Halloween Costume ideas 2015
October 2015

Ilustrasi
AMP - Kerja keras polisi memecahkan misteri pembunuh Dian Milenia Triesna Afiefa alias Nia September lalu membuahkan hasil. Tersangka yang mengakibatkan tewasnya siswi SMAN 1 Batam, Kepri itu ditangkap polisi Jumat (30/10/2015). Dia ditangkap di rumahnya RW 09 Taman Pesona Indah, Tanjunguncang, Batam.Tersangka berinisial WZ ditangkap saat akan pergi kerja.

Informasi yang diperoleh Batam Pos (Riau Pos Group), WZ tidak bisa lagi mengelak karena polisi punya barang bukti yang akurat.Rambut kemaluan tersangka yang ditemukan pada mayat korban hasilnya identik saat tersangka menjalani tes DNA. Selain rambut kemaluan korban, hal lain yang membuktikan adalah keterangan saksi-saksi yang melihat pria yang mencegat korban memiliki sepatu dan jaket yang sama.

Sebelumnya, WZ pernah diamankan, namun dilepas kembali sambil menunggu hasil uji lab DNA dia untuk dicocokksan dengan DNA rambut kemaluan yang ditemukan di tubuh Nia. Selama dilepas, polisi tidak begitu saja membiarkan WZ bebas. Polisi terus memantau pergerakannya hingga hasil uji lab DNA keluar. WZ pun akhirnya dibekuk kembali, Jumat (30/10/2015).

Kapolda Kepri Brigjen Arman Depari, mengatakan WZ sudah ditetapkan sebagai tersangka. Hal itu dikatakannya saat berada di di Mapolresta Barelang.

Arman mengatakan dari hasil kerja tim yang dibentuk dengan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan barang bukti, pelaku pembunuhan Nia mengerucut kepada WZ.Untuk menangkap WZ, sambung Arman pihaknya sudah mengumpulkan sebanyak 74 barang bukti dan 20 saksi.[K24]

Tamiang - Pengembangan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Aceh I yang meliputi Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur dan Gayo Lues masih terkendala status lahan untuk kawasan itu. Akibatnya, investor masih enggan berinvestasi. Demikian antara lain terungkap dalam dikusi di Kantor Bappeda Aceh Tamiang, Jumat (30/10).

Diskusi tersebut dihadiri perwakilan Bapeda Aceh, Badan Investasi dan Promosi Aceh, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh, Unsyiah, serta utusan Pemkab Gayo Lues, Aceh Tamiang, dan Langsa.

Kepala Bapeda Aceh Tamiang, Ir Adi Darma MM kepada Serambi, (30/10) mengatakan, dari diksusi itu timbul komitmen dari empat kabupaten/kota yang wilayahnya masuk dalam KPI wilayah I Aceh untuk saling mendukung dalam mewujudkan program di ujung timur Aceh tersebut. “Aceh Tamiang fokus pada industry halal food, Langsa fokus pada ekspor impor, Aceh Timur pada sektor perikanan dan Gayo Lues di sektor pertanian khsususnya minyak sere,” ujarnya.

Dikatakan, KPI Aceh I yang mempunyai potensi di sektor pertanian (seperti padi, tanaman palawija, dan pisang), sektor perkebunan (seperti sawit, karet, pinus, sere wangi, dan nilam), serta diharapkan lahir industri pengolahan komoditi itu dengan jalur ekspor melalui Pelabuhan Kuala Langsa dan Seruway.Dikatakan, diskusi itu juga membahas berbagai masalah yang dihadapi dalam mewujudkan KPI Aceh I. Seperti, Pemkab Aceh Tamiang terbentur dana pembebasan lahan untuk tempat sentral KPI, masih kurangnya koordinasi antarkabupaten induk dengan kabupaten penyangga, kurang jelasnya kepastian kepemilikan lahan bagi investor, dan belum terbentuknya forum kerja sama pengelolaan KPI antarsesama kabupaten/kota dalam KPI Aceh  I.

Ditambahkan, salah satu rekomendasi dari diskusi itu adalah dibutuhkan ketegasan Pemerintah Aceh untuk dapat mendesak kabupaten/kota untuk menyelesaikan peraturan perundang-undangan yang ada. Sehingga siap menerima investor yanga masuk.[TRB]

AMP - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menjalankam misi pencegahan korupsi di Aceh dengan mengadakan semiloka-semiloka kepada pemerintah setempat. Upaya ini merupakan langkah awal sebelum masuk ke ranah penindakan.

Demikian disampaikan Kepala Satgas Pencegahan Korupsi KPK, Nurul Ichsan Al- Huda kepada wartawan saat konfrensi pers usai mengadakan semiloka tentang koordinasi, supervisi dan pencegahan korupsi dengan Pemda Aceh di Aula Serbaguna Setda Aceh, Jumat (30/10/15).

“Dalam memberantas korupsi KPK tidak hanya pada penindakan, tetapi juga ada pencegahan.  Dalam pencegahan kita beri masukan-masukan bagaimana mengelola keuangan dengan baik sehingga tidak terjadi kerugian negara,” kata Nurul.

Ia menambahkan, apabila sesi pencegahan ini tidak juga dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah suatu daerah termasuk Aceh, maka KPK akan masuk ke tahap penindakan. “Artinya, kita mencegah dulu, baru ke penindakkan,” tegas Kasatgas Pencegahan Korupsi ini.

Disinggung apakah langkah pencegahan ini sebagai langkah awal untuk masuk ke penindakan? Nurul mengatakan tidak demikian. Langkah ini katanya, juga sembari melihat bagaimana komitmen pemerintah suatu daerah termasuk Aceh dalam mencegah terjadianya kerugian negara.

Diakuinya, dominan korupsi yang terjadi di negeri ini adalah penyuapan, pengadaan barang/jasa dan proyek tanpa lewat musrembang. “Melalui pencegahan ini, kita nantinya dapat melihat bagaimana suatu daerah mengelola keuangannya. Apakah baik atau tidak. Apakah ada merugian keuangan negara atau tidak,” pungkas Nurul Ichsan.[habadaily]

AMP - Hakim MK, Wahiduddin Adams yang memimpin sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) terkait pengangkatan Kapolda Aceh oleh Gubernur menilai pemohon tidak serius.

Dalam Risalah Sidang, Nomor 124/PUU/X-III/2015 dengan Pokok Perkara Pengangkatan Kapolda Aceh oleh Gubernur Aceh yang dilansir dari situs mahkamah konstitusi, Sabtu (31/10/2015), sidang pengujian pasal terkait pengangkatan Kapolda Aceh dalam UUPA tidak dihadiri oleh pemohon.

Pada saat pemeriksaan pendahuluan melalui video conference di Unsyiah, 27 Oktober 2015 pukul 15.08 wib, para pemohon berhalangan hadir. Para pemohon adalah Yudhistira Maulana, Fachrurrazi, Rifa Cinnitya dan Hamdani.

Sebelumnya MK sudah melakukan pemanggilan kepada para pemohon agar sedianya dapat hadir pada saat pemeriksaan pendahuluan.

Karena pemohon tidak hadir, Pimpinan sidang hanya berbicara dengan petugas operator Unsyiah Aceh.
“Ini berarti pemohon tidak serius,” ujar Wahiduddin Adams menutup sidang pukul 15.13 wib. Para hakim yang memimpin sidang adalah Wahiduddin Adams (Ketua), Anwar Usman (Anggota), Patrialis Akbar (Anggota) dan Rizki Amalia (Panitera Pengganti).

Berita sebelumnya pasal 205 dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh terkait pengangkatan Kapolda Aceh oleh Gubernur Aceh dikritik oleh Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).

Ketua YARA, Safaruddin menilai adanya pasal tersebut bisa menimbulkan intervensi politik dalam upaya penegakan hukum di Aceh.(PAT)

AMP - Bentrokan terus terjadi antara Israel dan Palestina sehingga menewaskan dua orang Palestina pada Kamis (29/10) dalam peristiwa terpisah di kota Al-Khalil (Hebron), bagian selatan Tepi Barat, kata pemerintah Palestina.

Pada Kamis pagi, Mohamed Awawdeh, pejabat di Kementerian Kesehatan Palestina, mengkonfirmasi kepada Xinhua bahwa militer Israel menembak dan menewaskan satu orang Palestina yang diduga menikam seorang prajurit Yahudi di Tepi Barat Sungai Jordan.

Wanita juru bicara polisi Israel mengatakan peristiwa tersebut terjadi di dekat Makam Para Nabi, tempat suci buat umat Muslim dan Yahudi.

"Setelah pemuda itu meninggal, militer Israel menahan mayatnya dan menolak untuk menyerahkannya kepada keluarganya," kata Awawdeh, sebagaiman dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi. Ia menambahkan militer Israel masih mahan 20 mayat orang Palestina sejak awal Oktober, kebanyakan dari mereka berasal dari Al-Khalil.

Pada Kamis malam, Awawdeh mengatakan satu lagi orang Palestina ditembak hingga tewas oleh tentara Israel di Al-Khalil.

Identitas pria tersebut belum diketahui dan mayatnya dibiarkan tergeletak di tanah, tambah pejabat Palestina itu.
Saat ketegangan di lapangan terus bergolak, berbagai faksi Palestina, termasuk HAMAS, menyerukan satu hari lagi ungkapan kemarahan terhadap Israel pada Jumat.

Sementara itu, para pemimpin Palestina juga melancarkan pertempuran diplomatik internasional guna mencari perlindungan buat rakyat Palestina.

Kementerian Luar Negeri Palestina pada Kamis menuduh pemerintah Israel melakukan terorisme terorganisir terhadap rakyat Palestina.

"Pemimpin partai sayap-kanan dan tokoh ekstrem sayap-kiri di dalam pemerintah Israel bersaing untuk melancarkan metode baru penindasan dan gangguan terhadap orang Palestina," kata kementerian tersebut di dalam satu pernyataan.

"Yang paling akhir adalah usul Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mendirikan pengadilan sipil guna mempercepat penghukuman kolektif dan mengeluarkan instruksi pehananan administratif, penghancuran rumah dan pencabutan izin tinggal," tambah pernyataan tersebut.

Kementerian Luar Negeri Palestina menganggap tindakan itu sebagai agresi barbar nyata yang dipraktekkan oleh kekuatan pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina, dan menyeru masyarakat internasional agar mendesak Israel untuk menghentikan semua kejahatan tersebut.

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, jumlah korban jiwa di pihak Palestina akibat tindakan militer dan polisi Israel sejak awal Oktober telah naik jadi 68.

Lebih dari 2.000 orang Palestina cedera dalam berbagai bentrokan dengan pasukan keamanan Israel.

Gelombang paling akhir bentrokan tersebut meletus pada September di kompleks Masjid Al-Aqsha, Jerusalem Timur, dan menyebar ke seluruh Israel, Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Selama beberapa hari belakangan, Al-Khalil --kota tempat tinggal sebanyak 1.000 pemukim Yahudi di bawah penjaga militer kuat di antara puluhan ribu orang Palestina-- menjadi ajang utama bentrokan.

Gelombang bentrokan itu telah menewaskan 11 orang Yahudi, kata beberapa pejabat.[ANT]

Ilustrasi
AMP - Dinas Kebersihan Pasar dan Pertamanan (DKPP) Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh mencatat dalam sehari di daerah itu menghasilkan 200 ton sampah yang dibuang pada tempat telah tersedia.

Kepala Bidang Kebersihan pada DKPP Kabupaten Aceh Utara Cut Ibrahim di Lhokseumawe, Jumat mengatakan, warga harus lebih tertib dalam membuang sampah agar lingkungan selalu bersih dan sehat.

"Coba bayangkan dalam sehari ada 200 ton sampah yang diangkut dan belum lagi kita kumpulkan sampah-sampah yang dibuang bukan pada tempatnya. Mari kita sama-sama menjaga lingkungan agar selalu bersih," ujar Ibrahim.

Ibrahim menambahkan, pihaknya telah menyediakan 600 unit tong sampah dan diletakkan di beberapa titik yang dianggap rawan dari sampah, seperti di areal pertokoan, pasar dan beberapa tempat lainnya.

Namun, hasilnya masih belum optimal juga, masih banyak warga membuang sampah bukan pada tong sampah yang sediakan. Bukan hanya itu saja, bahkan tong sampah yang dibagikan gratis tersebut banyak hilang karena dicuri.

"Kalau kita tidak menjaga lingkungan dengan bersih, maka sangat berbahaya bagi kesehatan. Dampak dari sampah itu bisa menimbulkan berbagai penyakit, seperti diare, gatal-gatal dan beberapa penyakit lainnya," tutur Ibrahim.

Menurutnya, akibat maraknya membuang sampah yang bukan pada tempatnya, menyebabkan banyak saluran yang tersumbat, sehingga sangat berdampak saat musim hujan, yaitu terjadinya banjir.DKPP Aceh Utara telah mencangkan program mengelola sampah menjadi uang dan telah melakukan sosialisasi ke setiap masyarakat, namun tidak bisa berjalan efektif karena masih dianggap tidak penting.

"Padahal kita sudah mencanangkan program sampah menjadi duit, misalkan kalau ada botol-botol bekas bisa diolah kembali, namun tidak berjalan efektif karena masih dianggap tidak penting oleh masyarakat," kata Cut Ibrahim.[ant]

AMP - Empat warga Aceh yakni Yudhistira Maulana (mahasiswa) dan Fachrurrazi (wiraswasta), ke­dua­nya warga Julok, Aceh Timur, Ri­fa Cin­nitya SH (mahasiswa), war­ga Suka Makmur, Aceh Besar dan Hamdani (wiraswasta) warga Nagan Raya melakukan judicial review  terhadap Pasal 205 Undang-Undang (UU) No 11/2006 tentang Peme­rintahan Aceh yang isinya tentang  pe­netapan Kapolda Aceh ber­dasarkan persetujuan dari Gubernur Aceh. Menurut para penggugat, pasal tersebut dinilai bertentangan dengan hak kon­stitusional para pemohon yang dijamin oleh UUD 1945, khususnya Pasal 22 ayat (5).

Judicial Review yang dilakukan empat warga itu membuat para petinggi Partai Aceh marah besar. Kemarahan itu dibuktikan dengan langsung memberi stigma kepada mereka sebagai penghianat Aceh. Menurut Partai Aceh ini merupakan sesuatu perbuatan serius yang sangat membahayakan kekhususan Aceh. Pro dan kontrapun terjadi terhadap judicial review tersebut. Ada yang mendukung dan ada yang tidak. Namun tidak semua masyarakat terpecah dalam pro dan kontra.  Sebagian masyarakat juga yang mengatakan itu sebagai “ Itu mereka-mereka juga “.

Judicial Review  terhadap Pasal 205 Undang-Undang (UU) No 11/2006 tentang Peme­rintahan Aceh yang isinya tentang  pe­netapan Kapolda Aceh ber­dasarkan persetujuan dari Gubernur Aceh itu hanyalah produk strategi pemenangan Partai Aceh dalam pemilu kepala daerah pada 2017 nanti. Partai Aceh sekarang semakin tidak dipercaya oleh masyarakat Aceh. Hal ini karena terlalu banyak janji mereka yang tidak dilaksanakan. Jadi mereka butuh skenario baru untuk menjadi Hero bagi rakyat Aceh.

Judicial Review salah satu skenario mereka. Mau Judicial review itu berhasil atau tidak mereka tetap untung intinya. Jika JR itu menang mereka tetap dianggap sebagai hero, jika gagalpun mereka juga akan dianggap sebagai hero. Dalam skenario itu dibuat seakan-akan Jakarta akan mulai mengkhianati Aceh dengan mulai mengotak-atik kewenangan Aceh, tujuannya dari skenario tersebut adalah untuk membangkitkan semangat ke Acehan orang Aceh yang mulai tak percaya pada mereka. Partai Aceh tahu betul masyarakat Aceh mudah terbakar api tendensius ketika bicara Aceh-Jakarta. Jadi ketika semangat ke Acehan mulai terbentuk barulah mereka masuk mengelola orang-orang tersebut. Partai Aceh akan muncul sebagai Hero lagi. Harapan mereka agar dalam Pilkada 2017 masyarakat kembali memilih mereka lagi.

Belajar dari pengalaman sebelum-sebelumnya, kita bisa lihat Partai Aceh selalu menggunakan Politik identitas untuk meraup suara. Dahulu saat Mahkamah Kontitusi melegalkan Calon Independen pada Pilkada 2012. Mereka juga mengatakan “ Jakarta mengotak-atik kewenangan Aceh”, Kemudian saat pemilu 2014 mereka kembali menggunakan Politik identitas, yakni terkait bendera Aceh, sama seperti sebelumnya Partai Aceh juga menggunakan tagline “ Jakarta kembali mengotak-atik kewenangan Aceh jika tidak mengesahkan bendera Aceh “  Nah menjelang 2017, Judicial Review itu juga bahagian dari strategi politik Partai Aceh untuk meraup suara, seperti biasa taglinenya “Jakarta kembali mengotak Atik kewenangan Aceh “

Jadi masyarakat Aceh jangan terjebak dengan permainan politik seperti itu. Mereka selalu begitu menjelang pemilu.[Berita3]

Oleh Rusdi Sufi (*
Perang Belanda di Aceh yang meletus sejak tahun 1873 hingga awal abad XX belum berakhir. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat mengakhiri perang yang telah banyak memakan korban, baik di pihak Aceh maupun di pihak Belanda sendiri. Menjelang akhir abad XIX dan pada awal abad XX, Belanda melaksanakan suatu tindakan kekerasan melalui sebuah pasukan elit yang mereka namakan het korps marechaussee (pasukan marsose).
Pasukan ini dari serdadu-serdadu pilihan yang memiliki keberanian dan semangat tempur yang tinggi, dengan tugas untuk melacak dan mengejar para pejuang Aceh melawan Belanda ke segenap pelosok daerah Aceh. Mereka akan membunuh para pejuang Aceh yang berhasil ditemukan atau setidaknya membuang ke luar daerah Aceh.
Dengan cara kekerasan ini Belanda mengharapkan rakyat atau para pejuang akan takut dan menghentikan perlawanan Belanda. Namun apa yang terjadi ? Akibat tindakan kekerasan tersebut telah menimbulkan rasa benci dan dendam yang sangat mendalam bagi para pejuang Aceh yang bersisa, lebih-lebih bagi keluarga mereka tinggalkan, ayah, anak, menantu, sanak keluarga atau kawomnya yang telah menjadi korban keganasan pihak Belanda.
Untuk membalas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Belanda tersebut para pejuang Aceh melakukan suatu cara yang kemudian diistilahkan oleh Belanda dengan nama Atjeh Moorden atau het is een typische Atjeh Moord, Suatu pembunuhan khas Aceh yang orang Aceh sendiri menyebutnya poh kaphe (bunuh kafir). Di sini para pejuang Aceh tidak lagi melakukan peperangan secara bersama-sama atau berkelompok, tetapi secara perseorangan.
Dengan nekad seseorang melakukan penyerangan terhadap orang-orang Belanda apakah ia serdadu, orang dewasa, perempuan atau anak-anak sekalipun menjadi sasaran untuk dibunuh. Dan tindakan pembunuhan nekad ini dilakukan di mana saja di jalan, di pasar, di taman-taman atau pun pada tangsi-tangsi sendiri.
Pembunuhan khas Aceh ini antara tahun 1910 – 1920 telah terjadi sebanyak 79 kali dengan korban di pihak Belanda 12 orang mati dan 87 luka-luka, sedang di pihak Aceh 49 tewas. Puncak dari pembunuhan ini terjadi dalam tahun 1913, 1917, dan 1928 yaitu sampai 10 setiap tahunnya. Sedangkan di tahun 1933 dan 1937 masing-masing 6 dan 5 kali. Adapun jumlah korban dalam perang Belanda di Aceh selama sepuluh tahun pada awal abad XX (1899-1909) sebagaimana disebutkan Paul Van’t Veer dalam bukunya De Atjeh Oorlog tidak kurang dari 21.865 jiwa rakyat Aceh.
Dengan kata lain, angka itu hampir 4 persen dari jumlah penduduk pada waktu itu. Angka ini setelah 5 tahun kemudian (1914) naik menjadi 23.198 jiwa dan diperhitungkan seluruh korban jiwa (dari pihak Aceh dan Belanda) dalam kurun waktu tersebut hampir sama dengan yang telah jatuh pada masa perang 1873 – 1899.
Hal ini belum lagi korban yang jatuh setelah tahun 1914 hingga tahun 1942. Salah seorang perwira Belanda yang menjadi korban akibat pembunuhan khas Aceh ini ialah Kapten CE Schmid, komandan Divisi 5 Korp Marsose di Lhoksukon pada tanggal 10 Juli 1933, yang dilakukan oleh Amat Lepon. Sementara pada akhir bulan Nopember 1933 dua orang anak-anak Belanda yang sedang bermain di Taman Sari Kutaradja (sekarang Banda Aceh) juga menjadi korban pembunuhan khas Aceh ini.
 Pembunuhan khas Aceh adalah sikap spontanitas rakyat yang tertekan akibat tindakan kekerasan yang dilakukan pasukan Marsose Belanda. Sikap ini juga dijiwai oleh semangat ajaran perang Sabil untuk poh kaphe (bunuh kafir). Di samping itu juga adanya suatu keinginan untuk mendapatkan mati syahid. Dan untuk membalas dendam yang dalam istilah Aceh disebut tueng bila, sebuah istilah yang menggambarkan betapa membara semangat yang dimiliki oleh rakyat Aceh.

Akibat adanya pembunuhan nekad yang dilakukan rakyat Aceh tersebut menyebabkan para pejabat Belanda yang akan ditugaskan ke Aceh berpikir berkali-kali. Dan ada di antara mereka yang tidak mau mengikutsertakan keluarganya (anak-istri) bila bertugas ke Aceh. Malahan ada yang memulangkannya ke negeri Belanda. Para pejabat Belanda di Aceh selalu membayangkan dan memikirkan bahaya Atjeh Moorden tersebut.
Mereka tidak habis pikir, bagaimana hanya dengan seorang saja dan bersenjata rencong yang diselipkan dalam selimut atau bajunya para pejuang Aceh berani melakukan penyerangan terhadap orang-orang Belanda, bahkan pada tangsi-tangsi Belanda sekalipun. Oleh karena itu, ada di antara orang Belanda yang menyatakan perbuatan itu “gila” yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang yang waras, maka timbullah istilah di kalangan orang Belanda yang menyebutnya Gekke Atjehsche (orang Aceh gila), yang kemudian populer dengan sebutan Aceh Pungo (Aceh Gila).
Untuk mengkajinya pihak Belanda mengadakan suatu penelitian psikologis terhadap orang-orang Aceh. Dalam penelitian itu terlibat Dr. R.H. Kern, penasihat pemerintah untuk urusan kebumiputeraan dan Arab, Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa perbuatan tersebut (Atjeh Moorden) termasuk gejala-gejala sakit jiwa.
Suatu kesimpulan yang mungkin mengandung kebenaran, tetapi juga mungkin terdapat kekeliruan, mengingat ada gejala-gejala yang tidak terjangkau oleh dasar-dasar pemikiran ilmiah dalam Atjeh Moorden tersebut. Menurut R.H. Kern apa yang dilakukan rakyat Aceh itu adalah perasaan tidak puas akibat mereka telah ditindas oleh orang Belanda karena itu jiwanya akan tetap melawan Belanda.
Dengan kesimpulan bahwa banyak orang sakit jiwa di Aceh, maka pemerintah Belanda kemudian mendirikan rumah sakit jiwa di Sabang. Dr. Latumenten yang menjadi kepala Rumah Sakit Jiwa di Sabang kemudian juga melakukan studi terhadap pelaku-pelaku pembunuhan khas Aceh yang oleh pemerintah Belanda mereka itu diduga telah dihinggapi penyakit syaraf atau gila.
Namun hasil penelitian Dr. Latumenten tersebut menunjukkan bahwa semua pelaku itu adalah orang-orang normal. Dan yang mendorong mereka melakukan perbuatan nekad tersebut adalah karena sifat dendam kepada Belanda yang dimiliki yaitu tueng bila. Untuk itu seharusnya tindakan kekerasan jangan diperlakukan terhadap rakyat Aceh.
Selanjutnya, pemerintah Hindia Belanda melaksanakan kebijaksanaan baru yang dikenal dengan politik pasifikasi lanjutan gagasan yang dicetuskan oleh C. Snouck Hurgronje. Sesuatu politik yang menunjukkan sifat damai di mana Belanda memperlihatkan sikap lunak kepada rakyat Aceh, mereka tidak lagi bertindak hanya dengan mengandalkan kekerasan, tetapi dengan usaha-usaha lain yang dapat menimbulkan simpati rakyat.

*Penulis Rusdi Sufi, Sejarawan asal Aceh

Sumber: atjehcyber.net

AMP - Tuduhan deklarator Aceh Merdeka  DR  Hasan M di Tiro, Ph.D, LL.D  melawan Indonesia karena tidak mendapat proyek di PT Arun Blang Lancang Aceh Utara sebagaimana disuarakan selama ini, telah disanggah dalam buku terbaru yang ditulis oleh Murizal Hamzah dengan judul “Hasan Tiro; Jalan Panjang Menuju Damai Aceh.”

"Keliru besar menyatakan Hasan Tiro mendirikan Aceh Merdeka karena tidak mendapat tender di PT Arun," tegas Direktur Utama Bandar Publishing (BP) Mukhlisuddin  Ilyas kepada wartawan,

Mukhlisuddin  menegaskan, dalam buku yang ditulis oleh Murizal Hamzah (wartawan)  dengan editor M. Adli Abdullah dipaparkan bahwa benih perlawanan terhadap rezim Indonesia sudah dilakukan sejak 1960-an. Bahkan di  buku Atjeh bak Mata Donja yang  terbit 1968, Hasan Tiro secara terbuka menyatakan Aceh adalah sebuah negara yang berdaulat.

"Ada fakftor  utama dan faktor  pemulus sehingga Hasan Tiro mendirikan ASNLF.  Alasan Wali Negara mendirikan Aceh Merdeka dibahas di  buku sederhana ini dilengkapi foto dan dokumen," ujar Mukhlisuddin singkat.

Direktur Utama BP itu menambahkan di buku ini juga ditampilkan salinan surat yang dikirim oleh Hasan Tiro kepada Perdana Menteri Mr.Ali Sastrowidjojo. Isi pesan surat itu sudah lazim kita ketahui yakni meminta Indonesia menyelesaikan perlawanan DI/TII di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi dan lain-lain di meja perundingan. Hasan Tiro mengetik rapi surat sepanjang tiga halaman tersebut. Hasan Tiro juga mengirim tembusan surat itu kepada Presiden Sukarno. Ini dokumenter baru yang jarang diungkapkan.

"Ternyata surat terbuka dari Hasan Tiro ini dimuat di halaman pertama harian terbitan Jakarta. Salinan surat yang diteken oleh Hasan Tiro juga dimuat di buku setebal 684 halaman ini," kata Mukhlisuddin.

Buku yang terdiri dari tiga bab ini diawali dari kepulangan HasanTiro ke Aceh pada Oktober 2008 dan meninggal dunia pada Juni 2010 (2015 genap 5 tahun Hasan Tiro wafat).  Kemudian bab 2 mengulas masakecil Hasan Tiro hingga menikah dengan Dora di  Amerika.
Terakhir, berkaitan dengan pergulatan GAM, melatih AGAM di Libya hingga anggota GAM yang tidak syahid walaupun diberondong dengan senjata panjang. Unsur-unsur mistik GAM menarik dikupas termasuk dijelaskan biaya perang di Aceh yang menghabiskan miliaran rupiah setiap harinya pada era Darurat Militer.[TRB]

AMP - Mitos? Siapa yang tidak tertarik. Sesuatu yang tabu justru semakin menarik dibicarakan. Semakin ditutupi, semakin asyik untuk diselami maknanya. Semakin dilarang semakin mudah diburu yang tersimpan rapat tersebut. Begitulah sifat manusia yang tak pernah puas untuk memacari keingintahuannya.

Eit! Jangan salah. Berawal dari bau pula durian itu nikmat untuk disantap. Ibarat durian, mitos memiliki makna tersendiri di dalam masyarakat Aceh, khususnya di Aceh Barat. Seperti lezatnya menyantap durian, seperti itulah mitos terus berkembang.

Ada tiga mitos yang jika didengar tentangnya sangatlah ringan sekali. Tetapi bagi orang-orang tua di Aceh Barat, membicarakan hal ini sangat tabu sekali dan tak boleh. Sekali melanggar, siap-siap dinasehati oleh orang-orang tua di kampung kami!
Jangan duduk di teras/tangga
Entah kenapa, orang-orang tua memberikan pemahaman yang brutal mengenai hal ini. Kenapa saya katakan brutal? Karena menyangkut kebahagiaan pelaku setelah hari itu.

Jangan duduk di teras atau tangga nanti akan ketemu jodoh lebih tua. Penamaan tua itu lebih kepada sangat tua, bukan selisih setahun atau dua tahun saja. Untuk anak laki-laki justru menjadi bumerang tersendiri mengingat “akan menikahi perempuan lebih tua darinya” walaupun jodoh tak ke mana tetapi anak laki-laki menghindari duduk di tangga/teras.

Pada dasarnya, jika dikaji lebih jauh ke sejarah. Dulu, rumah-rumah di Aceh itu lebih tinggi dibandingkan sekarang. Anda bisa mencari tahu bentuk rumah Aceh. Nah, karena persoalan ini pula dilarang duduk di tangga atau teras. Maksudnya ada dua: akan jatuh dan orang lain tidak bisa melewati tangga
Jangan menyapu saat magrib
Apa hubungan ibadah dengan menyapu. Apa pula hubungan kebersihan dengan tata krama. Di sinilah letak semuanya. Orang-orang tua di Aceh Barat sangat melarang anak-anaknya menyapu saat magrib, lebih tepatnya saat matahari terbenam. Alasannya akuratnya tidak jelas tetapi lebih kepada “sebaiknya menunaikan ibadah (salat) terlebih dahulu” yang notabene perkara penting dalam Islam. 

Jangan duduk di atas bantal
Lucu memang menyoal persoalan ini. Jangan duduk di atas bantal nanti kena bisul!

Percaya atau tidak, masyarakat Aceh Barat sangat memercayainya. Larangan yang terjadi turun-temurun ini dipraktikkan oleh masyarakat tanpa protes bahkan tanpa menyelami makna lebih dalam lagi. Padahal, mana ada pula aturan duduk di atas bantal akan berbisul.

Namun, jika ditilik lebih dalam. Maksud orang-orang tua kami itu tak lain supaya bantal tidak cepat rusak. Bayangkan saja anak-anak duduk dengan suka cita di atas bantal, goyang sana-sini, bisa saja bantal itu mudah sobek dan mengeluarkan kapas. Sebelum bantal busa banyak dijual, masyarakat Aceh lebih banyak menggunakan kapas kering di belakang rumah untuk dijadikan bantal. Karena susahnya menunggu kapas kering, orang-orang tua melarang anak-anaknya duduk di atas bantal. 
 Begitulah. Banyak mitos lain yang berkembang di Aceh Barat. Mitos-mitos ini mengajarkan banyak pengajaran tentang hidup. Anda ingin menikmati larangan ini? Mari berinteraksi dengan orang-orang tua kami di sini!

[VIVA]

Banda Aceh - Kepala Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, Afrizi Hadi mengatakan, pihaknya tidak menemukan kerugian negara dalam dugaan korupsi pengadaan 98 unit traktor di Dinas Pertanian (Distan) Aceh.

Hal ini disampaikan Afrizi Hadi kepada wartawan saat jumpa pers usai pelaksanaan semiloka “Optimalisasi Pemberantansan Korupsi di Daerah”  yang digelar tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Aula Kantor Gubernur Aceh, Jumat (30/10/2015) petang.

“Kami sudah mengundang ahli tentang traktor, kalau spesifikasi traktor yang diadakan sesuai dengan apa yang diminta dinas. Hanya beda merek saja, tetapi speknya sama, harganya juga sama. Jadi tidak ditemukan letak kerugian negaranya. iya artinya tidak ada kerugian negara,” tegas Afrizi.

Pihaknya, kata dia, juga sudah menyampaikan hal tersebut kepada penyidik Polresta Banda Aceh . “Ini ahli lho yang mengatakan spek traktor itu sama. Hanya beda merek, tapi kekuatan dan harga sama,” ulangnya lagi.

Sekedar mengingatkan, pengadaan alat pertanian  di Distan Aceh ini bersumber Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2013 senilai Rp39,2 miliar. Proyek tersebut dimenangkan oleh CV LAG dengan nilai kontrak Rp33,9 miliar. Kontrak ditandatangani, 6 Mei 2013.

Dalam perjalannya, pengadaan traktor tipe sedang 4 WD itu tidak sesuai spek seperti tertuang dalam kontrak, harganya juga digelembungkan. Ironisnya, pihak  Kuasa Penggunan Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Tehnik Kegiatan (PPTK) Distan Aceh tidak mempermasalahkan tipe traktork tersebut. Bahkan, alat pertanian ini langsung diserahterimakan kepada masing-masing kabupaten/kota penerima bantuan.

Hasil penyelidikan penyidik Polresta Banda Aceh harga tipe traktor yang diadakan rekanan ini ternyata hanya senilai Rp26,1 milar saja. Sehingga, penyidik menduga selain menyalahi spek juga terjadi mark-up harga senilai Rp7,8 miliar dari nilai faktur pembelian.

Sumber-sumber lain menjelaskan, proyek ini merupakan program Gubernur Aceh untuk pertanian di Aceh tahun 2013. Kontrak proyek  yang diplotkan memalui Bidang Bina Usaha Ekonomi (BBUE)Distan Aceh dengan PPTKnya seorang perempuan, berinisial DD.

Sementara KPA proyek ini ditangani oleh  Kabid BBUE, awalnya berinisial  AZ. Karena AZ  pada bulan Juni 2013 berakhir masa dinas (pensiun), KPA kemudian berganti kepada  KR. Untuk PHO proyek ini diketuai berinisial MZ.Kasus ini diserahkan penyidik Polresta ke BPKP Aceh untuk diaudit sekitar awal tahun 2014.[habadaily]

Singkil - Luar biasa semangat anggota DPRK Aceh Singkil, walau gelap gulita dan panas lantaran listrik mati. Namun tetap melakukan sidang paripurna dengan agenda penetapan perubahan fraksi dan alat kelengkapan dewan, Jumat (30/10/2015) petang.

Pimpinan sidang tunggal Yulihardin, membacakan agenda sidang dengan diterangi lampu senter.

Sidang itu, tidak dihadiri seluruh anggota DPRK dari Partai Golkar. Pasalnya paripurna itu, akan membuat Fraksi Golkar sebagai penyokong pemerintah kehilangan banyak kursi.

Setali dengan itu, paripurna itu juga akan membuat Fraksi Demokrat Perubahan bubar. Lantaran nasibnya serupa ditinggal kawan koalisinya, Partai NasDem.

Fraksi Demokrat tidak lagi memenuhi sarat lantaran, hanya memiliki tiga kursi. Sementara sarat mendirikan fraksi minimal empat kursi.

Sidang juga sempat molor dua jam lebih, karena menunggu dua pimpinan dewan. Yaitu Ketua DPRK Mulyadi dan Wakil Ketua I Sunarso. Sidang pun tetap dilaksanakan dengan pimpinan Yulihardin Wakil Ketua II.[serambinews]

Safaruddin (Koordinator YARA)Minta Penjelasan Tentang Qanun Wali Nanggroe, dan Surati DPRA
Banda Aceh - Selain pasal 205 Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) soal pengangkatan Kapolda Aceh harus disetujui Gubernur yang digugat ke MK, sekarang Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) surati Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), meminta penjelasan serta naskah akademik Qanun Nomor 8 tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe.

Direktur YARA Safaruddin mengatakan langkah ini dimaksud agar jangan nanti dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat Aceh YARA dianggap tidak berkomunikasi dengan DPRA selaku wakil rakyat Aceh.

“Harapan kami agar DPRA memberikan perhatian serius atas surat kami ini, jika tidak maka kami akan melakukan langkah konstitusional dalam memberikan bantuan hukum untuk masyarakat Aceh,”katanya kepada AJNN, Jumat (30/10).

Menurutnya, ini merupakan penyampaian aspirasi masyarakat Aceh yang di sampaikan secara konstitusional. Pengabaian atas aspirasi ini merupakan penghianatan kepada Rakyat Aceh yang telah memberikan mandat politik kepada wakilnya di DPRA

Dalam surat bertanggal 30 Oktober 2015 yang dialamatkan kepada Ketua DPRA itu, YARA meminta penjelasan dewan apakah Qanun Wali Nanggroe bertentangan atau dengan UU No 40 tahun 2008 tentang penghapusan Diskriminasi Ras dan etnis dan konvensi internasional penghapusan segala bentuk penghapusan diskriminasi dan rasial 1965 yang sudah di retivikasi melalui UU No 22 tahun 1999.

Dikatakan Safaruddin, Hal ini sangat penting mendapat penjelasan dari DPR Aceh karena beberapa masyarakat Aceh yang keberatan tersebut belum mendapatkan informasi yang lengkap terhadap keberadaan Lembaga Wali Nanggroe dan mereka meminta agar keberadaan pasal 96 UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh untuk dikaji ulang atau di hlangkan dalam UUPA karena dianggap telah mendiskriminasi sebagian masyarakat Aceh.[AJNN]

Lhokseumawe - Tak habisnya sejumlah deretan kasus dan juga bekas peninggalan konflik yang dulu masih tersisa di Aceh, pasca insiden meledaknya 2 bom dan juga penemuan sejumlah senjata api, sekarang satu mortil aktif yang ditemukan warga saat menjaring ikan di perairan selat malaka.

Informasi yang dikutip dari portalsatu.com, Ibrahim, 56 tahun, nelayan di Desa Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, menemukan satu mortir aktif saat menjaring ikan di perairan Selat Malaka, sekitar 2 mil dari pantai kawasan tersebut, Jumat, 30 Oktober 2015.

Informasi diterima portalsatu.com dari Geuchik Ujong Blang Teungku Basyir Husaini, awalnya Ibrahim bersama rekannya, Basri Harun, sekitar pukul 07.00 WIB pergi melaut untuk mencari ikan. Sekitar 2 mil dari pantai, mereka kemudian melempar jaringnya ke laut. Lalu, sekitar pukul 11.00 WIB tadi, Ibrahim mengangkat jaring ikan secara perlahan. Saat itu ia melihat ada sebuah benda seperti mortir dan langsung dievakuasi ke darat.

"Melihat benda tersebut, sejumlah warga memberitahukan temuan ini kepada Babinsa Koramil Banda Sakti," kata Teungku Basyir.

Informasi itu dibenarkan Kapolsek Banda Sakti Iptu Ramli Ishak bersama Danramil 16 Banda Sakti Kapten Arm Gunawan Supriyanto saat ditemui portalsatu.com di
Ujong Blang.

Menurut Iptu Ramli, awalnya masyarakat memberitahukan temuan tersebut kepada Babinsa Koramil yang diteruskan ke Danramil. Selanjutnya, Danramil bersama Kapolsek mengecek ke lokasi. "Mortir ini diperkirakan masih aktif," ujarnya.

Sekitar pukul 16.00 WIB tadi, mortir tersebut dievakuasi tim Penjinak Bom Detasemen B Brimob Polda Aceh, Jeulikat, Lhokseumawe, untuk diamankan.

Berdasarkan berita dilansir antaranews.com, nelayan Ujong Blang juga pernah menemukan mortir tersangkut pada jaring ikan di perairan laut sekitar 1,5 mil dari pantai desa itu, 13 Maret 2012. 

Usmani (40), nelayan penemu bahan peledak itu di Kota Lhokseumawe menyebutkan mortir tersebut tersangkut pada jaringnya ketika ia sedang mencari ikan di perairan pesisir pantai Selat Malaka, sekitar pukul 04.00 WIB.

"Mortir itu tersangkut di jaring, kemudian saya kembali ke daratan dan melaporkan adanya benda tersebut ke aparat TNI Kodim 0103/Aceh Utara di Lhokseumawe," kata Usmani seperti dikutip antaranews.com ketika itu.

Editor: Pak Gub

AMP - Bakal Calon Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan siap menutup masjid-masjid di AS dalam rangka melawan ISIS.

“Aku akan melakukan itu (penutupan masjid, red), pasti,” kata Trump dalam Fox Business Network ketika ditanya tanggapannya bagaimana jika AS juga menutup masjid sebagai bagian dari perang melawan ISIS seperti yang dilakukan Inggris.

Trump menambahkan, mungkin secara hukum saat ini tidak dibenarkan menutup masjid tetapi ada alasan yang harus diperhatikan.

“Itu tergantung pada apakah masjid tersebut, seperti Anda tahu, ditempati para beruang,” lanjutnya seperti dikutip New York Time, Kamis (22/10/2015).

Sontak, pernyataan Trump mendapat kecaman dari sejumlah pihak utamanya umat Islam. Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR) menilai pernyataan Trump itu bertentangan dengan konstitusi AS dan prinsip kebebasan beragam

"Rencana Donald Trump menutup masjid-masjid di AS dengan dalih melawan kelompok ekstrimis sangat tidak sesuai dengan konstitusi dan prinsip yang dihargai di AS tentang kebebasan beragama," kata Robert McCaw, Manager Bidang Pemerintahan CAIR.

McCaw menambahkan, pemerintah tidak berhak memutuskan keyakinan apa yang dapat diterima di AS.

Sebelumnya, Trump juga menuai kritik dari kelompok-kelompok Muslim pada bulan lalu ketika ia tidak membantah pendukungnya yang mengatakan:

"Kami memiliki masalah di negeri ini, yang disebut Muslim," katanya. [TRB]

AMP - Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan pengeboman Mal Alam Sutera tidak ada kaitannya dengan terorisme. ”Motifnya pemerasan, kriminal murni,” katanya dalam kunjungan ke Banda Aceh, Kamis, 29 Oktober 2015 seperti dikutip Tempo.

Menurut dia, sejauh ini belum bisa ditemukan adanya jaringan terorisme dalam kasus tersebut. Pelakunya juga sudah ditangkap. Dia sebelumnya sudah tiga kali melakukan percobaan pengeboman di mal yang sama. Tapi dua sebelumnya tidak sempat meledak.

Badrodin menambahkan, sebelum meletakkan bom, pelaku tersebut sudah mengirim e-mail ke pemilik mal untuk menyiapkan dana. ”Kalau tidak (diberi), akan diletakkan bom di situ. Motifnya pemerasan.”

Proses identifikasi tersangka, menurut dia, sudah dilakukan sejak dulu. Dari temuan bom kedua sudah diselidiki dan dideteksi dengan melihat CCTV di tempat kejadian dan sekitarnya. Polisi kemudian mengumpulkan bukti-bukti lain untuk menguatkan kecurigaan terhadap pelaku. ”Belum sampai bukti lain ditemukan, kemarin terjadi lagi,” ucapnya.

Ketika ditanya soal identitas pelaku, Kapolri enggan menjawab. Dia hanya mengatakan pelaku adalah pegawai perusahaan yang gedungnya berada di sebelah mal tersebut. ”Ini pemerasan karena kita sempat memasukkan uang Rp 1 juta,” tuturnya.

Sosok Pelaku Bom Alam Sutera

Berdasarkan informasi yang diperoleh CNN Indonesia, Leopard merupakan alumni STTIKOM Insan Unggul Jurusan Manajemen Informastik Konsentrasi Informatika & Komputer tahun 2005, lulus tahun 2008.

Leopard lahir di Rangkas Bitung, 3 Agustus 1986. Saat SMA, Leopard tercatat sebagai siswa di Krakatau Steel Cilegon lulus tahun 2005, dan sebelumnya menjadi siswa di SMP Mardi Yuana Cilegon. Dari data yang diperoleh, lelaki beragama Katolik ini tercatat tinggal di Perumahan Griya Serdang Indah Blok B16 Nomor 16, Cilegon, Banten, dan sudah menikah.

Polda Metro Jaya mengungkapkan, bom yang diduga diledakan Leopard menggunakan teknologi terbaru. Leopard yang kini ditetapkan tersangka disebut pernah membuat empat bom sebelum meledakannya di toilet mal tersebut.

Menurut Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti, polisi telah mendapatkan gambaran utuh mengenai latar belakang Leopard. “Pelaku sudah membuat lima bom, ada dua bom diledakan, dua bom gagal meledak, dan satu bom berhasil dijinakan,” ujar Krishna dalam konferensi pers di Markas Polda Metro Jaya hari ini, Kamis (29/10).

Bom yang disebut Krishna berhasil dijinakan adalah bom di Mal Alam Sutera sebelumnya yaitu 6 Juli 2015. Satu bom yang diletakan di mal yang sama bahkan pernah tak bisa meledak. Satu bom lain yang tidak meledak adalah di tong sampah, lagi-lagi di mal yang sama.

Leopard ditangkap di Kompleks Banten Indah Permai, Kota Serang, Banten, Rabu lalu (28/10). Bom disebut dirakit di dalam kamar tidur. [CNN]

Aryos Nivada
AMP - Pengamat Politik, Hukum dan Keamanan Aceh Aryos Nivada tanpa pasal 205 dalam UUPA ataupun ada sangat terbuka peluang polisi bermain mata dengan penguasa di setiap momentum Pilkada. 

Dirinya mengatakan tidak ada persoalan dengan pasa 205 Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) soal pengangkatan Kapolda Aceh harus disetujui Gubernur. Namun terpenting bagaimana fungsi element masyarakat sipil melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja aparat penegak hukum. 

“Jika melanggar maupun menyimpang dengan mendukung partai politik dan penguasa di eksekutif maka bisa dilaporkan ke Mabes Polri dan Kompolnas, Komnas HAM, dll. Pertanyaan apakah element masyarakat sipil ada menjalankan fungsi kontrol terhadap aparat kepolisian?,” ungkap Aryos. 

Jika diperlukan buat usulan masyarakat sipil kepada Pemerintah Aceh tentang mekanisme pengangkatan Kepala Kepolisian Aceh dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur. 

Sehingga jelas apakah bermain mata dengan penguasa atau tidak dalam proses pemberian persetujuan tersebut. Ia memiliki keyakinan pihak kepolisian tidak masalah Pasal itu diberlakukan bagi Aceh secara khsusus terhadap pengangkatan kapolda. Karena ada mekanisme yang ketat dalam penempatan seorang Kapolda di Aceh, karena Polda Aceh tipe A bukan tipe B. 

Peneliti Jaringan Survey Inisiatif itu menambahkan, pihak Mabes Polri memiliki syarat ataupun kriteria yang tidak sembarangan orang ditempatkan, salah satu syaratnya pasti akan mempertimbangkan orang daerah, memahami kultur Aceh. 

“Kalau pun tetap berkeinginan mengajukan judicial review maka Mahkamah Konstitusi harus benar-benar mempertimbangkan kematangan aspek yuridis yang di langgar dalam pasal tersebut dan efek sosiologis bagi masyarakat Aceh. Jika tidak ini akan menjadi bumerang bagi Aceh secara stabilitas keamanan atas reaksi publik masyarakat Aceh yang pro dan kontra,” ujarnya panjang lebar. 

Katanya, ia telah menelusuri asal mula diusulkan Pasal 205 pada Undang-Undang (UU) No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh disebutkan, penetapan Kapolda Aceh berdasarkan persetujuan dari Gubernur Aceh pada aspek filosofi dan historis ditemukan bahwa, pengusulan pasal itu pertimbangannya karena faktor ingin melakukan fungsi kontrol (chek and balance) terhadap penempatan kapolda di Provinsi Aceh. 

“Selain itu pengusulan pasal itu ketika dalam perjanjian MoU Helsinki para pengusul mempertimbangkan bahwa seorang kapolda yang ditempatkan di Aceh harus memahami tradisional wisdom, dimana seorang kapolda harus memahami kultur masyarakat Aceh,” tutup Penulis Buku Wajah Politik dan Keamanan Aceh.[Rill]

Banda Aceh - Polisi Daerah (Polda) Aceh melakukan pemusnahan ganja kering sebanyak 1,7 ton dan 11.997 batang ganja basah. Pemusnahan ini dipimpin langsung oleh Kapolri, Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Pemusnahan ini berlangsung di halaman Mapolda Aceh. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar secara bersama-sama, baik ganja kering maupun batang ganja.

"Kalau di sini kan ladangnya ganja, tapi kita harus cegah peredarannya, kata Badrodin yang didampingi Kapolda Aceh, Irjen Pol Husen Hamidi, Kamis (29/10).

Sedangkan adanya narkoba impor, Badrodin mengaku sudah melakukan antisipasi dan diputuskan mata rantai pengiriman. Karena selama ini Polri sangat gencar melakukan operasi tangkap tangan penyelundupan narkoba.

"Yang impor? sekarang ada operasi penyelundupan, mungkin sudah tidak ada lagi, Polri terus melakukan pengawasan," imbuh Badrodin.

Untuk diketahui, ganja yang dimusnahkan ini merupakan hasil operasi selama tahun 2014-2015 di beberapa kabupaten kota dengan cara tangkap tangan di jalan raya, maupun hasil penyelidikan dan pemantauan dan penggerebekan ladang ganja.Selain memusnahkan ganja, Badrodin juga melakukan pemantauan hasil tangkapan senjata milik pelaku kriminal bersenjata di Aceh. Seperti senjata milik kelompok Din Mini, Gambit, Raja Rimba dan sejumlah kelompok kriminal lainnya.

"Soal kriminal bersenjata, bisa saja mereka motif macam-macam, bisa narkoba, merampok. Intinya mereka melakukan segala cara untuk mendapatkan uang," jelas Badrodin.

Adapun jumlah senjata yang dipantau oleh Kapolri yang digelar di halaman Mapolda Aceh sebanyak 32 pucuk, magazen 28 buah dan 4.955 butir peluru berbagai ukuran.

Sementara tersangka sudah ditangkap sebanyak 38 orang dan ada 25 orang masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polda Aceh. Sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 6 orang dari kelompok Din Minimi.

Untuk kasus Din Minimi yang ditangkap ada 9 orang sudah P21, sebanyak 9 orang P19 dan 7 orag masih dalam proses penyidikan. Sedangkan yang masih DPO kelompok Dini Minim yang terus diburu sebanyak 21 orang.

"Kita akan terus buru pelaku kriminal bersenjata di Aceh dan juga pelaku pengedar narkoba," tandas Badrodin.[MDK]

Hayatullah Khumaini, Direktur LSM AURADoc. Ist
Banda Aceh- Lembaga Swadaya Masyarakat Advokasi Untuk Rakyat Aceh (AURA) menilai pernyataan Ketua Fraksi PA yang menyebut penggugat UU Nomor 11 tahun 2006 ke MK sebagai musuh dan pengkhianat rakyat Aceh, sesuatu yang tidak pantas.

Kepada The Globe Journal, Kamis (29/10/2015) Direktur AURA, Hayatullah Khumaini, SH, menilai apa yang disampaikan oleh Kautsar, dalam konferensi pers di Rumoh Aceh Luwak Kupi, di Banda Aceh, Rabu (SI 28/10/2015) merupakan sesuatu yang gegabah.

Dalam pandangan AURA, tambah Hayatullah, pernyataan tersebut merupakan sebuah kemunduran besar dalam demokrasi di Aceh dan ini merupakan sebuah intimidasi dan teror besar terhadap masyarakat sipil, dapat dikatakan sebagai demokrasi kriminal yang dilakukan oleh partai politik.

“Undang – Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 tahun 2006 bukanlah kitab suci maka sah – sah saja masyarakat sipil melakukan hal yang dianggap bertentangan dengan konstitusi negara. Semestinya Fraksi Partai Aceh  tidak perlu khawatir dalam menyikapi gugatan yang sudah diajukan oleh masyarakat sipil di Mahkamah Konstitusi,” ujar Hayatullah.

Oleh karena itu, LSM AURA berharap ke depan tidak ada lagi pernyataan-pernyataan yang sifatnya menyudutkan. Apalagi itu dilakukan oleh Ketua Fraksi PA yang juga mantan pegiat kemanusiaan.

“Memberi label terhadap seseorang atau lembaga yang melakukan judicial review UUPA dengan hal-hal yang sangat negatif merupakan perbuatan tidak baik dan provokatif. Jangan mendewakan sebauh produk UU yang diciptakan manusia, sedangkan di sisi lain, terus mengabaikan perintah (kewajiban-red) yang juga dilahirkan oleh UU,” imbuhnya.[TGJ]

Banda Aceh - Muzakarah Masalah Keagamaan Tahun 2015 Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyepakati lima poin dalam pelaksanaan ibadah di daerah itu.

"Pertama azan Jumat dua kali adalah disunahkan dan kedua memegang tongkat oleh khatib ketika khotbah Jumat adalah disunatkan," berikut hasil dari muzakarah masalah keagamaan yang dibacakan Kepala Sekretariat MPU Aceh Saifuddin di ruang serbaguna MPU Aceh, Aceh Besar, Selasa kemarin.

Dalam muzakarah, kata dia, masalah keagamaan yang berlangsung selama dua hari tersebut juga memutuskan muwalat pada khotbah Jumat adalah salah satu syarat dalam khutbah. Selanjutnya, mau'idhah yang panjang dengan bahasa selain arab dalam khutbah Jumat adalah masalah khilafiyah (satu pendapat memutuskan muwalat khotbah dan satu pendapat tidak memutuskan muwalat khutbah).

Poin terakhir yang juga disepakati dalam muzakarah yang dibuka dan ditutup secara resmi oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah adalah dalam rangka menjaga toleransi antara sesama umat Islam diharapkan kepada setiap khatib Jumat yang membaca mau'idhah yang panjang untuk mengulangi dua rukun khutbah.

Adapun tim perumus hasil muzakarah yang disepakati bersama oleh seluruh peserta adalah Prof. Tgk. Azman Ismail (ketua), Tgk. Mustafa Puteh (wakil), dan Prof. Syahrizal Abbas (sekretaris). Kemudian anggota tim perumus Tgk. H. Muhammad Amin Mahmud (Abu Tumin), Tgk. H. Usman Ali (Abu Kuta Krueng), Prof. Farid Wajdi Ibrahim, Tgk. H. Faisal Ali, dan Tgk. H. Syech Syamaun Risyad.
Wakil Ketua MPU Aceh Tgk. H.M. Daud Zamzamy mengajak semua pihak untuk saling duduk bersama jika ada masalah sehingga ada sebuah kesimpulan yang dapat disepakati dengan bijaksana. "Jika ada beda pendapat, mari duduk bersama untuk membahas masalah tersebut. Insya Allah persatuan dan kesatuan akan terus terjaga pada masa mendatang," katanya.(ROL)

Lhokseumawe - Wakil Ketua DPRK Lhokseumawe T. Sofianus menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada para wartawan. Surat pernyataan permohonan maaf itu dikirim ke sejumlah organisasi profesi wartawan di Lhokseumawe, Kamis, 29 Oktober 2015. Bersamaan dengan itu, para wartawan tengah bersiap-siap untuk menggelar aksi demo ke DPRK Lhokseumawe.

Informasi diperoleh portalsatu.com, pernyataan permohonan maaf T. Sofianus secara tertulis dikirim ke Sekretariat Persatuan Wartawan Aceh (PWA) di Lhokseumawe, sekitar pukul 11.45 WIB tadi. Tidak lama kemudian, surat pernyataan yang sama diterima pihak Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh Utara-Lhokseumawe.

Ketua Umum PWA, Maimun Asnawi dihubungi sekitar pukul 12.05 WIB tadi, mengatakan, ia mendapat informasi dari salah seorang anggotanya melalui telpon seluler bahwa di sekretariat organisasi profesi wartawan ini ada surat pernyataan permohonan maaf dari T. Sofianus yang baru saja diantar oleh staf Sekretariat DPRK Lhoskeumawe.

“Sekarang kami sedang bersama rekan-rekan wartawan di Seuramoe Kupi (Lhokseumawe), termasuk Bang Sayuti (Ketua PWI Aceh Utara-Lhokseumawe). Ini sedang persiapan aksi demo ke DPRK Lhokseumawe sebagai bentuk protes terhadap pernyataan Wakil Ketua DPRK Lhokseumawe T. Sofianus yang melecehkan profesi wartawan di depan para mahasiswa yang sedang demo, kemarin. Aksi demo para wartawan nanti sekitar pukul 14.00 WIB,” ujar Maimun.

Informasi tentang rencana aksi demo (unjuk rasa) para wartawan ke DPRK Lhokseumawe juga disampaikan Rahmad YD, fotografer LKBN Antara. Ia bersama kawan-kawannya tengah menyiapkan sejumlah poster, termasuk pernyataan sikap protes terhadap Wakil Ketua DPRK Lhokseumawe, T. Sofianus yang dinilai telah melecehkan profesi wartawan.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRK Lhokseumawe T. Sofianus dalam pernyataan tertulis dikirim ke PWA mengatakan, ia secara pribadi maupun selaku pimpinan DPRK memohon maaf kepada para wartawan.

“Baik secara pribadi maupun selaku pimpinan DPRK Lhokseumawe, saya T. Sofianus memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada mass media, baik media cetak, media online maupun media elektronik atas sikap maupun ucapan saya tatkala merespon tuntutan para mahasiswa dalam demo memperingati Hari Sumpah Pemuda di halaman depan Kantor DPRK Lhokseumawe pada Rabu tanggal 28 Oktober 2015,” tulisnya.

“Yang tanpa kami sadari atau mungkin karena kami terlalu bersemangat dalam merespon tuntutan para mahasiswa sehingga mengeluarkan kata-kata yang sedikit berlebihan yang menyinggung perasaan profesi wartawan, padahal sedikit pun kami tidak bermaksud demikian, saya selaku manusia biasa mohon maaf yang sebesar-besarnya terhadap kekhilafan ini,” tulis T. Sofianus lagi.

Berikut isi pernyataan permohonan maaf T. Sofianus, Wakil Ketua DPRK Lhokseumawe versi asli sebagaimana yang dikirim ke PWA:
Lhokseumawe, 29 Oktober 2015

Yang terhormat,

Pimpinan

Persatuan Wartawan Aceh (PWA)

Kota Lhokseumawe

Di
Tempat

Perihal: Permohonan Maaf

Assalamualaikum Wr. Wb.

Pada hari ini Kamis, tanggal 29 Oktober 2015, baik secara Pribadi maupun selaku Pimpinan DPRK Lhokseumawe, saya T.Sofianus memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Mass Media, Baik Media Cetak, Media Online maupun Media Elektronik atas sikap maupun ucapan saya tat kala merespon tuntutan para mahasiswa dalam demo memperingati Hari Sumpah Pemuda di halaman Depan Kantor DPRK Lhokseumawe Pada Rabu tangal 28 Oktober 2015, yang tanpa kami sadari atau mungkin karena kami terlalu bersemangat dalam merespon tuntutan para mahasiswa sehingga mengeluarkan kata-kata yang sedikit berlebihan yang menyinggung perasaan profesi wartawan, padahal sedikitpun kami tidak bermaksud demikian, saya selaku manusia biasa mohon maaf yang sebesar-besarnya terhadap kekhilafan ini, mengingat mass media yang berada dikota Lhokseumawe dan sekitarnya merupakan mitra bagi kami lembaga DPRK Lhokseumawe, semoga kedepannya ini menjadi pelajaran bagi saya serta berharap dapat terus menjalin hubungan kerja kedepan dengan lebih baik dan harmonis dan sekali lagi harapan saya agar pernyataan yang saya lontarkan tersebut dengan tanpa kesengajaan agar dapat dimaafkan.

Wabillahitaufiq Walhidayah,

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Hormat kami,

T.Sofianus
Wakil Ketua DPRK Lhokseumawe

Portalsatu

Denmark – Seorang Aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang Komitmen dengan perdamaian RI-GAM , Wareeh, yang saat ini bermukim di Aalborg, Denmark ( Skandinavia) menyampaikan sikap kritis dan prihatinnya terhadap apa yang telah terjadi di kalangan sesana elit pemimpin GAM dan eks kombatan.

” Secara jelas saya sampaikan mewakili diri saya pribadi sebagai anak bangsa, bahwa faktor kesejahteraan rakyat Aceh tidak terlepas dari solidnya para leader GAM yang telah dua priode menjalankan pemerintahan Aceh. Tentu hal ini untuk meraih cita-cita agar rakyat Aceh lebih sejahtera hidupnya waktu esok dibandingkan hari ini. Masih banyak anak-anak dan perempuan korban konflik yang belum merasakan sejahtera secara ekonomi dalam hidupnya saat Aceh sudah damai. Ini menjadi tanggung jawab penuh gubernur / wakil gubernur, para pasangan bupati dan walikota serta anggota dewan dari partai lokal,” ujar Wareeh saat menghubungi redaksi Acehfokus dalam percakapan saluran internasional WhatsApp, Rabu malam ( 28/10).

Ia mengingatkan pula, bahwa partai-partai lokal eksis di Aceh karena salah satu amanat MoU Helsinki.

Wareeh juga menyayangkan konflik kepentingan antara sesama elit GAM dan eks kombatan saat pilkada tahun 2012 silam serta menjelang pilkada 2017 mendatang.

“Seharusnya elit-elit GAM yang sudah bermukim di Nanggroe jangan terpecah belah karena masalah kepentingan politik dan kekuasaan. Begitu juga elit-elit eks kombatan GAM. Seharusnya para leader ini tetap solid, atau mesti melakukan rekonsiliasi secara ke-Aceh-an. Bila para leader GAM saja tidak bersatu, bagaimana pula mencetak kader-kader pemimpin masa depan Aceh melalui partai – partai lokal bisa berjalan ?”, GAM dan Eks Kombatan harus membimbing generasi muda;  ujar Wareeh dengan nada prihatin.

Padahal, menurutnya, tantangan kehidupan bagi generasi muda Aceh sangatlah berat.

“Bila tidak dipersiapkan sejak sekarang dengan memberi peluang dan dukungan bagi anak-anak fakir miskin baik korban konflik atau korban bencana Tsunami untuk  mengenyam pendidikan tinggi dan ditambah pengkaderan anak negerasi bangsa untuk bisa berintegrita sebanyak mungkin dan dapat berpartisipasi dalam kancah demokrasi 5 tahun kedepan dengan menciptakan calon-calon kader eksekutif, legislatif dan yudikatif yang didalam jiwa dan pikiran mereka tertanam sikap dan rasa nasionalisme ke Aceh-an yang tidak diragukan. Kapan lagi kader-kader pemimpin Aceh dilatih kalau bukan dari hari ini.?

Jangan setiap dekat pilkada atau pemilu legislatif, partai lokal baru sibuk cari kader,” pungkas Wareeh. Harapan Wareeh, GAM dan Eks kombatan GAM harus bisa menjadi Role Model dimata rakya dan dunia.

Syukri Ibrahim yang akrab di sapa Wareeh Al Asyi , Penerima Suaka Politik dari UNHCR, saat ini bermukim di kota Aalborg, Denmark. (acehfokus.net)

AMP - Partai Nasional Aceh (PNA) hari Rabu (28/10/2015) menyelenggarakan Rapat Pimpinan di Gedung BKOW, Taman Sari Kota Banda Aceh. Kali ini Rapim PNA tersebut mengusung tajuk “Satu Tekad Menuju Pilkada 2017”. Hal ini dilakukan untuk merapatkan kembali barisan seluruh Pimpinan Partai Nasional Aceh dan kader-kader menuju Pilkada 2017.

Pada rapat pimpinan ini, Partai Nasional Aceh mengagendakan agenda khusus terkait penguatan PNA serta menyiapkan kandidat Kepala Daerah menuju Pilkada 2017 baik di tingkat Kabupaten/Kota maupun Propinsi melalui jalur partai ataupun independen.

Irwandi Yusuf menyebutkan kepada awak medai bahwa Partai Nasional Aceh menyikapi pilkada 2017 mendatang hanya dengan mengusulkan Kandidat dan tidak mengusung Kandidat yang sudah diatur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Partai Nasional Aceh hanya punya hak untuk mengusulkan kandidat calon, bukan mengusung calon kandidat dan hal ini sesuai porsi yang dimiliki Partai Nasional Aceh di DPRA,” ungkap orang nomor satu di Partai Nasional Aceh ini.

Terkait pengusulan nama Irwandi Yusuf sebagai calon Gubernur Aceh, partai menunggu usulan-usulan dari kader-kadernya yang akan segera dirapatkan kembali dan hal ini belum final.

Berkenaan dengan isu yang beredar di warga Aceh, bahwa petinggi Partai Nasional Aceh, Irwandi Yusuf akan disandingkan sebagai Calon Wakil Gubernur Aceh dengan Muzakir Manaf menjadi sebuah perhatian PNA tersendiri. Irwandi menyebutkan bahwa kemungkinan-kemungkinan isu tersebut bisa saja terjadi dan kemungkinan-kemungkinan tersebut menjadi pembahasan dan akan segera dirapatkan oleh petinggi dan kader-kader PNA.

“Kemungkinan-kemungkinan isu tersebut menjadi perhatian kami dan akan kami bahas di tubuh Partai Nasional Aceh, namun terkait pencalonan Nomor 2 hal tersebut tidak ada diatas meja dan kami tidak membahas hal tersebut”, tepis Irwandi Yusuf saat ditanyakan awak media.

Terkait tidak mungkinnya Partai Nasional Aceh mengusung nama Irwandi Yusuf sebagai calon Gubernur Aceh, maka pihak PNA dalam hal ini belum mengambil sikap apapun, apakah Partai akan tetap mengusulkan nama Irwandi Yusuf sebagai salah satu calon kandidat Kepala Daerah atau tidak.

Namun, masih ada opsi-opsi lainnya yang memungkinkan PNA untuk tetap mengusulkan nama Irwandi Yusuf sebagai salah satu calon pasangan Kepala Daerah yaitu berkoalisi dengan partai-partai lainnya di Aceh baik berkoalisi dengan partai lokal maupun nasional.

Jalur independen juga menjadi pilihan kedua jika memang partai Nasional Aceh ini tidak dapat mengusung nama Irwandi Yusuf sebagai calon kandidat Kepala Daerah di Pilkada 2017.

“Saya belum menyatakan diri apakah akan maju sebagai kandidat Kepala Daerah melalui Partai atau melalui mekanisme Independen, jawaban tersebut akan terjawab di awal tahun 2016 nanti, ditunggu saja ya,” tegasnya.[harianaceh]

Ilustrasi
AMP - Lebih dari 100 warga Dusun Lubuk Raya di Desa Rimba Raya, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, terpaksa harus mengungsi karena kampung mereka dimasuki kawanan gajah liar Sumatera.

Camat Pintu Rime Gayo, Mukhtar, mengatakan, Rabu (28/10/2015), bahwa sebanyak 139 jiwa warga di kawasan pedalaman meninggalkan rumah mereka karena puluhan ekor gajah liar memasuki dusun mereka, Selasa kemarin.

“Warga terpaksa mengungsi karena mereka trauma sebab sebelumnya beberapa kali gajah menganggu dan ada warga meninggal diamuk gajah,” katanya melalui telepon kepada acehkita.com

Akhir Januari lalu, seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun tewas setelah diamuk gajah yang menyerang rumahnya di Desa Musarapakat. Desa itu berbatasan dengan Rimba Raya. Sebelumnya November dan Agustus 2014, dua orang petani di kawasan Pinto Rime Gayo juga tewas dinjak-injak kawanan gajah liar yang memasuki kebun mereka.

“Warga sangat khawatir akan terjadi kasus serupa. Makanya seluruh warga Lubuk Raya telah mengungsi dan tidak ada seorangpun yang tertinggal di dusunnya karena mereka takut,” tutur Mukhtar.

Dia menjelaskan, warga yang sebagian besar petani tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi kawanan gajah liar. Selain rumah warga letaknya berjauhan, mereka tak punya peralatan untuk mengusir kawanan gajah.

Kawanan gajah yang jumlahnya diperkirakan 30 ekor masuk ke kawasan pedalaman itu sejak tiga minggu lalu. Tetapi, pada Selasa siang, kawanan gajah mulai memasuki permukiman penduduk sehingga mereka memutuskan untuk mengungsi.

Untuk mengevakuasi warga, tambahnya, pihak kecamatan menjemput mereka yang ketakutan dengan mobil bantuan warga di ibukota kecamatan. Jarak antara ibukota kecamatan dan dusun Lubuk Raya di desa Rimba Raya 20 kilometer.

Proses evakuasi warga selesai dilakukan menjelang Maghrib dan tadi malam mereka tidur di kantor camat. Pihak kecamatan telah mendirikan dapur umum.

“Mereka akan bertahan di tempat pengungsian sampai kawanan gajah tidak ada lagi di desanya,” kata Mukhtar.

“Warga hanya berharap agar pihak terkait segera mengusir kawanan gajah sehingga mereka bisa pulang ke kampungnya sebab semua harta benda ditinggalkan di rumah mereka.”

Dia menambahkan bahwa sejauh ini belum ada upaya serius dari pihak terkait untuk mengatasi konflik gajah dan manusia di daerahnya karena “ini adalah kasus kelima yang terjadi dalam 15 bulan terakhir.”

Ketika kawanan gajah mulai mendekati kawasan permukiman penduduk, binatang yang dilindungi itu merusak tanaman warga seperti kelapa, tebu, pinang, dan coklat.

Tetapi, Mukhtar mengaku belum punya data berapa kerugian yang dialami warganya akibat amukan gajah.(Acehkita)
loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget