BANDA ACEH - Organisasi antara bangsa PuKAT (Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki) menyesali adanya sekelompok muslim berada dalam kondisi yang tak diinginkan dan kemudian menyakiti kelompok lain yang memiliki agama yang berbeda.
Aktivis di PuKAT, Nia Deliana, di Banda Aceh, mengatakan alasan-alasan yang menyebabkan kelompok di selatan Aceh melakukan aksi tersebut tidak bisa didiamkan. Aksi tersebut merupakan sebuah kesalahan umum bagi semua komunitas muslim di Aceh, dan khususnya di Singkil.
“Informasi tentang itu ini mendarat di telinga kita ketika sebuah organisasi terkemuka di Istanbul tengah melaksanakan sebuah kegiatan yang melibatkan pemimpin-pemimpin agama Asia Pasifik, kegiatan yang dibuat untuk dapat melahirkan mekanisme mekanisme untuk meningkatkan kondisi komunitas Islam di wilayah masing-masing sekilas kiprahnya secara global,” kata Nia mengutip kabar dari Dr Mehmet Ozay, seorang sosiolog pengamat perkembangan Asia Tenggara yang berasal dari Istanbul, Jumat 16 Oktober 2015.
Nia yang merupakan Magister Sejarah dan Peradaban lulusan Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM) menjelaskan, Aceh merupakan tanah dikenal tak hanya di kalangan Sumatra, Semenanjung Melayu, tapi juga geografi-geografi lainnya bahkan hingga Amerika yang dimulai sejak abad-abad awal ekspansi Islam di Asia Tenggara.
“Aceh diakui telah melahirkan kebudayaan dan peradaban Islam di seluruh dunia Melayu. Dari bahasa hingga arsitektur, dari pusat pendidikan hingga buku-buku tulisan tangan, telah mampu menyatukan tidak hanya semua masyarakat Aceh tapi juga semua Muslim di Nusantara. Kami, sebagai pihak PuKAT tidak menyalahkan penyerang, sebaliknya mengharapkan kebaikan mereka. Kami harap, mereka memahami kesalahan mereka atau mencoba memahami apa yang salah dengan diri mereka karena jelas ada yang salah dengan pemahahaman dan persepsi dari para penyerang,” kata Nia.
Nia mengatakan, sebagai sesama saudara, kira perlu melaksanakan kebaikan-kebaikan yang sesuai dengan ajaran dan pemahaman agama Islam.
“Ya, benar bahwa ada banyak interpretasi dalam ajaran Islam. Namun kita sebagai muslim tentu tidak akan ragu untuk saling mengingatkan melalui ajaran-ajaran yang disebutkan dalam al-Quran, sunnah nabi, dan tradisi Islam yang agung dari para leluhur kita,” kata Nia.
Mengutip Dr Mehmet Ozay, Nia mengatakan, masyarakat Aceh harus terlebih dahulu mampu menjadi hakim bagi diri sendiri.
“Ada banyak tugas dan kewajiban yang sedang menanti Aceh. Tetapi nampaknya kita tidak menyadari hal ini. Satu saja prinsip Islam yang perlu menjadi pembimbing kita, “amr’ bi’l ma’ruf wa nahy ‘anil munkar”, dimulai dari diri sendiri, keluarga kita, tetangga-tentangga kita, dan kaum masyarakat yang lebih besar sesuai dengan kapasitas kemampuan, pengetahuan, praktik, dan bahkan dalam doa-doa kita,” kata Nia.
“Kami, sebagai anggota PuKAT, dengan rendah hati mencoba berkontribusi dalam hubungan kebudayaan dalam berbagai aspek termasuk agama. Ada gereja Katholik yang diperbolehkan pembangunan untuk menolong komunitas katholik di Banda Aceh pada masa kesultanan Aceh,” kata Nia.
Menurutnya, pemimpin dan ulama tidak melakukan tindakan yang melawan atau membahayakan keberadaan satu golongan penganut agama dan mereka bebas dalam praktik ibadahnya. Dan orang-orang yang beriman sepatutnya lebih mengerti dari mereka yang tidak beragama, meskipun ada perbedaan-perbedaan yang tajam.
“Sebagai Muslim kita patut mengundang, menjelaskan, memberikan pertolongan bagi semua pihak di sekitar kita tanpa ada sedikitpun diskriminasi. Siapa tahu dengan kebaikan kita itu mereka akan menjadi orang-orang yang lebih baik dengan sesamanya. Mari kita saling tolong menolong dalam membangun sebuah lingkungan yang sehat dan berarti dengan merujuk pada sekurang-kurangnya nilai yang telah dilahirkan dalam tradisi Islam leluhur kita di kawasan ini,” kata Nia Deliana atas nama PuKAT. (portalsatu.com)
Aktivis di PuKAT, Nia Deliana, di Banda Aceh, mengatakan alasan-alasan yang menyebabkan kelompok di selatan Aceh melakukan aksi tersebut tidak bisa didiamkan. Aksi tersebut merupakan sebuah kesalahan umum bagi semua komunitas muslim di Aceh, dan khususnya di Singkil.
“Informasi tentang itu ini mendarat di telinga kita ketika sebuah organisasi terkemuka di Istanbul tengah melaksanakan sebuah kegiatan yang melibatkan pemimpin-pemimpin agama Asia Pasifik, kegiatan yang dibuat untuk dapat melahirkan mekanisme mekanisme untuk meningkatkan kondisi komunitas Islam di wilayah masing-masing sekilas kiprahnya secara global,” kata Nia mengutip kabar dari Dr Mehmet Ozay, seorang sosiolog pengamat perkembangan Asia Tenggara yang berasal dari Istanbul, Jumat 16 Oktober 2015.
Nia yang merupakan Magister Sejarah dan Peradaban lulusan Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM) menjelaskan, Aceh merupakan tanah dikenal tak hanya di kalangan Sumatra, Semenanjung Melayu, tapi juga geografi-geografi lainnya bahkan hingga Amerika yang dimulai sejak abad-abad awal ekspansi Islam di Asia Tenggara.
“Aceh diakui telah melahirkan kebudayaan dan peradaban Islam di seluruh dunia Melayu. Dari bahasa hingga arsitektur, dari pusat pendidikan hingga buku-buku tulisan tangan, telah mampu menyatukan tidak hanya semua masyarakat Aceh tapi juga semua Muslim di Nusantara. Kami, sebagai pihak PuKAT tidak menyalahkan penyerang, sebaliknya mengharapkan kebaikan mereka. Kami harap, mereka memahami kesalahan mereka atau mencoba memahami apa yang salah dengan diri mereka karena jelas ada yang salah dengan pemahahaman dan persepsi dari para penyerang,” kata Nia.
Nia mengatakan, sebagai sesama saudara, kira perlu melaksanakan kebaikan-kebaikan yang sesuai dengan ajaran dan pemahaman agama Islam.
“Ya, benar bahwa ada banyak interpretasi dalam ajaran Islam. Namun kita sebagai muslim tentu tidak akan ragu untuk saling mengingatkan melalui ajaran-ajaran yang disebutkan dalam al-Quran, sunnah nabi, dan tradisi Islam yang agung dari para leluhur kita,” kata Nia.
Mengutip Dr Mehmet Ozay, Nia mengatakan, masyarakat Aceh harus terlebih dahulu mampu menjadi hakim bagi diri sendiri.
“Ada banyak tugas dan kewajiban yang sedang menanti Aceh. Tetapi nampaknya kita tidak menyadari hal ini. Satu saja prinsip Islam yang perlu menjadi pembimbing kita, “amr’ bi’l ma’ruf wa nahy ‘anil munkar”, dimulai dari diri sendiri, keluarga kita, tetangga-tentangga kita, dan kaum masyarakat yang lebih besar sesuai dengan kapasitas kemampuan, pengetahuan, praktik, dan bahkan dalam doa-doa kita,” kata Nia.
“Kami, sebagai anggota PuKAT, dengan rendah hati mencoba berkontribusi dalam hubungan kebudayaan dalam berbagai aspek termasuk agama. Ada gereja Katholik yang diperbolehkan pembangunan untuk menolong komunitas katholik di Banda Aceh pada masa kesultanan Aceh,” kata Nia.
Menurutnya, pemimpin dan ulama tidak melakukan tindakan yang melawan atau membahayakan keberadaan satu golongan penganut agama dan mereka bebas dalam praktik ibadahnya. Dan orang-orang yang beriman sepatutnya lebih mengerti dari mereka yang tidak beragama, meskipun ada perbedaan-perbedaan yang tajam.
“Sebagai Muslim kita patut mengundang, menjelaskan, memberikan pertolongan bagi semua pihak di sekitar kita tanpa ada sedikitpun diskriminasi. Siapa tahu dengan kebaikan kita itu mereka akan menjadi orang-orang yang lebih baik dengan sesamanya. Mari kita saling tolong menolong dalam membangun sebuah lingkungan yang sehat dan berarti dengan merujuk pada sekurang-kurangnya nilai yang telah dilahirkan dalam tradisi Islam leluhur kita di kawasan ini,” kata Nia Deliana atas nama PuKAT. (portalsatu.com)
loading...
Post a Comment