AMP - World
Acehnese Association atau persatuan masyarakat Aceh seluruh dunia ikut
berduka atas masih jatuhnya korban regenerasi Aceh akibat tindakan
aparat kepolisian di Aceh yang melakukan extra judicial killing ketika Aceh dalam keadaan damai. Kami juga mengecam tindakan polisi tersebut dan pemerintah Aceh yang membiarkan aneuk bangsa kurbeun.
Seperti yang terjadi penembakan baru-baru ini di Aceh terhadap warga sipil. Satu
persatu regenerasi bangsa Aceh tumbang dan menghembuskan nafas terakhit
setelah dimuntahkan timah panah dari moncong senjata aparat kepolisian
di Aceh ketubuh para tersangka. Kami sangat menyayangkan disaat Aceh dalam situasi damai yang sudah dibina sepuluh tahun, namun pola
zaman seperti masa konflik kembali di praktekkan oleh TNI/Polri,
misalnya adanya pasukan siluman buatan kapolda Aceh dan anggota TNI
masuk kekawasan perkampung Aceh dengan menjadikan medan latihan. Ada apa
ini ?
Dengan
itu, kami sangat berharap kepada lembaga-lembaga (LSM) yang ada di Aceh
untuk membatu dan mendampingi pihak keluarga korban dalam membuat
laporan kepada pihak komisi HAM secara fakta sehingga dapat
diinvestigasi sesuai dengan aturan yang ada, apakah penembakan di Aceh
itu sudah melalui prosedur yang diatur oleh undang-undang. Karena semua
kita sama di muka hukum, apakah rakyat biasa, polisi, tentara, pajabat
dan sebagainya, maka pihak komnas HAM yang ada di Indonesia-Aceh harus
menindak lanjuti atas perilaku pelanggaran hak asasi manusia yang ada di
Aceh.
World Acehnese Association; Henghimbau
. Komnas HAM Harus Indepindant
. Pihak Kapolda Aceh Harus berkerja Dengan Profesional sesuai Prosdur Hukum
.
Persoal-soal Yang Terjadi Di Aceh Pada Saat Ini Harus Bisa Dibongkar
Dan Mendapatkan Siapa Yang Bermain Di Aceh Saat Ini, “ Publikasi ”.
World
Acehnese Association juga melakukan evaluasi lebih mendalam atas desah
desus insiden penembakan di Aceh selama ini yang telah jatuh korban jiwa
atau kehilangan nyawa masyarakat sipil di saat aceh damai. Kita juga
akan melaporkan kasus ini kepada Amnesty International di Denmark dan di
negara-negara lain yang ada perwakilan WAA, dimana tindakan aparat
kepolisian Indonisia-diAceh sudah menodai norma-norma hak asasi
kemanusiaan, bahkan mereka telah berani melakukan extra pembunuhan
terhadap warga sipil.
Kami
sangat khawatir, dengan adanya kelompok siluman buatan kapolda Aceh
dalam membuat operasi untuk mencari anggota kelompok-kelompok tertentu
yang natabenya terduga melakukan kriminal. Ini akan memperparah trauma
masyarakat Aceh dan termasuk mengusik tatanan perdamaian Aceh. Apalagi
sikap polisi itu yang tidak mengedepankan etika kamanusiaan saat
bereaksi dilapangan.
Ada
baiknya polisi mempunyai prosudur yang harus diikuti. Karena apapun
salahnya, jangan mengutamakan senjata polisi untuk langsung mengeksekusi
mati para tersangaka. Itu yang sudah dilakukan oleh polisi di Aceh
namanya extra judicial killing yang melanggar aturan negara dan
aturan internasional. Polisi harus taat aturan untuk menegakkan aturan.
Buktikan pada rakyat kalau itu negara hukum, gunakan hukum sebagai
panglima, bukan senjata. Senjata pernah menjadi panglima di Aceh pada
waktu yang sangat lama, semestinya hal ini tidak perlu terulang lagi.
Kalau
betul-betul polisi untuk mengayomi masyarakat umum, maka upayakan untuk
membuat pendekatan dengan semua pihak, terutama dengan kepala
pemerintah Aceh dalam menyelesaikan persoalan yang mengarah bertambah
peningkatnya kriminalitas di Aceh. Pemerintah aceh pun jangan asal
mengeluarkan perintah, masalah kriminal urusan polisi, hidup atau mati.
Selepas itu kepala pemerintah Aceh asik tidur dalam meuligoë gubernur.
Kami
yakin, kalau pemerintah Aceh masih mempunyai hati dan rasa berbangsa
terhadap bangsanya, tentu personal yang dituntut oleh kelompok di Aceh
untuk keadilan tidak sampai kehilangan lagi nyawa manusai. Apalagi
selama ini kan jelas, kelompok yang sedang menuntut keadilan di Aceh
dengan senjata mantan kombatan GAM dan anak korban konflik yang di
abaikan.
Pesan khusus untuk pemerintah Aceh;
”Kamoë
peuingat keupada ule peumeurintah Atjeh, Gubernur, Bupati, Walikota,
DPR, DPRA, DPRK beuna rasa tanggoëng jaweub moral dengôn kondisi Aceh
uroë njoë ”. Haruh peubukti
bak rakyat Aceh, uroë njoë peumeurintah Aceh katamat keudroë, kataatoë
keudroë, katajaga keudroë, katabangun keudroë, maka tabanguën keuh dari
sigala aspek njang peunoëh deungôn nilai-nilai keuadelan bansigom Aceh.
Peng Otonomi khusus beuteupat guna untuk peumakmu bangsa ? meunan tjit
peng aspirasi dewan beubeutoi-beutoi peuna program nibak peuseudjahtra
rakjat djeulata. Bek talet musôh tatjoëk peurangui !
Peureule
beu neu tupue beut pemerintah Atjeh geutanjoë bandum saboh nasib,
peurangoë meu nafsi-nafsi, peurangoë “peuglaih putjôk droë” deungon hana
piké keu bansa teuh teungoeh keadaan Atjeh njang ka lageë meunoe, han
meuhasé dan hana keuneuleuëh menjoë meunoë tjara ureung droeneuh seumike
njang duek dalam pemerintah Atjeh uroenjoe.
Secara
khusu, kamoë meupeudeuk perhatian pada persoalan-persoalan njang
kompleks, njang di hadapai oleh Eks kombata GAM dan masyarakat di tanoh
rincong uroenjoë. Kamoë meupeuingat agar pemerintah Atjeh hana
menggunakan pendekatan militir dalam penyelesaian masalah- masalah njang
timbul dalam masyarakat Atjeh tetapi kamoe meundorong pemerintah
mengupayakan dialog national njang komperensif adil, dan bermartabat
dalam penyelesaian masalah njang na di Aceh uroenjoë.
Laporan: Koordinator WAA (Nekhasan)
Sumber: statusaceh.com
loading...
Post a Comment