AMP - Suasana mencekam menyelimuti di Lingkaran Abepura, Jayapura sepanjang Selasa (31/5) kemarin. Lali lintas macet total, pemilik kios dan pedagang lebih memilih tak beraktivitas, sopir angkutan umum hingga taksi pun jua tak meladeni penumpang.
Ini terjadi karena demonstrasi yang digelar Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Ya, meskipun sehari sebelumnya, polisi sudah menegaskan bahwa KNPB merupakan organisasi yang dilarang di NKRI, aksi kemarin malah tetap berjalan.
Massa KNPB dengan leluasa menutup berbagai badan jalan dan meneriakkan yel-yel yang bertentangan dengan NKRI, namun tak mendapat respons apapun.
Bahkan niat sekitar 100 orang di Lingkaran Abepura untuk melakukan long march ke Perumnas III Waena juga terkesan diakomodir dengan dikawal dalam bentuk pengawalan hingga ke lokasi tujuan. Akibatnya, ratusan kendaraan baik mobil, motor dengan berbagai kepentingan harus antre. Begitu juga mereka yang harus ke bandara juga harus ikut berjejer menanti hampir satu jam untuk bisa keluar dari antrean.
Tak hanya itu, jalan alternatif yang sejatinya bisa dipakai untuk memudahkan pengguna jalan memanfaatkan waktu lebih cepat sampai ke Jayapura maupun sebaliknya ternyata tak bisa. Sejak pagi jalur ini ditutup aksesnya karena diduduki oleh pedemo. Catatan kelam yang pernah terjadi sebelumnya juga memaksa pemilik kios dan toko bahkan taksi umum memilih tak beroperasi ketimbang harus merugi.
“Ini yang menjadi pertanyaan kami kok sepertinya tak ada tindakan tegas dari aparat. Kalau mereka (Polisi) mengatakan organisasi ini terlarang dan bertentangan dengan NKRI mengapa tetap dibiarkan, malah difasilitasi. Aneh sekali kok permintaan kelompok seperti ini bisa dituruti,” kata Ferdi, salah satu pemuda asal Sentani yang siang kemarin berpapasan dengan Cenderawasih Pos di pertigaan Zipur Waena.
Dia menilai, bila mau dibubarkan sebaiknya dibubarkan sebab dirinya yakin masyarakat lebih banyak yang mendukung dan menanti tindakan tegas kepolisian. “Kenapa tidak dinaikkan di truk saja, malah dibiarkan jalan kaki dan semuanya macet. Kami warga sipil sebenarnya bisa menuntut aparat karena kenyamanan kami terganggu dan kami dirugikan,” kata pria bergelar S1 ini.
Pantauan Cenderawasih Pos, di jalan Perumnas III Waena sendiri sempat lumpuh total karena pedemo menutupi seluruh jalan. Pemilik kios, toko dan warga juga memilih tak berjualan dan tak sedikit yang mengintip dari ketinggian maupun di balik pagar. Setelah beberapa kelompok pedemo ini berkumpul di putaran taksi Perumnas III Waena, satu per satu orator mulai berorasi.
Ini terjadi karena demonstrasi yang digelar Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Ya, meskipun sehari sebelumnya, polisi sudah menegaskan bahwa KNPB merupakan organisasi yang dilarang di NKRI, aksi kemarin malah tetap berjalan.
Massa KNPB dengan leluasa menutup berbagai badan jalan dan meneriakkan yel-yel yang bertentangan dengan NKRI, namun tak mendapat respons apapun.
Bahkan niat sekitar 100 orang di Lingkaran Abepura untuk melakukan long march ke Perumnas III Waena juga terkesan diakomodir dengan dikawal dalam bentuk pengawalan hingga ke lokasi tujuan. Akibatnya, ratusan kendaraan baik mobil, motor dengan berbagai kepentingan harus antre. Begitu juga mereka yang harus ke bandara juga harus ikut berjejer menanti hampir satu jam untuk bisa keluar dari antrean.
Tak hanya itu, jalan alternatif yang sejatinya bisa dipakai untuk memudahkan pengguna jalan memanfaatkan waktu lebih cepat sampai ke Jayapura maupun sebaliknya ternyata tak bisa. Sejak pagi jalur ini ditutup aksesnya karena diduduki oleh pedemo. Catatan kelam yang pernah terjadi sebelumnya juga memaksa pemilik kios dan toko bahkan taksi umum memilih tak beroperasi ketimbang harus merugi.
“Ini yang menjadi pertanyaan kami kok sepertinya tak ada tindakan tegas dari aparat. Kalau mereka (Polisi) mengatakan organisasi ini terlarang dan bertentangan dengan NKRI mengapa tetap dibiarkan, malah difasilitasi. Aneh sekali kok permintaan kelompok seperti ini bisa dituruti,” kata Ferdi, salah satu pemuda asal Sentani yang siang kemarin berpapasan dengan Cenderawasih Pos di pertigaan Zipur Waena.
Dia menilai, bila mau dibubarkan sebaiknya dibubarkan sebab dirinya yakin masyarakat lebih banyak yang mendukung dan menanti tindakan tegas kepolisian. “Kenapa tidak dinaikkan di truk saja, malah dibiarkan jalan kaki dan semuanya macet. Kami warga sipil sebenarnya bisa menuntut aparat karena kenyamanan kami terganggu dan kami dirugikan,” kata pria bergelar S1 ini.
Pantauan Cenderawasih Pos, di jalan Perumnas III Waena sendiri sempat lumpuh total karena pedemo menutupi seluruh jalan. Pemilik kios, toko dan warga juga memilih tak berjualan dan tak sedikit yang mengintip dari ketinggian maupun di balik pagar. Setelah beberapa kelompok pedemo ini berkumpul di putaran taksi Perumnas III Waena, satu per satu orator mulai berorasi.
Isu yang disampaikan tak lebih dari mendukung ULMPW untuk menjadi anggota penuh MSG. Lalu meminta Polisi membebaskan ketua KNPB Timika dan beberapa anggota KNPB lainnya yang ditahan. Salah satu orator, Nelius Wenda yang juga berstatus sebagai Ketua BEM USTJ menyampaikan bahwa sebagai mahasiswa ia mendukung penuh perjuangan ULMWP untuk menjadi anggota penuh MSG dan harus ada tindakan untuk mengakhiri.
Beberapa orator lainnya menyampaikan hal serupa hingga salah satu orator dari STT Fajar Timur mengeluarkan pernyataan yang cukup menyinggung 'Pemburu Berita'.
Pria yang tak diketahui namanya ini mengatakan bahwa pers tak lagi penting karena selalu membuat berita yang tak jelas dan menyudutkan KNPB dan wartawan yang ada saat itu diminta untuk keluar dari batas tali. “Kalau memang kami tak lagi penting ya sudah, kita bergeser saja,” kata Jefri, salah satu wartawan nasional sambil mengajak yang lain pergi.
Tak lama setelah itu beberapa anggota DPR Papua tiba di lokasi, salah satunya Ruben Magai. Singkat ia menyampaikan bahwa pihaknya siap menerima pedemo di Kantor DPRP namun karena tak sampai ke kantor DPRP akhirnya ia dan beberapa rekannya memilih mendatangi langsung ke Perumnas III.
Wakapolres Jayapura, Kompol Albertus Andreana menyampaikan bahwa pihaknya tak mengamankan dan membubarkan pedemo seperti halnya di Sentani Kabupaten Jayapura lantaran beberapa pertimbangan. “Dari jumlah pedemo tentu berbeda sehingga penanganannya juga berbeda,” katanya.
Pihaknya tetap mengedepankan upaya preventif dan persuasif terhadap pedemo agar tak menimbulkan efek yang tak diinginkan. Dandim 1701/Jayapura, Letkol Muhammad Mahbub menyampaikan pihaknya hanya mem-backup pengamanan yang dilakukan polisi. “Kami diminta untuk membantu,” singkatnya. (jpnn)
Beberapa orator lainnya menyampaikan hal serupa hingga salah satu orator dari STT Fajar Timur mengeluarkan pernyataan yang cukup menyinggung 'Pemburu Berita'.
Pria yang tak diketahui namanya ini mengatakan bahwa pers tak lagi penting karena selalu membuat berita yang tak jelas dan menyudutkan KNPB dan wartawan yang ada saat itu diminta untuk keluar dari batas tali. “Kalau memang kami tak lagi penting ya sudah, kita bergeser saja,” kata Jefri, salah satu wartawan nasional sambil mengajak yang lain pergi.
Tak lama setelah itu beberapa anggota DPR Papua tiba di lokasi, salah satunya Ruben Magai. Singkat ia menyampaikan bahwa pihaknya siap menerima pedemo di Kantor DPRP namun karena tak sampai ke kantor DPRP akhirnya ia dan beberapa rekannya memilih mendatangi langsung ke Perumnas III.
Wakapolres Jayapura, Kompol Albertus Andreana menyampaikan bahwa pihaknya tak mengamankan dan membubarkan pedemo seperti halnya di Sentani Kabupaten Jayapura lantaran beberapa pertimbangan. “Dari jumlah pedemo tentu berbeda sehingga penanganannya juga berbeda,” katanya.
Pihaknya tetap mengedepankan upaya preventif dan persuasif terhadap pedemo agar tak menimbulkan efek yang tak diinginkan. Dandim 1701/Jayapura, Letkol Muhammad Mahbub menyampaikan pihaknya hanya mem-backup pengamanan yang dilakukan polisi. “Kami diminta untuk membantu,” singkatnya. (jpnn)
loading...
Post a Comment