Ilustrasi |
AMP - Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, didesak segera membentuk tim untuk menindaklanjuti upaya pemulangan nelayan Agus Salim (51) yang diinformasikan disekap di negara India.
“Kami mendesak Pemerintah Aceh segera membentuk tim guna menindaklanjuti masalah nelayan Aceh Barat yang disekap di India, hal ini penting agar terkoordinasi dan terintegrasi secara efektif,” kata Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, Herman SH, dalam siaran persnya di Meulaboh, akhir pekan.
Dia mengatakan, seorang nelayan Desa Pangong, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, hilang saat melaut sudah hampir dua tahun, padahal keluarga nelayan itu sudah menginformasikan nelayan tersebut masih hidup.
Menurut Herman, adanya informasi terhadap kebenaran ini karena keluarga mereka telah melakukan komunikasi langsung via telepon selular, bahwa Agus Salim masih dalam penyekapan dan menjadi budak pada sebuah kapal warga negara India.
“Terlebih lagi hal ini adalah menyangkut hak seorang warga negara yang harus mendapat perlindungan dari negara sebagaimana amanat konstitusi, kasus nelayan Aceh sudah rentan terjadi,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskan, nelayan menjadi bagian yang cukup rentan mengalami kasus-kasus serupa, sebagaimana terjadi pada kasus Ibnu Hajar yang ditangkap oleh Pol Airud, Padang Sumatera Barat pada 2015 karena tidak memiliki SIUP dan SPB.
Kesalahan nelayan itu akibat keteledoran Pemerintah Kabupaten karena tidak mengharuskan nelayan memiliki SIUP sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati (perbub) Aceh Barat 2014, akhirnya nelayan juga yang menjadi korban.
Sebagaimana Instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Nelayan, secara jelas menyebutkan peran dan fungsi masing-masing instansi pemerintah dalam menjamin serta memenuhi perlindungan terhadap nelayan.
“Kewajiban pemerintah untuk melaksanakan hukum ini harus aktif di jalankan guna mendorong adanya jaminan dan kepastian perlindungan hukum terhadap nelayan tersebut,” imbuhnya.
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat serta lembaga Adat Laot di Aceh sudah mencoba melakukan upaya koordinasi terkait keberadaan nelayan tersebut, namun informasi posisi nelayan ini yang masih dilacak oleh pihak-pihak yang terlibat.
Informasi awal sebagai pijakan, pemerintah sudah berhasil melacak titik lokasi nelayan itu ketika berkomunikasi dengan keluarganya di Aceh, akan tetapi karena posisinya ditengah laut kemudian armada kapal digunakan itu sudah berpindah.
“Kami bersama pemerintah dan pemangku adat laot provinsi sudah mulai bekerja melakukan pencarian. Hasil pelacakan nomor telepon kemarin itu sudah ada posisinya dan sedang ditelusuri,”kata Panglima Laut Aceh Barat Amiruddin menambahkan.[WOL]
“Kami mendesak Pemerintah Aceh segera membentuk tim guna menindaklanjuti masalah nelayan Aceh Barat yang disekap di India, hal ini penting agar terkoordinasi dan terintegrasi secara efektif,” kata Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, Herman SH, dalam siaran persnya di Meulaboh, akhir pekan.
Dia mengatakan, seorang nelayan Desa Pangong, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, hilang saat melaut sudah hampir dua tahun, padahal keluarga nelayan itu sudah menginformasikan nelayan tersebut masih hidup.
Menurut Herman, adanya informasi terhadap kebenaran ini karena keluarga mereka telah melakukan komunikasi langsung via telepon selular, bahwa Agus Salim masih dalam penyekapan dan menjadi budak pada sebuah kapal warga negara India.
“Terlebih lagi hal ini adalah menyangkut hak seorang warga negara yang harus mendapat perlindungan dari negara sebagaimana amanat konstitusi, kasus nelayan Aceh sudah rentan terjadi,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskan, nelayan menjadi bagian yang cukup rentan mengalami kasus-kasus serupa, sebagaimana terjadi pada kasus Ibnu Hajar yang ditangkap oleh Pol Airud, Padang Sumatera Barat pada 2015 karena tidak memiliki SIUP dan SPB.
Kesalahan nelayan itu akibat keteledoran Pemerintah Kabupaten karena tidak mengharuskan nelayan memiliki SIUP sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati (perbub) Aceh Barat 2014, akhirnya nelayan juga yang menjadi korban.
Sebagaimana Instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Nelayan, secara jelas menyebutkan peran dan fungsi masing-masing instansi pemerintah dalam menjamin serta memenuhi perlindungan terhadap nelayan.
“Kewajiban pemerintah untuk melaksanakan hukum ini harus aktif di jalankan guna mendorong adanya jaminan dan kepastian perlindungan hukum terhadap nelayan tersebut,” imbuhnya.
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat serta lembaga Adat Laot di Aceh sudah mencoba melakukan upaya koordinasi terkait keberadaan nelayan tersebut, namun informasi posisi nelayan ini yang masih dilacak oleh pihak-pihak yang terlibat.
Informasi awal sebagai pijakan, pemerintah sudah berhasil melacak titik lokasi nelayan itu ketika berkomunikasi dengan keluarganya di Aceh, akan tetapi karena posisinya ditengah laut kemudian armada kapal digunakan itu sudah berpindah.
“Kami bersama pemerintah dan pemangku adat laot provinsi sudah mulai bekerja melakukan pencarian. Hasil pelacakan nomor telepon kemarin itu sudah ada posisinya dan sedang ditelusuri,”kata Panglima Laut Aceh Barat Amiruddin menambahkan.[WOL]
loading...
Post a Comment