AMP - Larangan dan kecaman bagi pelaku seni musik yang melakukan pagelaran musik secara terbuka di tiap Kabupaten/Kota mendapat perhatian sejumlah kalangan di Aceh. Termasuk pelaku seni di Aceh.
Musisi Aceh, Moritza Thaher menilai larangan atau kecaman terhadap pelaku seni dalam berkarya termasuk dalam upaya mematikan kreatifitas seni. Moritza yang akrab dipanggil Momo ini mengaku prihatin terhadap kondisi tersebut.
Karena itu, dia meminta Dewan Kesenian Aceh (DKA) dapat berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Saya percaya masalah ini mudah diselesaikan bila Dewan Kesenian Aceh (DKA) Provinsi peduli terhadap seni," Kata Moritza Thaher kepada Habadaily.com, jumat (08/04/2016) di Banda Aceh.
Hal tersebut juga disampaikannyanya dalam menyikapi masih keluarnya larangan konser ditempat terbuka bagi pelaku seni di Aceh, seperti larangan konser bagi penyanyi dan komedian Aceh, Bergek pada 10 April 2016 di Lhokseumawe.
Menurutnya, kecaman dan larangan konser tersebut tidak hanya sebatas perizinan namun ada hal lain yang dinilainya membuat konser tersebut batal dilaksanakan.
“DKA itu harus turun tangan menyelsaikan masalah ini. Bukankah pemerintah membentuknya (DKA) untuk mengurusi masalah ini?, Dengan mandat yang mereka dapat dari seniman dan pemerintah, DKA Propinsi tentu dapat menemukan solusi dari miss komunikasi ini," terang Pimpinan Sekolah Musik Moritza ini.
Seperti diketahui konser penyanyi dan komedian Aceh, yang direncanakan pada 10 April mendatang di Lapangan Punteut, Lhokseumawe gagal diselenggarakan lantaran Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya telah mengeluarkan surat larangan konser. Larangan tersebut dikeluarkan menyusul rekomendasi ulama, tokoh masyarakat dan perwakilan Front Pembela Islam (FPI) kepada wali Kota setempat.
Sebelumnya konser Bergek pekan lalu juga batal diselenggarakan di Aceh Barat, lantaran Bupati Aceh barat dan DPRK setempat melarang secara sepihak konser tersebut. Pemerintah setempat menganggap konser tersebut melanggar syariat Islam. [habadaily]
Musisi Aceh, Moritza Thaher menilai larangan atau kecaman terhadap pelaku seni dalam berkarya termasuk dalam upaya mematikan kreatifitas seni. Moritza yang akrab dipanggil Momo ini mengaku prihatin terhadap kondisi tersebut.
Karena itu, dia meminta Dewan Kesenian Aceh (DKA) dapat berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Saya percaya masalah ini mudah diselesaikan bila Dewan Kesenian Aceh (DKA) Provinsi peduli terhadap seni," Kata Moritza Thaher kepada Habadaily.com, jumat (08/04/2016) di Banda Aceh.
Hal tersebut juga disampaikannyanya dalam menyikapi masih keluarnya larangan konser ditempat terbuka bagi pelaku seni di Aceh, seperti larangan konser bagi penyanyi dan komedian Aceh, Bergek pada 10 April 2016 di Lhokseumawe.
Menurutnya, kecaman dan larangan konser tersebut tidak hanya sebatas perizinan namun ada hal lain yang dinilainya membuat konser tersebut batal dilaksanakan.
“DKA itu harus turun tangan menyelsaikan masalah ini. Bukankah pemerintah membentuknya (DKA) untuk mengurusi masalah ini?, Dengan mandat yang mereka dapat dari seniman dan pemerintah, DKA Propinsi tentu dapat menemukan solusi dari miss komunikasi ini," terang Pimpinan Sekolah Musik Moritza ini.
Seperti diketahui konser penyanyi dan komedian Aceh, yang direncanakan pada 10 April mendatang di Lapangan Punteut, Lhokseumawe gagal diselenggarakan lantaran Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya telah mengeluarkan surat larangan konser. Larangan tersebut dikeluarkan menyusul rekomendasi ulama, tokoh masyarakat dan perwakilan Front Pembela Islam (FPI) kepada wali Kota setempat.
Sebelumnya konser Bergek pekan lalu juga batal diselenggarakan di Aceh Barat, lantaran Bupati Aceh barat dan DPRK setempat melarang secara sepihak konser tersebut. Pemerintah setempat menganggap konser tersebut melanggar syariat Islam. [habadaily]
loading...
Post a Comment