Teungku Hasan Muhammad Di Tiro |
Harian Serambi Indonesia yang terbit di Banda Aceh mewawancarai Prof. James T. Siegel, pakar etnograf asal Cornell University AS, tentang Tengku Hasan Muhammad di Tiro.
Menurut Siegel, Tiro punya obsesi yang besar dalam hidupnya. Kenangan yang tidak bisa dilupakan Siegel adalah ketika dia bertemu Hasan Tiro, awal tahun 1970-an.
Pertemuan tersebut berlangsung di salah satu gedung mewah di Fifth Avenue, Manhattan, New York, satu kawasan yang dikenal sebagai pusat perbelanjaan mantel bulu cerpelai. “Fifth Avenue adalah tempat yang paling mewah di New York,” ujar Siegel.
“Hasan Muhammad Tiro orangnya cukup pintar, serius sekali, dan tidak main-main. Dia seolah tidak pernah bisa lepas dengan masa kecilnya yang sangat dihormati orang-orang di Tiro pada masa itu,” kata Siegel. Dan dalam beberapa hal, tambahnya, Hasan Tiro amat menarik, tapi terkesan aneh.
Menurut Siegel, ketika mereka bertemu, Hasan Tiro tampak sangat gagah, ganteng, dan bahkan seperti orang Amerika. Hasan Tiro juga terlibat dengan kalangan pengusaha sukses di AS. Setelah pertemuan itu, hubungan keduanya putus sama sekali. Masing-masing sibuk dengan pekerjaan. Hingga kemarin, Siegel tak pernah berkomunikasi lagi dengan Hasan Tiro. Dan ia sangat ingin bertemu lagi.
Siegel (62) –yang pernah sangat dekat dengan ulama pejuang karismatik Tgk Muhammad Daud Beureueh– banyak bercerita soal “sepak terjang” Hasan Tiro, terutama mengenai pertemuan mereka dan buku Unfinished Diary yang ditulis proklamator Aceh Merdeka itu, pada 4 Desember 1976 silam.
Prof. James T. Siegel |
Berikut petikan wawancara Harian Serambi Indonesia (SI) dengan Siegel.
SI: Bagaimana Anda bisa bertemu dengan Hasan Tiro?
Siegel: Itu lama sekali, awal tahun 70-an. Kala Beliau mendirikan Aceh Merdeka, kalau saya tidak salah. Pada waktu itu, buku saya “Pertalian dengan Tuhan” baru keluar. Buku itu tentang Aceh yang saya teliti di sini tahun 1962-1964.
Saya tidak tahu bagaimana ia dapat buku itu. Entah saya kirimkan atau dia dapat sendiri. Lalu, ia tulis satu surat kepada saya. Saya terkesan. Jadi, saya gembira bertemu dia. Saya terkesan lagi pada dia.
Dia … dia, saya kira seorang yang punya dua sifat. Dia cukup pintar dan serius sekali. Dia tidak main-main. Artinya, grafiknya tinggi sekali. Saya bisa bicara sama dia. Yang kita bicarakan seputar keadaan Aceh pada waktu itu.
SI: Proses pertemuan itu sendiri?
Siegel: Saya di tempat mengajar, di Cornell University. Kira-kira 600 km dari kota New York. Saya datang ke Manhattan, New York. Cukup aneh juga pertemuan itu. Saya diberi satu alamat di Fifth Avenue. Tahu Anda ya. Fifth Avenue itu tempat yang paling mewah di New York. Sewanya luar biasa. Bagi saya yang baru saja mengajar, dengan gaji kecil, ke tempat itu bagai diajak pergi ke istana. Ha..ha…ha….ha…..
SI: Lalu...?
Siegel: Ada satu gedung kira-kira berhadapan dengan ‘World Trade Centre’. Berdasarkan alamat yang diberi kepada saya, tapi saya tidak ingat lagi lantai berapa. Di gedung itu ada tulisan-tulisan nama kantor. Tapi, ada satu lantai yang kosong. Nah, itulah dia tempatnya. Itu gedung besar sekali.
SI: Ada yang menunggu Anda di depan gedung?
Siegel: Tidak. Tapi langsung masuk lobi, saya naik elevator. Tidak ada tanda apa-apa. Saya bertemu sekretaris, seorang wanita. Saya katakan siapa saya sama orang itu, dan tujuan saya mau ketemu Hasan Muhammad Tiro. Ia jawab ‘boleh’. Ia mengetuk pintu satu ruangan. Lantas, Hasan Muhammad Tiro keluar. Ia bawa saya ke sebuah kantor.
Saat pertama sekali deklarasi aceh merdeka |
Siegel: Ya, masih di lantai itu. Kantor itupun sama sekali tidak ada nama.
SI: Misterius, ya?
Siegel: Ya, misterius sekali, ha..ha…ha…. Di dalam kantor ada kursi, meja, hiasan. Tidak ada sesuatu yang bisa diduga dari hiasan itu. Kita bicara. Kami bicara lama sekali. Saya lupa berapa jam. Saya senang sekali bicara sama dia. Sebab, masalah saya tertarik tentang Aceh. Tak satupun bisa diajak bicara tentang Aceh, tapi ada orang yang tahu banyak Aceh yaitu Hasan Muhammad Tiro. Itu menarik.
SI: Waktu itu Anda berbicara dengannya menggunakan bahasa apa?
Siegel: Saya tidak ingat. Tapi, saya kira pakai bahasa Aceh. Kemudian, dia mengajak saya ke rumahnya.
SI: Anda memenuhi undangannya?
Siegel: Ya, tentu saja. Saya tidak ingat lagi apakah makan siang atau makan malam.Rumahnya juga cukup mewah dan cantik. Masih di Manhattan. Tepatnya, saya sudah lupa. Tapi, yang pasti ada pemandangan sangat indah untuk dinikmati dari rumah itu.
SI: Anda bertemu dengan istri atau keluarganya?
Siegel: Ya. Istrinya seorang Belgia. Dia cantik sekali. Rambutnya kuning. Orangnya sangat manis. Saya terkesan juga. Yang kita bicarakan juga sama seperti tadi. Tentang anaknya saya sudah lupa. Mungkin ada, tapi anaknya masih kecil.
SI: Setelah undangan makan itu, ada pertemuan lagi?
Siegel: Saya lupa. Tapi, seingat saya tidak ada kontak lagi antara kami.
SI: Kembali ke kantor tadi, Anda ada melihat orang lain?
Siegel: Saya tidak melihat ada orang lain di situ. Dia bilang itu kantor. Tapi di New York banyak gedung yang bisa disewa per jam. Artinya, orang yang perlu kantor buat sementara boleh pakai itu. Dia pakai alamat itu.
Dia ada kartu nama dengan alamatnya di gedung itu. Saya kira dia pakai kantor itu per jam. Pada waktu itu, banyak orang bilang dia akrab dengan CIA.
SI: Menurut informasi, Hasan Tiro pernah melobi Presiden Nixon?
Siegel: Saya tidak tahu karena saya tidak ada di sana. Tapi, saya kira itu sangat tidak mungkin. Tapi, kalau hubungan dengan CIA kemungkinannya betul. Tapi, kita perlu melihat surat-suratnya. Sebab, waktu itu (sebelum Orba) CIA banyak memakai orang-orang Indonesia untuk kepentingannya.
SI: Katanya, dia juga sering melobi PBB agar memasukkan masalah Aceh dalam agenda Majelis Umum?
Siegel: Saya kira, lobi di PBB sangat sukar sekali. Apalagi ingin bertemu dengan Sekjen PBB. Misalnya Kofi Annan sekarang. Kalau kirim surat mungkin. Saya juga bisa kirim surat pada Kofi Annan. Tapi, kalau ingin bertemu, sangat sulit.
Saya bisa katakan, lebih mudah bertemu presiden. Misalnya, Anda datang ke istana dan bilang “saya ingin bertemu presiden sebentara saja”. Itu bisa. Sedangkan dengan Sekjen PBB sulit sekali prosesnya.
SI: Bagaimana kehidupannya?
Siegel: Dia selalu hidup mewah. Katanya di Swedia juga. Dalam buku Unfinished Diarydi sebutkan bahwa dia menjadi penasihat pengusaha-pengusaha besar. Jadi, ada hubungan erat dengan orang-orang the top fifty (50 orang hebat, red).
Mungkin uangnya dari mereka. Dia cukup uang. Asalnya dari mana, dia tidak mau bilang. Walaupun banyak uang, tapi uang nomor dua buat dia. Bukan nomor satu. Saya kagum sama dia. Perjuangannya buat Aceh bisa disatukan.
SI: Mengapa Anda kagum?
Siegel: Buat saya, dia aneh. Aneh bukan saja dalam sejarah Indonesia, tapi juga Aceh.Hidupnya, menurut saya, terobsesi oleh masa kecilnya ketika di Tiro. Itu bisa kita baca dalam buku yang dikarangnya sendiri, yaitu Unfinished Diary tadi. Ditulis dalam bahasa Inggris yang tak sempurna. Itu menarik buat saya, karena ditulis sendiri.
Buku itu catatan hidupnya yang belum siap. Bagi saya penting sekali sebab selalu dikaitkan dengan pengalaman saat ia masih kecil. Seterusnya hal-hal itu, diungkapkan dengan cara berbeda-beda.
SI: Bagaimana garis besarnya?
Siegel: Dalam buku itu ditulis, pada waktu ia kecil, ia pergi sekolah selalu terlambat. Sebab orang-orang yang naik sepeda selalu hormat dia. Ia merasa terganggu dan pernah mengadu pada ibunya. Tapi, ibunya bilang bahwa dia harus menerima kenyataan karena itu terhormat.
Ia selalu ingat apa yang dikatakan ibunya. Dan,orang begitu setia pada dia sebab ia orang Tiro, keturunan Tgk Chik di Tiro. Ketika ia turun gunung, dia selalu terharu kepada orang yang setia padanya. Sebab mereka selalu mencium tangannya.
SI: Bentuk perjuangannya sendiri?
Siegel: Ia bukan hanya berjuang dengan cara fisik tapi mensosialisasikan sejarah Aceh. Supaya orang kampung, orang dusun mengerti. Lantas dengan itu ia yakin orang mau merdeka. Baginya yang sudah berlalu bukan sejarah, tapi contoh. Dan itu akan kembali. Baginya, saya kira, orang di Tiro pewaris Aceh.
Ketika sultan kalah, yang berjuang orang Tiro, Tgk. Cik di Tiro, dan ia pewaris mereka. Nanggroe Aceh, saya kira, adalah nanggroe Tiro. Itu dalam pikiran dia. Tapi, bagi saya dia menarik sekali. Misalnya, orang yang kenal Tgk Hasan Muhammad Tiro sedikit sekali. Orang hanya tahu namanya. Itu buat saya aneh. Saya ingat Abu Daud Beureueh, walaupun di gunung, semua orang Aceh waktu itu kenal beliau.
Jadi hubungannya dengan yang diperjuangkan jelas. Dia tetap di Aceh. Dia sama sekali tidak mau keluar dari Aceh. Ia dikasih rumah, kendaraan, sama sekali tidak mau. Walaupun dia menyerah, tapi tak boleh dibilang kalah.
SI: Anda mengetahui kabar Hasan Tiro sekarang?
Siegel: Banyak orang yang bilang sama saya bahwa dia sakit. Tapi, saya tidak tahu pasti apakah dia sakit atau tidak.
SI: Apa pendapat Anda dengan rencana Pemda Aceh yang ingin mengundang Hasan Tiro dalam Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, April mendatang?
Siegel: Saya kira sulit. Sebab untuk mempertemukan pikiran antara Hasan Muhammad Tiro dan Syamsuddin Mahmud sangat sulit. Sebab, saya kira, Hasan Muhammad Tiro tidak tahu bagaimana perkembangan di Aceh saat ini.
SI: Anda mau kalau diminta untuk menghubungi Hasan Tiro?
Siegel: Ya, saya sangat mau sekali. Bilang sama Pak Syamsuddin, saya bersedia menghubungi Hasan Muhammad Tiro.(SI)
loading...
Post a Comment