AMP - Terletak di antara batu karang, telapak kaki ukuran 6 X 2,5 meter itu
menghadap ke laut luas. Di dalamnya dipenuhi air berwarna kuning
keemasan. Tak jauh dari sana, bukit hijau menjulang. Kain putih sebagai
penanda terpasang beberapa meter dari tapak.
Itulah tapak kaki Tuan Tapa, tokoh dalam cerita legenda Aceh Selatan. Keberadaan tapak yang terletak di kaki Gunung Lampu, Tapak Tuan, ini menjadi daya tarik wisatawan.
Untuk berkunjung ke sana memang tidak mudah. Pengunjung harus melewati batu karang beragam ukuran. Jangan takut tersesat. Di sana, sudah ada petunjuk berupa garis putih yang dicat di setiap batu. Tinggal mengikuti arah tersebut, tapak raksasa siap memanjakan mata.
Itulah tapak kaki Tuan Tapa, tokoh dalam cerita legenda Aceh Selatan. Keberadaan tapak yang terletak di kaki Gunung Lampu, Tapak Tuan, ini menjadi daya tarik wisatawan.
Untuk berkunjung ke sana memang tidak mudah. Pengunjung harus melewati batu karang beragam ukuran. Jangan takut tersesat. Di sana, sudah ada petunjuk berupa garis putih yang dicat di setiap batu. Tinggal mengikuti arah tersebut, tapak raksasa siap memanjakan mata.
Percaya atau tidak, cerita legenda tapak Tuan Tapa menjadi cikal bakal
nama ibu kota Aceh Selatan, yaitu Tapaktuan. Kota ini terletak sekitar
440 kilometer dari ibukota provinsi Aceh.
Legenda Tapak Tuan menjadi cerita rakyat turun temurun dan dipercaya masyarakat di sana. Meski kini tapak tidak lagi alami, tapi lokasi tersebut masih memikat hati pengunjung.
"Menurut cerita di sini dulu memang ada jejak tapak ini. Biar agar tidak hilang, makanya sekarang sudah dibuat begini," kata seorang pemandu, Khairil, kepada detikcom, Sabtu (24/10/2015).
Pengelola objek wisata Tapak Tuan Tapa, Chaidir Karim, mengisahkan, dulu di sana hidup seorang pertapa sakti bertubuh raksasa yang sangat taat kepada Allah. Syech Tuan Tapa, namanya. Suatu hari, ada dua naga dari negeri Cina menemukan seorang bayi terapung di tengah laut. Mereka kemudian menyelamatkan bayi itu dan merawatnya hingga tumbuh dewasa.
Beberapa tahun kemudian, kedua orangtua bayi yang menjadi raja dan permaisuri di Kerajaan Asralanoka mengetahui keberadaan putri mereka. Raja meminta kembali buah hatinya pada kedua naga. Permintaan itu ditolak. Tanpa pikir panjang, raja membawa lari putrinya naik ke dalam kapal.
"Kedua naga marah dan mengejar raja hingga terjadi pertempuran di tengah laut. Hal itu menyebabkan semedi Tuan Tapa terusik," kata Chaidir.
Tuan Tapa lalu keluar dari gunung tempat ia bertapa dan melangkah ke sebuah gunung. Saat berdiri di puncak gunung, Tuan Tapa hendak melontarkan tubuh ke arena pertempuran. "Jejak kaki saat dia berdiri itulah yang membekas di sini," ungkapnya.
Legenda Tapak Tuan menjadi cerita rakyat turun temurun dan dipercaya masyarakat di sana. Meski kini tapak tidak lagi alami, tapi lokasi tersebut masih memikat hati pengunjung.
"Menurut cerita di sini dulu memang ada jejak tapak ini. Biar agar tidak hilang, makanya sekarang sudah dibuat begini," kata seorang pemandu, Khairil, kepada detikcom, Sabtu (24/10/2015).
Pengelola objek wisata Tapak Tuan Tapa, Chaidir Karim, mengisahkan, dulu di sana hidup seorang pertapa sakti bertubuh raksasa yang sangat taat kepada Allah. Syech Tuan Tapa, namanya. Suatu hari, ada dua naga dari negeri Cina menemukan seorang bayi terapung di tengah laut. Mereka kemudian menyelamatkan bayi itu dan merawatnya hingga tumbuh dewasa.
Beberapa tahun kemudian, kedua orangtua bayi yang menjadi raja dan permaisuri di Kerajaan Asralanoka mengetahui keberadaan putri mereka. Raja meminta kembali buah hatinya pada kedua naga. Permintaan itu ditolak. Tanpa pikir panjang, raja membawa lari putrinya naik ke dalam kapal.
"Kedua naga marah dan mengejar raja hingga terjadi pertempuran di tengah laut. Hal itu menyebabkan semedi Tuan Tapa terusik," kata Chaidir.
Tuan Tapa lalu keluar dari gunung tempat ia bertapa dan melangkah ke sebuah gunung. Saat berdiri di puncak gunung, Tuan Tapa hendak melontarkan tubuh ke arena pertempuran. "Jejak kaki saat dia berdiri itulah yang membekas di sini," ungkapnya.
Tuan Tapa berhasil membunuh kedua naga dengan menggunakan tongkat. Saat
itu, niat Tuan Tapa untuk menyelamatkan bayi yang telah menjadi seorang
putri. Ternyata, maksud baik Tuan Tapa membuat kedua naga marah besar
sehingga terjadi pertempuran.
Singkat cerita, pertarungan itu dimenangkan oleh Tuan Tapa. Sang putri pun kembali ke pelukan raja dan permaisuri. Tapi keduanya tidak kembali lagi ke kerajaan dan memilih menetap di Aceh.
"Keberadaan mereka di tanah Aceh diyakini sebagai cikal bakal masyarakat Tapaktuan," jelasnya.
Singkat cerita, pertarungan itu dimenangkan oleh Tuan Tapa. Sang putri pun kembali ke pelukan raja dan permaisuri. Tapi keduanya tidak kembali lagi ke kerajaan dan memilih menetap di Aceh.
"Keberadaan mereka di tanah Aceh diyakini sebagai cikal bakal masyarakat Tapaktuan," jelasnya.
Tak lama berselang setelah kejadian itu, Syech Tuan Tapa menghilang disebuah lokasi. Oleh masyarakat Tapaktuan, lokasi tersebut diyakini sebagai makam Tuan Tapa. Letaknya di depan Masjid Tuo di Kelurahan Padang, Kecamatan Tapaktuan. Hingga kini, makam tersebut masih ramai dikunjungi.
Selain tapak raksasa, tak jauh dari sana juga terdapat batu di tengah laut yang diyakini sebagai kopiah Tuan Tapa yang kini sudah menjadi batu. Kopiah itu terlepas saat pertarungan terjadi. tongkat yang sudah menjadi batu pun ada di sana.
Berjarak lima kilometer dari lokasi tapak, ada karang berbentuk hati di Desa Batu Itam dan sisik naga di Desa Batu Merah. Menurut cerita, bekas potongan tubuh naga jantan yang kalah bertarung. Ada juga karang berbentuk layar kapal di Pantai Batu Berlayar, Desa Damar Tutong, Kecamatan Samadua, Aceh Selatan, yang terletak sekitar 20 kilometer dari tapak kaki raksasa. Konon karang itu sisa kapal raja dan permaisuri Kerajaan Asralanoka yang hancur ketika pertempuran.
"Sekarang banyak wisatawan yang berkunjung ke sini," kata Khairil.
Penasaran dengan telapak raksasa? Yuk kunjungi kabupaten berjuluk Kota Naga ini.[detik.com]
loading...
Post a Comment