PULUHAN warga Aceh menjadi korban kapal karam di Malaysia. Salah satunya bahkan seorang balita.
Kasus ini sebenarnya bukanlah yang pertama. Tahun sebelumnya juga terjadi. Namun yang menarik dari dua kasus ini, adalah minimnya komentar dari para pemimpin di Aceh terkait tragedi tersebut. Seolah-olah, kasus karamnya kapal, yang penumpangnya mayoritas warga asal Aceh ini, tak pernah terjadi.
Bungkamnya pemimpin Aceh ini patut dipertanyakan. Kemana hati nurani mereka?
Tak ada reaksi dari pemimpin Aceh terkait musibah karamnya kapal ini. Bahkan untuk mendengar ucapan belasungkawa pun tidak ada, apalagi mengunjungi rumah korban guna menghibur keluarga yang ditinggalkan.
Padahal, saat-saat seperti inilah keberadaan pemimpin Aceh diperlukan. Rakyat ingin agar pemimpin hadir ketika hatinya sedang sedih. Sayangnya, ini yang luput dari perhatian pemimpin Aceh dan pembisiknya selama ini.
Pemimpin Aceh bungkam hanya karena status korban diduga pendatang illegal di Malaysia. Padahal, jika kita mengurai ujung masalah, para korban kapal karam ini tentu tak akan mengadu nyawa ke negeri orang jika lapangan kerja di Aceh terbuka lebar.
Persoalan Aceh lah yang membuat mereka lari ke Malaysia. Persoalan Aceh pula yang membuat mereka rela menjadi ‘babu’ di sana. Saat menjadi korban pun, mereka tak dianggap oleh pemimpinnya.
Kita berharap pemimpin di Aceh bisa terbuka hatinya dengan kasus ini. Pemimpin di Aceh bisa lebih peduli terhadap rakyatnya.
Pemerintah perlu mencari jalan keluar agar masyarakat bisa betah di negerinya sendiri. Salah satunya dengan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya. Selain itu, empati dari pemimpin kepada rakyat juga perlu ditunjukan agar mereka tahu bahwa mereka masih memiliki seorang pemimpin. Konon lagi, pemimpin Aceh saat ini, katanya, adalah pemimpin rakyat, walaupun sudah lama tinggal di luar negeri. Wahai pemimpin, jika Anda masih memiliki hati nurani, turutnya empati-mu pada keluarga korban.
Kasus ini sebenarnya bukanlah yang pertama. Tahun sebelumnya juga terjadi. Namun yang menarik dari dua kasus ini, adalah minimnya komentar dari para pemimpin di Aceh terkait tragedi tersebut. Seolah-olah, kasus karamnya kapal, yang penumpangnya mayoritas warga asal Aceh ini, tak pernah terjadi.
Bungkamnya pemimpin Aceh ini patut dipertanyakan. Kemana hati nurani mereka?
Tak ada reaksi dari pemimpin Aceh terkait musibah karamnya kapal ini. Bahkan untuk mendengar ucapan belasungkawa pun tidak ada, apalagi mengunjungi rumah korban guna menghibur keluarga yang ditinggalkan.
Padahal, saat-saat seperti inilah keberadaan pemimpin Aceh diperlukan. Rakyat ingin agar pemimpin hadir ketika hatinya sedang sedih. Sayangnya, ini yang luput dari perhatian pemimpin Aceh dan pembisiknya selama ini.
Pemimpin Aceh bungkam hanya karena status korban diduga pendatang illegal di Malaysia. Padahal, jika kita mengurai ujung masalah, para korban kapal karam ini tentu tak akan mengadu nyawa ke negeri orang jika lapangan kerja di Aceh terbuka lebar.
Persoalan Aceh lah yang membuat mereka lari ke Malaysia. Persoalan Aceh pula yang membuat mereka rela menjadi ‘babu’ di sana. Saat menjadi korban pun, mereka tak dianggap oleh pemimpinnya.
Kita berharap pemimpin di Aceh bisa terbuka hatinya dengan kasus ini. Pemimpin di Aceh bisa lebih peduli terhadap rakyatnya.
Pemerintah perlu mencari jalan keluar agar masyarakat bisa betah di negerinya sendiri. Salah satunya dengan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya. Selain itu, empati dari pemimpin kepada rakyat juga perlu ditunjukan agar mereka tahu bahwa mereka masih memiliki seorang pemimpin. Konon lagi, pemimpin Aceh saat ini, katanya, adalah pemimpin rakyat, walaupun sudah lama tinggal di luar negeri. Wahai pemimpin, jika Anda masih memiliki hati nurani, turutnya empati-mu pada keluarga korban.
Portalsatu.com
loading...
Post a Comment