 530) bertugas mengawal kawasan Monas dan merebut RRI serta Telkom. Lalu pasukan Gatotkaca yang menjaga Lubang Buaya (Terdiri dari PPP dan sukarelawan).
Namun aksi Untung dan gerombolannya hanya bertahan kurang dari 24 jam. Pasukan mereka tercerai-berai. Bahkan ada yang bergabung kembali dengan pasukan Kostrad pimpinan Jenderal Soeharto karena diberi makan.
Kekuatan besar di Jawa Tengah pun tak dimanfaatkan Untung. Selama 15 jam awal yang menentukan, tak ada komunikasi antara pelaku gerakan di Jakarta dengan para kader di Jawa Tengah. Untung pun ragu-ragu untuk melangkah. Sementara dukungan pasukan tambahan dan gerakan massa yang dijanjikan Sjam nyatanya cuma omong kosong.
Dalam waktu singkat seluruh komplotan tertangkap. Letkol Untung ditangkap saat hendak lari ke Jawa Tengah dan dijatuhi hukuman mati. Begitu pula Brigjen Soepardjo. Sementara Kolonel Latief menunggu belasan tahun sebelum diadili.
Ahli strategi bilang komandan yang ragu-ragu akan mengakibatkan seluruh prajurit binasa. Letkol Untung membuktikan pepatah itu.(merdeka)
loading...
Post a Comment