Halloween Costume ideas 2015
December 2015

Negosiator asal Finlandia bernama Juha Christensen
MANTAN kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Nurdin Ismail alias Din Minimi memutuskan untuk tidak melanjutkan gerakan bersenjata kelompok pimpinannya terhadap pemerintah Republik Indonesia.

Setelah berunding intens dari malam hingga siang dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, tiga hari lalu, Din Minimi beserta kelompoknya akhirnya menyerahkan senjata-senjata mereka.

Semua itu, kata Sutiyoso, tak mungkin terwujud tanpa campur tangan negosiator asal Finlandia bernama Juha Christensen.

“Untuk mengetahui nomor telepon Din, saya menggunakan pihak lain yang mempunyai akses kepadanya, termasuk Saudara Juha,” kata Sutiyoso di Jakarta, sesaat setelah pesawat yang ia tumpangi dari Aceh mendarat.

Kepada CNN Indonesia, Rabu (30/12), Juha yang bekerja di lembaga nonpemerintah asal Finlandia, Pacta Sunt Servanda, menceritakan kisah di balik pertemuan Sutiyoso dengan Din yang selalu disebutnya dengan Nurdin –nama asli Din Minimi.

"Saya bertemu Nurdin tiga minggu lalu secara rahasia," ujar Juha. Menurut dia, statusnya sebagai pihak yang tidak berkepentingan atas konflik dan kekuasaan di Aceh, membuat Nurdin bersedia menemuinya.

Namun status bebas kepentingan sesungguhnya bukan jaminan Din Minimi bakal berkenan menemui orang yang hendak membicarakan hal-hal fundamental seperti pergerakan dan konflik Aceh.

Juha berkata, sebelumnya sejumlah lembaga masyarakat sipil gagal mendekati Din Minimi. "Koneksi atau pengetahuan mereka mungkin masih kurang," kata dia.

Kepada Din Minimi, Juha memaparkan jaringan yang ia punyai di pemerintahan pusat. Juga memberitahukan bahwa ia menerima Bintang Jasa Pratama dari Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada tahun 2006. Hal itu menjadi penguat profilnya di mata Nurdin.

Juha akhirnya bertemu dengan Din Minimi pada 11 Desember. Ia memulai pertemuan itu dengan menjelaskan proses perdamaian antara GAM dan pemerintah sebagaimana diatur dalam Perjanjian Helsinki.

Pada perbincangan Juha dan Din yang berlangsung enam jam itu, Din Minimi mengemukakan pelbagai kritiknya terhadap pemerintah pusat dan pemerintah Aceh terkait pelaksanaan Perjanjian Helsinski.

"Nurdin dan kelompoknya ingin implementasi perjanjian itu ditingkatkan. Dia merasa selama ini tidak ada yang betul-betul memperhatikan dan mendengar kritiknya,” ucap Juha.

Juha lantas meyakinkan Din Minimi bahwa pemerintah berkuasa saat ini dapat memenuhi seluruh tuntutannya. Tak hanya itu, Juha membujuk Nurdin untuk menghentikan gerakan bersenjata pimpinannya.

"Anda tidak akan bisa maju dengan senjata. Perjanjian Helsinki mengatur, Anda harus menyerahkan senjata dan turun gunung untuk maju," kata Juha mengulangi ucapannya kepada Din Minimi.

Pertemuan Juha itu kemudian ditindaklanjuti Sutiyoso. Ia terbang ke Aceh untuk mendengar keputusan Din Minimi secara langsung.

Di Aceh, Sutiyoso akhirnya menerima 15 pucuk senjata api milik kelompok Din Minimi yang sebelumnya telah dititipkan kepada Juha.

Hadiah Ulang Tahun Terbesar

Rabu kemarin Juha merayakan ulang tahunnya. Ia tak dapat menyembunyikan kegembiraannya saat berbincang dengan CNN Indonesia beberapa saat sebelum lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, menuju kampung halamannya di Finlandia.

"Peristiwa kemarin (perdamaian Din Minimi dan pemerintah RI) merupakan hadiah ulang tahun terbesar dalam kehidupan saya," ucap Juha.

Juha mengatakan akan kembali ke Aceh pada pekan ketiga Januari 2016, sebab menurutnya pekerjaan dia untuk perdamaian Aceh belum tuntas.

Pekerjaan pemerintah RI untuk perdamaian Aceh pun, kata Juha, belum usai. Ia mengingatkan, perdamaian pasca-konflik tidak dapat direngkuh dalam waktu lima bahkan sepuluh tahun.

"Pemerintah harus menunggu 20 sampai 30 tahun. Proses yang berlangsung di Aceh tidak dapat diburu-buru. Ada tahap-tahap yang harus dilalui," ujarnya.

Kesuksesan di Aceh membuat Juha mendorong pemerintah RI untuk menggunakan pendekatan lunak yang sama terhadap kelompok bersenjata di daerah-daerah lain.

Peran Juha melunakkan hati Din Minimi seolah mengamini ucapan SBY tahun 2006 kala menyematkan tanda kehormatan kepada Juha.

Di hadapan penerima bintang tanda jasa lain seperti mantan Presiden Finlandia Martti Athisaari, Kepala Aceh Monitoring Mission Pieter Feith, dan perwira tinggi Angkatan Bersenjata Thailand Letnan Jenderal Nipat Thonglek, Yudhoyono berkata, “Saya percaya, di masa mendatang Anda dapat terus berperan aktif dalam misi perdamaian dan kemanusiaan.”[goaceh.co]

Kapolda Aceh Kapolda Aceh Irjen Pol Husein Hamidi bersama Pangdam Iskandar Muda Mayjen
AMP - Kapolda Aceh Irjen Pol Husein Hamidi bersama Waka Polda Aceh Brigjen Pol Rio S Djambak dan beberapa pejabat utama menggelar rilis akhir tahun di Mapolda Aceh, Kamis (31/12/2015).

Dari beberapa laporan yang dibacakan Kapolda Aceh di hadapan puluhan wartawan, kasus Nurdin Ismail alias Din Minimi yang paling ditunggu-tunggu.

Bagaimana tidak, setelah Din Minimi turun gunung beberapa waktu lalu Kapolda Aceh belum memberikan sepatah kata pun tentang kasus yang diklaim kelompok kriminal bersenjata itu.

Ya, seperti diberitakan sebelumnya, Din Minimi beserta anggotanya turun gunung setelah dijemput Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso pada Senin (28/12/2015). Disebut-sebut juga Din Minimi akan diberikan amnesti dan dianggap tidak bersalah.

Dalam konferensi pers akhir tahun di Mapolda tadi, Kapolda Aceh Irjen Pol Husein Hamidi dengan tegas mengatakan, hingga saat ini Din Minimi masih menjadi daftar pencarian orang (DPO) Polda Aceh karena kasus kriminal yang dilakukan dirinya.

"Dia itu masih DPO kita, karena telah banyak kasus kriminal yan dilakukannya sesuai dengan yang diselidiki polisi," kata Husein Hamidi.

Kapolda mengapresiasi karena Din Minimi dan anggotanya mau menyerahkan diri, meski terkesan terdesak karena mungkin selama ini terus diburu pihak kepolisian.

Menurut Kapolda Aceh, terlibatnya BIN dalam proses penyerahan diri Din Minimi tidak jadi masalah. Saat ini sambungnya, Polda Aceh sangat menghormati apa yang dilakukan tersebut.

"Kita masih menunggu proses ini, kita tunggu saja bagaimana ke depan. Yang jelas, status DPO Din Minimi masih, cuma sekarang kita menghormati apa yang sedang diproses," imbuh Kapolda Aceh. (*)

Serambinews.com

Din Minimi (dua dari kanan) bersama Kepala BIN Sutiyoso (kanan).
AMP - Pemimpin kelompok eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Din Minimi merupakan semacam 'Robin Hood Eropa' di Aceh yang menjadi lokomotif untuk menuntut klaim yang belum diterapkan dalam 10 tahun ini, menurut kelompok advokasi.

Minimi alias Nurdin bin Ismail mengatakan ia percaya 200% kepada Kepala Badan Intelijen Negara, Sutiyoso, menyusul penyerahan dirinya Senin (28/12).

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin yang selama Minimi diburu oleh aparat setelah diduga terlibat dalam sejumlah kekerasan di wilayah Aceh, mengatakan, "Dalam cerita klasik Eropa seperti Robin Hood lah dia, masyarakat melindunginya walaupun hanya sekedar memberikan informasi."

"Dan dalam berbagai kegiatannya ia tidak membuat masyarakat terganggu," tambah Safaruddin.

Kelompok Minimi diburu dan diduga terlibat dalam tewasnya dua anggota TNI bulan Mei lalu.

Safaruddin mengatakan saat bertemu pertama kalinya dengan Minimi, "Dia sudah tiga tahun dikejar-kejar dan tak ada yang kenal dia...dan kemudian kami diminta untuk advokasi mereka untuk mendapat perhatian dari pemerintah untuk mengangkat tuntutan mereka."

"Dia kemudian menarik perhatian orang di Aceh yang bernasib sama dan tak tahu harus kemana," tambahnya.

'Tolong beri pekerjaan'

Dalam pembicaraan terakhir dengan Minimi, empat hari sebelum ia menyerahkan diri, Safaruddin mengatakan mereka mengangkat empat hal yang menjadi tuntutan mereka, termasuk "reintegrasi eks kombatan, memberikan perhatian kepada korban konflik, merealisasikan MOU Helsinki termasuk pembentukan Komisi Bersama Penyelesaian Klaim, serta meminta aparat kepolisian dan TNI menghormati perjuangan mereka dalam menuntut keadilan seperti yang ditandatangani di Helsinki."

Safaruddin mengatakan kelompok advokasi itu akan memperhatikan tuntutan tersebut menyusul penyerahan diri.

Menjawab pertanyaan BBC Indonesia terkait tuntutan ini, Minimi mengatakan, "Kalau memang diberikan, ya kita jalani, yaitu bantuan untuk inong baleh (para janda korban konflik di Aceh), anak yatim, fakir miskin, kombatan GAM, ataupun pihak kami."

Penyerahan diri Minimi sempat menjadi topik populer dan disinggung lebh 41.000 kali di Twitter.

Sejumlah komentar yang masuk di media sosial BBC Indonesia, termasuk Aband Ayzier Reetaunga, melalui Facebook yang menulis, "Din Minimi ini adalah kelompok yang baik... mereka cuma sakit hati pada Pemda Aceh."

Sementara Eddy Marta Dinata menulis penyerahan diri, "Harus diapresiasi karena dengan begitu dapat menghindari jatuh korban," dan Muhammad Roffin Muhammad Roffin mengatakan, "Semoga keadilan untuk Din..terbela khususnya untuk masyarakat yang butuh banget keadilan merata."

Komentar lain dari Ayu Indramawati yang menulis, "Selamat bergabung di Negara kita NKRI. Pak BIN tolong beri saudara kita ini pekerjaan serta hak dan kewajiban yang sama sebagai WNI."[BBC]

Berada di atas air terjun dan dengan kondisi masih kemarau
AMP - Di Kabupaten Bireuen, atau sering disebut dengan Kota Juang, ada sebuah air terjun yang tersembunyi. Air Terjun Ceuraceu, itu nama yang diberikan oleh warga setempat. Letaknya terpencil dan mencapainya butuh petualangan.

Pesona keindahan alam di Bireuen banyak yang masih terpendam, salah satu tujuan yang sempat saya kunjungi bersama teman-teman blogger di tanah Kerajaan Jeumpa ini, yakni ke sebuah kecamatan yang bernama Pandrah.

Tidak jauh dari jalan raya Medan-Banda Aceh, di Pandrah inilah kami mulai menelusuri beberapa lokasi. Pertemuan pertama dengan melewati jalan yang mulus adalah sebuah bendungan yang ada di Gampong Samagadeng, dari bendungan yang bertuliskan TUMIBA09 inilah akhirnya mengetahui bahwa debit air yang mengumpul di bendungan tersebut berasal dari air gunung yang mengalir ke hilir. Hmm, mencari hulu pun tentu menarik.

Perjalanan pun dimulai lagi, kini jalan yang mulus tinggal tanah-tanah dari gunung. Bergerak dari daerah bendungan TUMIBA09 sekitar 4 km, kami pun mulai menemukan kawanan hutan-hutan yang berada di badan jalan yang dilalui. Sekitar hampir 30 menit bergumul dengan debu dan terik matahari yang menyengat, akhirnya kami tiba pada sebuah tempat.

Terdengar bunyi gemericik air dan kicauan burung-burung, dan kami sudah menebak suara air ini tak lain berasal dari air terjun. Air Terjun Ceuraceu, begitulah warga di sana menyebutnya. Keberadaan kami pun tercatat tepat berada di atas air terjun yang sedang dalam kondisi musim kemarau. Bukan kepalang bagaimana caranya bisa melihat air terjun jika berada di atas, akhirnya kami memutuskan untuk turun ke bawah.

Mendadak aksi menuruni tebing pun harus dilewati, sekitar 25 meter dengan batu-batu yang terjal. Tempat ini memang cocok juga bagi pecinta alam yang suka melakukan climbing (panjat tebing) selain menikmati indahnya pesona air terjun.

Akhirnya kenikmatan melihat air terjun dari bawah sampai juga. Walaupun tidak deras, tapi debit air yang turun pada musim kemarau setidaknya sudah melepaskan rasa penasaran kami.

Perjalanan menempuh ke Air Terjun Ceuraceu ini lebih kurang 8 km dari jalan raya Medan-Banda Aceh, dengan keadaan dan kondisi jalan yang cukup menantang. Jika tidak salah, saat ini akses jalan sudah mulai bagus kembali. Walaupun tidak begitu jauh dari jalan raya, tempat ini memang jauh dari pusat keramaian pasar atau keude dan fasilitas umum lainnya.

Jadi sebelum bergerak ke air terjun ini, siapkan bekal seperlunya. Menikmati santap siang di air terjun ini juga menjadi hal yang menarik. Tapi ingat, jangan pernah tinggalkan jejak dan sampah di tempat ini![detik.com]

Terompet Berlembaran Al Quran Warga memperlihatkan terompet dari lembaran kertas Alquran hasil sitaan di Lhokseumawe, Aceh. Kamis (31/12) dini hari. Ratusan terompet tahun baru yang dibuat menggunakan lembaran Alquran disita petugas keamanan setempat karena dinilai merupakan bentuk penodaan terhadap agama. (ANTARA FOTO/Rahmad)
AMP - Pihak kepolisian menyita terompet bersampul Al Quran yang dijual pedagang di pusat pasar Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh.

Kapolres Lhokseumawe AKBP Anang Triarsono melalui Wakapolres Kompol Isharyadi di Lhokseumawe, Kamis mengatakan, selain menyita terompet, pihaknya juga mengamankan penjualnya untuk dimintai keterangan.

Ia menyebutkan, penemuan terompet yang berbahan kertas bertuliskan ayat Al Quran tersebut saat melakukan razia antisipasi Malam Tahun Baru, Rabu malam hingga Kamis dini hari.

"Tadi waktu sedang razia, personel kita menemukan adanya terompet yang berbahan kertas Alquran sebanyak empat unit dan langsung diamankan. Selain itu, penjualnya juga ikut dibawa ke Mapolres Lhokseumawe untuk diberikan pembinaan," ujar Isharyadi.

Isharyadi menambahkan, pihaknya akan melakukan upaya-upaya pengusutan tentang persoalan terompet tersebut, sehingga penemuan tersebut tidak kembali terjadi dikemudian harinya.

Sementara itu, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Lhokseumawe, mengaku sangat menyesali terkait adanya terompet berbungkus Al Quran.

Wakil Ketua I MPU Kota Lhokseumawe Tgk Zulkifli Ibrahim mengatakan, seharusnya perbuatan tersebut tidak perlu terjadi, kalau seandainya yang melakukan hal tersebut, dilakukan oleh non muslim, maka dianggap telah merusak kerukunan antar umat beragama.

"Kami sangat menyesali terhadap adanya terompet yang bertuliskan ayat-ayat Al Quran, seperti yang ditemukan pada malam itu. Karena telah merusak kerukunan antar umat beragama," ujar Zulkifli.

MPU Kota Lhokseumawe berpesan, kepada pihak-pihak yang melakukan penghinaan terhadap umat Islam, untuk selalu menghargai kerukunan beragama dan tidak perlu memancing kemarahan umat Islam.

Kepada seluruh umat Islam juga perlu diimbau untuk tetap bersabar dan jangan terpancing dengan propaganda yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab, seperti terompet yang berbungkus dengan kertas yang bertuliskan ayat Al Quran.

Sementara itu, dalam razia yang dilakukan oleh petugas gabungan tersebut, juga ikut diamankan 18 orang yang tersandung masalah perjudian, serta pemilik cafe yang tidak ada izin dan juga beberapa wanita. Semuanya dibawa ke Mapolres Lhokseumawe untuk diberi pembinaan.

Din Minimi dan Keluarganya Foto: Antara
AMP - Perjalanan panjang perjuangan kemerdekaan Aceh masih di nanti oleh masyarakat, namun bagi masyarakat terkadang berpikir itu hal yang mustahil dan tidak mungkin.

Faktanya, Pasca konflik Aceh banyak janji yang di tumpahkan para elit politik dari Eks GAM yang menjamin dan berjanji akan memerdekakan Aceh melalui Partai Aceh jika mereka bisa menduduki kursi DPRA dan juga Gubernur.

Namun Realitanya, hampir habis jabatannya tak ada tanda-tanda atau realisasi janjinya semasa kampanye dulu.

Maka jangan heran jika Din Minimi muncul di tengah-tengah perjalanan damai Aceh.

Apakah Din Minimi baru akan muncul kembali nantinya? kita tidak bisa memprediksinya, karena rakyat aceh berkarakter militer walau tanpa dilatih oleh para tentara.

Dikutip dari Okezone.com, Pemimpin kelompok bersenjata Nurdin Ismail alias Din Minimi menyerahkan diri bersama pengikutnya. Masyarakat Aceh menyambut positif sikap ini, karena dianggap berdampak baik terhadap perdamaian di Serambi Mekkah.

“Kami rasa ini bagus untuk perdamaian Aceh ke depan. Itikad baik dari mereka yang sudah kembali ke masyarakat harus dihargai. Ini harus menjadi cambukan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan kelompok-kelompok yang selama ini kurang diperhatikan,” kata warga Banda Aceh, Alaidin Ikrami (33) kepada Okezone, Rabu (30/12/2015).

Pendapat serupa dikatakan Khiththati, warga Aceh Besar. Menurutnya situasi ini harus dipertahankan agar tidak muncul lagi kelompok-kelompok bersenjata lainnya yang bisa mengganggu perdamaian.

“Jangan sampai muncul lagi Din-Din bersenjata yang lain. Jangan sampai hilang satu tumbuh seribu. Ini harus jadi final episode,” ujar Khiththati.

Juru Bicara Partai Aceh, Suadi Sulaiman Laweung mengatakan, semua pihak berharap tak ada lagi konflik terjadi setelah Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia berdamai.

“Semua pihak harus bertanggung jawab terhadap keamanan di Aceh. Kita berharap damai yang sudah ada kita jaga, kita bina,” sebutnya.

Terkait menyerahnya Din Minimi bersama pengikutnya, Suadi mengatakan, biarlah institusi negara yang mengurusnya. Begitu juga proses hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kepolisian.

“Itu urusan kapolri. Soal amnesty itu adalah proses hukum yang harus dilalui melalui hukum. Itu juga urusan kepala negara. Kami tidak bisa berkomentar lebih jauh,” pungkasnya.[red]

AMP - Lagi -lagi Napi 3 Narapidana Gembong Narkoba bernama Faisal Sulaiman kasus pencucian uang,Gunawan serta Fauzi Nurdin alias Dek Bit kembali tidak berada didalam LP Banda Aceh.

Dari informasi diterima oleh Reporter, Ketiga napi bos narkoba ini tidak lagi terlihat didalam lapas banda aceh semenjak kemarin selasa (29/12) malam.

Padahal seperti diketahui Senin (28/12) salahsatu pejabat teras Direktorat Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Jakarta yakni Plt. Direktur Keamanan dan Ketertiban (Dirkamtib) Priyadi sempat melakukan kunjungan kedalam lapas Banda Aceh.

Walau belakangan diketahui tim Plt Dirkamtib Priyadi tidak melakukan pemeriksaan atas sejumlah pelanggaran yang terjadi di LP Kelas IIA Banda Aceh seperti pengeluaran napi bos narkoba Faisal Sulaiman dengan izin menjenguk orang tua sakit dan sejumlah napi bos narkoba lainnya.

Sementara itu Plt Kalapas Banda Aceh Joko Budi Santoso yang dihubungi oleh Reporter mengatakan jika dirinya sedang berada di bandara Sultan iskandar Muda, Joko berjanji akan segera melakukan croscek sepulangnya dari bandara terkait tidak adanya 3 napi bos narkoba didalam lapas.

"Kalau tadi pagi ke 3 napi tersebut ada didalam LP,kalau sekarang saya tidak tahu nanti saya cek sepulang dari bandara ", Ungkap joko singkat.
 
Sumber: statusaceh.net

Din Minimi bersama kelompoknya dan  Kepala BIN Letjen (Purn) Sutiyoso  berserta sejumlah aparat keamanan berpose bersama  sesaat sebelum penyerahan senjata beserta amunisi kepada Sutiyoso.  (foto:Ist)
AMP - Dibalik semua kontroversi pro kontra  menyerahnya kelompok Din Minimi yang dikuti dengan penyerahan sejumlah senjata dan amunisi, ternyata Nurdin Ismail alias Din Minimi telah melakukan kontak telefon langsung dengan jokowi tiga hari sebelum menyerahkan diri melalui Kepala BIN letjen (Purn) Sutiyoso, hal ini seperti yang dilansir oleh thejakartapost.com. 29/12/2015.

“Saya bersedia untuk menyerahkan diri karena apa yang saya lakukan  dan apa yang saya tuntut merupakan hal positif,” ungkap  Din Minimi dalam sebuah wawancara telepon pada hari Selasa lalu.

Din Minimi  mengatakan bahwa dia  bersedia untuk keluar dari persembunyian menyusul adanya jaminan dari Presiden Joko Widodo kepada dirinya, dan bahwa tuntutannya akan ditanggapi oleh pemerintah,  Kata Din Minimi yang mengaku melakukan percakapan telepon langsung dengan Presiden RI Jokowi..

” Setelah menerima jaminan dari Presiden, saya bersedia untuk menyerah kepada pemerintah. ” ungkap Din Minimi.

Setelah melalui proses negosiasi yang panjang, Din Minimi menyerahkan diri. Pemimpin kelompok bersenjata ini menyampaikan beberapa tuntutannya melalui Kepala BIN Sutiyoso yang akan disampaikan kepada Pemerintah pusat..

Tuntutan yang  disampaikan kepada pemerintah pusat, yang kesemuanya berangkat dari kekecewaannya kepada elit GAM yang saat ini menguasai pemerintah Aceh. Berikut ini tuntutan Din Minimi:

    Lanjutkan proses reintegerasi
    Kesejahteraan para janda korban dan mantan GAM dijamin oleh pemerintah
    Kesejahteraan anak-anak yatim piatu korban dan keluarga mantan GAM dijamin kepastiannya oleh pemerintah
    KPK menyelidiki dugaan penyelewengan dana APBD oleh Pemda Aceh.
    Ada pemantau indenpenden dalam Pilkada Aceh pada 2017
    Pemberian amnesti kepada seluruh anggota kelompok Din Minimi yang menyerahkan diri.

Menurut Sutiyoso , tidak keliru bila Din Minimi menuntut agar diberikan amnesti (pengampunan hukuman oleh pemerintah). Sebab sesuai isi Perjanjian Helsinski, semua mantan anggota GAM memang berhak mendapatkannya.[lintasaceh]

Kelompok Din Minimi Turun Gunung Anggota kelompok sipil bersenjata dibawah pimpinan Nurdin alias Din Minimi berfoto bersama setelah menyerahkan senjata di Desa Ladang Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Selasa (29/12). Kelompok bersenjata sepakat berdamai dan menyerahkan 15 pucuk senjata api laras panjang beserta amunisi kepada pihak keamanan. (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/nz/15)
AMP - Pengejaran yang dilakukan oleh ratusan aparat kepolisian yang tergabung dalam dua Polres Aceh Utara dan Aceh Timur bisa dikatakan tidak membuahkan hasil yang maksimal untuk bisa menemukan Din Minimi.

Bisa dikatakan proyek gagal militerisasi penegak hukum yang berantunitias ingin berperang dengan kelompok Din Minimi.

Namun apa hasilnya..? Din Minimi luluh dengan rayuan Kepala BIN Sutiyoso dan bersedia turun gunung.

Jadi penilaian yang di anggap oleh publik pihak kepolisian tidak bisa menyelesaikan masalah dengan secara psikologis, tapi  lebih mengedepankan kriminalitas, yaitu perang.

Seperti dilansir aceh.antaranews.com Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyatakan, kelompok bersenjata di Aceh Din Minimi bukan menuntut pemisahan dari NKRI, tapi mereka kecewa pada Pemerintahan Aceh sekarang ini.

"Di mata saya, kelompok bersenjata Din Minimi tidak menuntut untuk pemisahan diri dari NKRI, tapi mereka kecewa atas sikap pemerintahan di Aceh yang ada sekarang," ujar Sutiyoso saat melakukan konferensi pers di Lhokseumawe, Selasa.

Sutiyoso menambahkan, kelompok tersebut sangat tidak puas atas kinerja mantan elit-elit GAM yang sekarang mendapatkan kesempatan di pemerintahan dan mereka merasa telah ditelantarkan, sehingga terjadilah pergolakan.

Sehingga tuntutan kelompok bersenjata tersebut sangat rasional, yaitu meminta program reitegrasi yang sesuai dengan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki untuk dilanjutkan.

Selain itu, meminta para anak-anak yatim dan janda akibat konflik di Provinsi Aceh untuk diperhatikan dengan baik, jangan sampai kehidupannya menjadi terkatung-katung dan diabaikan.

Tuntutan yang sangat kritis yaitu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun ke Aceh, karena mereka menilai ada kejanggalan dalam pengelolaan APBD dan nilainya pun sangat tinggi.

"Bahkan dalam Pilkada tahun 2017 nanti, mereka meminta harus ada peninjau independen. Mengapa hal itu harus ada, karena tidak mau ada pihak-pihak tertentu yang melakukan intervensi," tutur Sutiyoso.

Tambahnya, permintaan mereka yang terakhir mengenai amnesti untuk seluruh kelompoknya, 120 orang yang ada di lapangan dan 30 orang yang sudah dipenjara. Permintaan tersebut merupakan sangat wajar, apalagi dalam MoU Helsinki kalangan GAM juga meminta amnesti.

Sebelum menemui Din Minimi, mantan Panglima Kodam Jaya tersebut sudah menemui Presiden Jokowi dan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, Komisi III DPR RI dan Ketua Komnas HAM, maka semuanya tidak ada yang mempermasalahkan mengenai amnesti tersebut.

"Mengenai amenesti ini harus menunggu waktu. Bagaimana membuat Din Minimi paham betul dan tidak mungkin meminta amnesti tapi masih menenteng senjata, makanya mereka bersepakat untuk menyerahkan seluruh senjatanya," ungkap Sutiyoso.(red)

Herman Hery, anggota DPR RI dari fraksi PDIP (inilah.com)
AMP - Kasubdit Narkoba Polda NTT, Kompol Albert Neno, ketiban sial mendapat kado Natal yang pahit. Pada tanggal 25 Desember 2015 malam, ia ditelpon seseorang dari Jakarta dan dimaki-maki monyet dan bangsat berkali-kali, dan diancam akan dibunuh. Orang penting yang menelponnya itu adalah seorang anggota DPR RI yang bernama Herman Hery, melalui percakapan via Handphone 081119xxxx. 

Anggota DPR RI yang terhormat itu berang karena bisnis mirasnya dirazia oleh Polda NTT dalam operasi Pekat terkait pengamanan Natal. Melalui percakapan di Handphone, kurang lebih sekitar lima menit, Kompol Albert Neno dimaki-maki dengan kata-kata kasar yang tak pantas diucapkan oleh seorang anggota Dewan yang notabene adalah wakil rakyat, sebagai berikut; 

"Kau monyet bangsat, kenapa mau tutup usaha saya? Kenapa kau sita minuman orang? Saya akan laporkan kau monyet ke Kapolri supaya kau dicopot! Kalau kau hebat, kau jantan, kau jago, ketemu saya di hotel, bawa senjata! Kau ketemu saya, saya habisi kau malam ini, bangsat!"  

Sadis, bukan? Lantas siapa Herman Hery ini, bagaimana kiprah dan sepak terjangnya kok berani mencacimaki seorang Perwira Polisi dilingkungan Polda NTT itu? Herman Hery adalah anggota DPR RI dari fraksi PDIP yang mewakili Dapil (Daerah Pemilihan) Nusa Tenggara Timur 2 sejak tahun 2004 sampai sekarang. Bayangkan sudah hampir 11 tahun posisi orang ini tak tergoyahkan menjabat sebagai anggota DPR RI itu. 

Sebagai seorang mantan anak jalanan yang pernah hidup dalam lika liku kelamnya dunia kekerasan premanisme di ibu kota, tentu saja aku tahu persis siapa-siapa saja sosok preman dan mafia yang jadi anggota DPR RI karena uang mereka, dan karena siapa dibelakang mereka, termasuk si Viktor Laiskodat alias Vecky, pria asal Pulau Semau, NTT, yang juga jadi anggota DPR RI sampai sekarang. 

Saat ini Viktor Laiskodat diusung oleh Partai Nasdem besutannya Surya Paloh, dan hebatnya lagi posisinya Viktor Laiskodat juga sebagai anggota MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) menggantikan posisi Akbar Faizal yang dinonaktifkan dari Mahkamah Kehormatan Dewan hanya sesaat sebelum MKD menggelar sidang pengambilan putusan terhadap perkara Kode Etik Ketua DPR, Setya Novanto itu. Dulu waktu hidupnya masih susah, bung Vecky ini senior aku yang luntang lantung di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

 Bung Vecky gabung dengan kelompoknya Yos Woloare dari group Flores, yang bergerak dibidang jasa pembebasan lahan sengketa, penagihan hutang, pengamanan bisnis hiburan malam, eksekusi, dan jasa pengawalan. Hidupnya membaik ketika ia masuk penjara dan kenalan dengan salah satu kerabatnya TW yang satu sel dengannya. Lebih membaik lagi hidupnya setelah ia mempersunting Julie Sutrisno, kerabatnya TW, dan menjadi iparnya si Taipan yang sangat terkenal tersebut, sehingga menghantarnya menjadi anggota DPR RI sampai detik ini. Maka Anda jangan heran, group pengamanan kawasan elit SCBD Jakarta yang kepemilikannya adalah group Artha Graha milik TW, dipegang oleh bung Vecky ini. Berani bikin onar di kawasan elit SCBD itu, kalau enggak babak belur, nyawa taruhannya. Pada tahun 2010 yang silam, Viktor Laiskodat ini pernah dilaporkan ke Polisi oleh Susandi alias Aan karena kasus penganiayaan berat dan penyekapan terhadap mantan karyawan PT. Maritim Timur Jaya, anak perusahaannya Artha Graha, di gedung Artha Graha pada tanggal 14 Desember 2009. Entah mengapa, kasus itu menguap begitu saja sampai sekarang. Pada tahun 2003 yang silam, Viktor Laiskodat pernah didaulat menjadi calon Gubernur NTT pada Pilkada yang digelar pada bulan ke enam, dimana salah satu program kerja unggulannya yaitu akan menjadikan Pulau Semau Las Vegas kedua, dengan dalih untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat setempat. 

Dana Timsesnya Viktor Laiskodat saat itu disokong penuh oleh TW untuk menjadikannya orang nomor satu di Bumi Lorosae kala itu. Namun ternyata mayoritas orang NTT enggak seculun yang mereka perkirakan. Rakyat NTT justru memenangkan Piet Tallo, Rivalnya Viktor Laiskodat, dengan selisih hanya 1 suara saja dengan Viktor Laiskodat, padahal sudah habis-habisan dana yang digelontorkan oleh TW melalui timsesnya Viktor Laiskodat saat itu. Piet Tallo adalah sosok pemimpin yang keras di NTT. Beliau pernah memberi makan lumpur kepada rakyat yang malas bekerja dan tak mau mengolah lahan untuk bercocok tanam. Baginya, orang yang malas bekerja tak pantas makan nasi, mereka lebih pantas makan lumpur. Walaupun sifatnya keras begitu, ia adalah sosok Gubernur yang dicintai oleh rakyatnya. Beda dengan jalan hidupnya Viktor Laiskodat yang karena faktor kebetulan dan keberuntungan garis tangannya semata, 

Herman Hery bisa tembus lingkaran Senayan karena uangnya yang bicara. Pria kelahiran Ende, Flores-NTT ini, nama aslinya adalah Hery Chiap, seorang Tionghoa keturunan yang dulu kabur dari kota kelahirannya Ende, kota dimana Bung Karno dulu diasingkan oleh Belanda, dan merantau ke Jakarta, karena terlibat kasus pidana berat, yaitu pemalsuan uang, dimana uang difotokopi dan dibelanjakan. Merantau ke Jakarta tak membuat sifat liciknya hilang, justru malah ia sukses jadi orang karena kecerdasan dan kelihaiannya. 

Hery Chiap melakukan usaha ilegal lainnya dengan bisnis Solar oplosan dan penimbunan Solar. Setelah uangnya sudah cukup banyak, ia mengembangkan kiprahnya dengan menggeluti bisnis-bisnis ilegal lainnya, sehingga menjadikannya sosok yang kaya raya di ibukota negara ini. Pengaruhnya Hery Chiap ini sangat kuat di bumi Lorosae itu. Anggota DPR RI dari Partai Demokrat asal Manggarai, Flores-NTT, Benny K. Harman, dulu gagal jadi Gubernur NTT pada tahun 2013 yang lalu karena campur tangan si Herman Hery alias Hery Chiap ini. Padahal saat itu Partai Demokrat adalah partai penguasa dimana Ketua Umumnya, SBY, masih menjabat sebagai Presiden RI. 

Kehidupan Herman Hery ini tergolong glamour dan mewah. Ia tinggal di perumahan elit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ia punya hobi yang unik, yaitu mengkoleksi mobil mewah. Koleksi mobil mewahnya itu mulai dari Ferrari sampai sedan Bentley buatan Inggris seharga 7 Milliar, semuanya terparkir berjejer rapih di rumahnya yang mewah di Jl. Metro Raya Tk.II No.85, Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Di Ibukota Provinsi NTT, kota Kupang, Herman Hery juga punya usaha lainnya untuk menambah pundi-pundi kekayaannya. Ia bangun satu-satunya hotel mewah di Kupang, yaitu Sotis Hotel, yang dipakai Jokowi untuk menginap selama kunjungannya ke NTT, dan perayaan Natal pada tanggal 28 Desember 2015 di kota Kupang. 

Selain hotel mewah miliknya itu, Herman Hery juga punya usaha sampingan dengan menyediakan minuman keras berkelas, yaitu di Beer and Barrel, Sotis Hotel. Jadi aku sudah tak heran lagi kalau seorang Kasubdit Narkoba sekelas Polda NTT itu dimaki-maki dan diancam oleh Herman Hery alias Hery Chiap ini. Kalau dibandingkan dengan Setya Novanto, sepak terjangnya Setya Novanto itu masih belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sepak terjangnya si Herman Hery ini. Tulisan ini hanya paparan ringan saja, supaya Anda semua tahu bahwa para Politisi yang duduk manis di Senayan itu banyak yang berasal dari dunia hitam.[kompasiana.com]

AMP - Berbagai informasi dan spekulasi terkait keberadaan Din Minimi bersama anggota kelompok bersenjata yang dipimpinnya masih terus beredar pagi ini, Selasa (29/12/2015).

Tak ketinggalan pula, beredar pula sejumlah foto yang menunjukkan keberadaan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen TNI Sutiyoso di dalam sebuah rumah yang diperkirakan rumah Din Minimi, di Ladang Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur.

Bahkan, satu foto memperlihatkan Sutiyoso bersama Din Minimi dan anggotanya yang menyandang senjata lengkap.

Keuchik Gampong Ladang Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Yusri yang dihubungi Serambinews.com, Selasa (29/12/2015) pagi, memastikan Nurdin bin Ismail alias Din Minimi bersama semua anggotanya masih berada di rumahnya di gampong tersebut.

Ditanya kemungkinan kelompok ini akan berangkat ke Banda Aceh atau daerah lainnya, Yusri mengatakan, sepengetahuan dirinya jika anggota BIN sudah pulang nanti, maka semua anggota Din Minimi akan kembali ke rumah masing-masing.

"Setelah anggota BIN pulang, anggota Din Minimi langsung pulang ke rumah masing-masing di sini," ujarnya.

Terkait senjata api Din Minimi dan anggotanya, Keuchik Yusri mengaku bahwa semua senjata api milik Din Minimi telah diserahkan kepada anggota BIN.

"Bang Din dan anggotanya tidak ada lagi senjata, semua senjatanya sudah diserahkan kepada pihak BIN," sebutnya lagi.

Sampai saat ini diakuinya, Din Minimi belum dibawa kemanapun. "Cuma Bang Din yang diajak pergi tadi. Rencananya dibawa ke Lhokseumawe ke Lido Graha untuk melakukan jumpa pers," katanya.

Namun dirinya mengaku belum tahu jam pasti keberangkatan pemimpin kelompok bersenjata ini. "Saya belum tahu, jam berapa dibawa karena saat ini Din Minimi dan anggota sedang makan," ujarnya.

Yusri juga mengaku bahwa tidak ada seorang pun yang diizinkan masuk ke lokasi tersebut.

"Tidak ada seorang pun diijinkan masuk ke lokasi ini, baik Kapolres, Kapolsek, Danramil maupun pihak yang memediasi tidak ada siapa pun di sini. Selain Din Minimi dan anggotanya, masyarakat, dan anggota BIN," ungkap Yusri.[serambinews.com]

Akhir Kisah Din Minimi Menyerah. "Pat ujeun yang tan pirang, pat prang yang tan reuda." Tak ada hujan yang tak berhenti, tak ada perang yang tak reda. Tamsilan Aceh itu akhirnya berlaku juga untuk Din Minimi, pimpinan kelompok bersenjata beranggotakan sekitar 15 orang. Setelah sekian lama bergerilya dari hutan ke hutan menghindari kepungan aparat keamanan, Din Minimi akhirnya dikabarkan menyerah pada Senin malam, 28 Desember 2015.
Kabar Din Minimi turun gunung beredar cepat. Disebutkan, begitu turun gunung, Din Mimini langsung menuju rumah orang tuanya di Gampong Ladang Baro, Julok, Aceh Timur.

Kepala Desa setempat, Yusri, membenarkan hal itu. "Betul Bang Din sudah kembali ke rumahnya di Gampong Ladang Baro, seusai magrib tadi," kata keuchik Yusri seperti diwartawakan Serambinews.com.

Namun, belum ada penjelasan lebih jauh bagaimana proses Din Minimi berhasil dijinakkan.
 
Sinyal Din Minimi akan turun gunung sebenarnya sudah muncul beberapa hari sebelumnya. Adalah Abdul Hadi Abidin yang mengungkapkannya kepada wartawan. Saat itu, Ketua Umum Aceh Human Foundation itu mengatakan, Din Minimi akan turun gunung dalam waktu dekat.

Dihubungi kembali seusai merebaknya kabar Din Minimi turun gunung, pria yang akrab disapa Adi Maros itu membenarkannya.Tak tanggung-tanggung, kepulangan DIn Minimi disambut langsung oleh Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso.

Katanya, setelah berjumpa orang tuanya, Din Minimi akan diterbangkan ke Jakarta lewat Banda Aceh.

Nama Din Minimi menjadi buah bibir setelah muncul di koran menyatakan perang terhadap Pemerintah Aceh.  Sambil memamerkan senjata di koran, mantan anggota GAM itu mengatakan Pemerintah Aceh yang kini dipimpin oleh pimpinannya semasa di GAM dulu, tidak lagi memegang amanah.

"Kami siap melawan pemimpin Aceh dengan cara apapun, karena mereka sudah tidak lagi amanah. Banyak mantan kombatan GAM, janda, dan anak yatim akibat konflik saat ini hidup memprihatinkan," kata Din ketika bertemu sejumlah wartawan di lokasi persembunyiannya
Menariknya, Din mengaku siap kembali jika pemerintah memenuhi permintaannya. Ia pun siap menyerahkan senjata.

“Kamoe akan melawan pemerintah sampoe darah kamoe abeh. Tapi bila pemerintah geupeunuhi yang kamoe lakee, kamoe pih siap kembali, dan senjata kamoe jok keu yang berhak atawa polisi,” (Kami akan melawan pemerintah sampai darah kami habis. Namun bila tuntutan kami dikabulkan, kami kembali ke masyarakat dan senjata kami serahkan ke aparat polisi),” ujar Nurdin.
Meski membantah terlibat dalam serangkaian aksi kriminal, nyatanya nama Din Minimi sering dikaitkan dengan tindakan perampokan dan penculikan. Din Minimi juga disebut-sebut mengeksekusi hingga tewas dua intel TNI di Nisam, Aceh Utara pada Juli 2015.

Profil Din Minimi
Sudah hampir dua tahun polisi memburu Din Minimi. Setelah penembakan intel TNI, pasukan yang mengepungnya jumlahnya kian berlipat. Namun Din berhasil meloloskan diri meski beberapa anak buahnya tertangkap dalam sejumlah penyergapan.


Din Minimi adalah pribadi yang kompleks. Keluarganya sudah terlibat di GAM sejak awal gerakan itu didirikan pada 1976. Sejumlah sumber menyebutkan, nama Minimi yang melekat di belakang namanya adalah warisan dari sang ayah yang dikenal dengan nama Ayah Minimi.

“Di rumah Ayah Minimi di Geureudong Pase diadakan rapat pertama perjuangan GAM (di wilayah Pase) pada masa silam,” kata sumber yang menolak namanya ditulis.

Konon, Ayah Minimi pernah ditembak dengan senjata minimi, namun tidak tembus lantaran memiliki ilmu kebal. Itulah sebabnya, rekan-rekannya memanggilnya Ayah Minimi.

Namun petulangan Ayah Minimi berakhir setelah terjaring sweeping aparat keamanan di kawasan Alue Ie Puteh, Kecamatan Baktya, Aceh Utara, pada masa konflik bersenjata. Sumber itu menyebutkan, sejak saat itu Ayah Minimi hilang. Sumber lain menyebutkan, setelah terjaring razia, Ayah Minimi digilas dengan kenderaan hingga tewas.

Menurut sumber itu, Dini Minimi lahir di Julok, Aceh Timur. Dia memang mantan kombatan. Terakhir pada masa awal damai Aceh, Din Minimi pernah pulang ke Geureudong Pase, rumah orang tuanya.

Selain ayahnya, Din Minimi juga kehilangan dua adiknya. Seorang adiknya tewas dalam pertempuran antara GAM dan TNI pada 2004. Sedangkan adiknya satu lagi hilang masa konflik. Hingga kini, ia tak tahu adiknya masih hidup atau mati.

Dari seorang sumber lain di organisasi tempat berhimpunnya mantan kombatan GAM, Komite Peralihan Aceh (KPA) Aceh Timur, diperoleh konfirmasi Din Minimi resmi masuk GAM sejak 1997. Ia mengikuti jejak ayahnya di masa lalu.

"Beutoi, gobnyan pernah jeuet keu anggota KPA. Tapi kemudian memisahkan droe karena kleuet bacut (Benar, dia pernah jadi anggota KPA, tapi kemudian memisahkan diri karena agar liar)," kata sumber yang lagi-lagi menolak namanya ditulis.

Di mata sumber ini, Din adalah pribadi yang pendiam, tapi bertempramen tinggi. Keterangan sumber itu juga dibenarkan oleh seorang pengurus KPA pusat.
Penelusuran dari sumber lain menyebutkan Din Minimi berselisih paham dengan pengurus KPA lain saat Pilkada 2012. Saat itu, KPA mengusung pasangan pimpinan GAM Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf.

Sementara Din Minimi merapat ke Muhammad Nazar, mantan Wagub Aceh yang maju ke gelanggang pemilihan gubernur pada 2012.

Sejak itu, Din memilih jalannya sendiri. Lama menghilang, namanya kemudian dikaitkan dengan sejumlah tindak kriminal di Aceh Timur.

Namun, kini petulangan Din Minimi berakhir sudah. Ia memutuskan turun gunung pada 28 Desember 2015.[sks]

AMP - Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Sutiyoso terbang ke Aceh. Sutiyoso kemudian pergi ke suatu tempat yang berjarak tiga jam dari Kota Lhokseumawe. Di lokasi itu dia berdiskusi dan bernegosiasi dengan kelompok bersenjata Din Minimi, pecahan GAM.

"Saya melakukan negosiasi dengan Din Minimi dan saya pidah ke rumah Din Minimi. Saya tidur bersama mereka dan akhirnya mendapat kesepakatan," jelas Sutiyoso saat berbincang dengan detikcom, Selasa (29/12/2015).

Menurut Sutiyoso, setelah bernegosiasi, ada 120 orang kelompok bersenjata anggota Din Minimi yang menyerahkan diri.

"Ada 15 pucuk senjata dan 1 karung amunisi," terang dia.

Menurut Sutiyoso, kelompok pimpinan Din Minimi ini bukan gerombolan, mereka kooperatif. "Mereka lari ke hutan karena kecewa dengan elite GAM. Mereka tidak pernah merampok," tegas Sutiyoso.[]

Sumber: detik.com

AMP - Soal dana siluman DPRA,ini jawabannya: Izin Melaporkan. Pada tanggal 25 Des 2015. Pukul 02.00 dini hari, bertempat di Gampong Ilie Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. 

A. Telah didapatkan Informasi dari Nurzahri ST ( Anggota DPRA Aceh periode 2014-2019 ) dari Partai Aceh terkait polemik APBA Aceh 2016. - Bahwa sebenarnya subtansi APBA bukan masalah dana aspirasi DPRA yang diminta rapel oleh anggota Dewan yaitu 20. Milyar karena anggaran tahun 2015. 

Dan 2016. - Polemik itu terjadi karena Wakil Gubernur Aceh menitipkan Hidden Agenda ( agenda terselubung ) yaitu dengan memerintahkan DPR Aceh dari Fraksi PA untuk meminta anggaran 1 Triliyun, karena dana itu akan digunakan untuk memperkuat timses Wagub karena akan maju sebagai Gub pada Pilkada 2017. 

Akan tetapi dibalut dengan rasionalisasi ke Gub Aceh bahwa itu adalah dana kompensasi terhadap Aspirasi DPRA yang hilang pada APBA 2015. 

Dan ini juga di mainkan oleh Pimpinan Parnas yang tergabung dalam Koalisi Aceh Bermartabat ( KAB ) yang notabene adalah Pendukung dan Pengusung Wagub ke depan. Anggaran ini adalah lobi Politik Wagub Muzakir untuk mengikat Parnas agar mendukung dirinya dalam Pilkada nantinya. - Bagi anggota Fraksi PA ini tetap diperjuangkan karena apabila tidak mereka harus menyerahkan dana per orang 2 Milyar untuk Wagub yang juga ketua PA sebagai dana kampanye pada Pilgub 2017. - secara pribadi Nurzahri melihat ini tajam karena akibat paripurna Penggantian Sulaiman Abda, karena selama ini yang melakukan komunikasi dari DPRA ke Gubernur apabila komunikasi diantara mereka buntu adalah Sulaiman Abda dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua DPRA. 

Menurut Ybs Gub marah karena bahasa bahasa yang dikeluarkan oleh Sebagian Anggota DPRA tersebut tidak pantas dan wajar Gubemur marah. - Bagi Anggota DPRA Periode 2014-2019 ini sangat bahaya, karena Tatib DPRA sampai saat ini belum disahkan karena ada hal hal substansial yang belum di setujui kuorum. 

B. Dari Fraksi PA sendiri yang sibuk maslaah APBA ini adalah Kautsar dan Muharudin Ketua DPRA. Sedangkan anggota Fraksi PA lainnya lebih banyak diam karena mereka tidak mau terlibat konflik internal yang lebih dalam. 

C. Demikian dilaporkan.[Red]

AMP - Penambahan senjata api kelompok separatis di Papua yang diperoleh dari hasil rampasan milik aparat keamanan di Bumi Cendrawasih diperkirakan akan membuat situasi keamanan semakin tidak kondusif.  

"Sepanjang tahun 2015 diperkirakan ada 200 senjata yang dirampas kelompok separatis yang tersebar di belasan titik. Jika begitu, situasi keamanan semakin tidak kondusif," ujar Anggota Komisi I DPR-RI, TB Hasanuddin saat dihubungi Rimanews, Senin (28/12/2015).    

TB Hasanuddin mengatakan, meskipun satu kelompok separatis yang berada di tempat terisolir tersebut memiliki 10 hingga 15 senjata, bukan berarti TNI tak mampu untuk memberantas kelompok separatis itu.

"TNI kan punya banyak kelebihan dibanding kelompok separatis. Pasukan TNI sudah terlatih hidup di medan perang, daerah terisolir dan senjatanya banyak serta lebih modern. Nah, harusnya TNI lebih mampu kan," kata mantan Kepala Staf Garnisun Wilayah DKI Jakarta ini dengan nada bertanya. 

Terlebih lagi, lanjut mantan Sekretaris Militer ini, TNI memiliki alat pendeteksi keberadaan musuh. Jadi, imbuh TB Hasanuddin, jika ada keseriusan dari aparat keamanan untuk memberantas kelompok separatis, seharusnya hal itu sudah tertuntaskan. 

"Kan TNI ada alat pendeteksi, masa tidak terdeteksi keberadaan mereka? Kalaupun kelompok separatis itu hidup di wilayah yang terisolir, saya yakin tak akan lama. Sebab, mereka (kelompok separatis) tidak bisa hidup yang lebih dingin sekali. Jadi, sebetulnya lebih gampang berantas separatis ketimbang teroris," pungkas purnawirawan TNI AD dengan pangkat Mayjend ini. [RIMA]

AMP - Kelompok bersenjata Nurdin alias Din Minimi akhirnya turun gunung. Informasi yang diterima AJNN, Din Minimi bersama anggotanya sudah berada di rumah orang tuanya yang berada di Desa Ladang Baro Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur.

Menurut informasi yang diterima AJNN, sekitar 30 anggota Din Minimi akan menuju ke Banda Aceh yang ikut dikawal oleh perwakilan Polda Aceh dan perwakilan Kodam IM, Senin (28/12) malam

Kelompok bersenjata pimpinan Din Minimi keluar dari perdalaman Aceh Timur tepatnya dari Desa Seunubok Bayu, Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur.

Selain dari perdalaman Aceh Timur, sebagian anggota Din Minimi akan menunggu di suatu daerah untuk berangkat ke Banda Aceh.

Kapolres Aceh Timur AKBP Hendri Budiman SIK yang coba dikonfirmasi media ini hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban.

Sementara Din Minimi pimpinan kelompok bersenjata yang juga coba dihubungi tidak ada jawaban. [AJNN]

AMP - Kelompok bersenjata yang menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) Kepolisian Daerah (Polda) Aceh, Nurdin bin Ismail alias Din Minimi mengaku ada 4 tuntutan yang diajukan kepada Pemerintah Aceh. Bahkan Din Minimi sudah menandatangani surat tuntutan tersebut.

Empat tuntutan yang diinginkan oleh kelompok Din Minimi yaitu, rumah untuk anak yatim, korban konflik dan eks kombatan, kebun sawit untuk eks kombatan, modal usaha untuk anak yatim, fakir miskin dan yang terakhir pembebasan seluruh anggota Din Minimi yang sudah ditahan dan yang sedang diproses hukum.

Sebelumnya, Ketua LSM Aceh Human Foundation (AHF) Abdul Hadi Abidin alias Adi Maros ketika berkunjung ke kantor AJNN, Selasa (18/11) mengatakan pihaknya akan terus memperjuangkan tuntutan yang diajukan oleh Din Minimi. Surat tuntutan tersebut sudah disampaikan ke Pemerintah Pusat.

"Din Minimi sangat berterima kasih kepada elemen-elemen sipil yang sudah mau berjumpa dengan dirinya, bahkan sudah memperjuangkan tuntutannya," kata Adi Maros. [AJNN]

AMP - pemukulan terhadap Tgk Imum Mukhtar (45) dan Faisal (40), Keuchik Gampong Seunebok Bayu, Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur oleh oknum aparat kepolisian berimbas kepada masyarakat sehingga desa tersebut sampai saat ini masih mencekam, Jumat, 25 desember 2015.

Tgk Imum Mukhtar kepada reporter statusaceh.net mengaku dirinya didatangi oleh sejumlah aparat kepolisian kerumahnya dan diseret ke sebuah warung bersama dengan Keuchik setempat yang menanyakan keberadaan kelompok bersenjata Din Minimi.

Kelompok bersenjata yang saat ini menjadi buruan pihak keamanan di Aceh akhirnya ingin berdamai dan turun gunung. Kurang lebih sebanyak 30 orang terlihat turun melalui jalan Keude Geurubak menuju Kota Idi, Aceh Timur, yang dikawal perwakilan Polda Aceh dan anggota Kodam IM, Senin malam (28/12/2015).

Salah seorang sumber terpercaya yang enggan disebut namanya mengatakan, sejak pukul 22.00 WIB anggota Din Minimi tiba di Kota Idi tepatnya pas di jembatan simpang keude geurubak yang disambut hujan deras. Menurutnya, mereka turun dari kawasan Seunubok Bayu kecamatan Banda Alam. Kemudian, katanya, mereka yang juga dikawal tim dari Uni Eropa berangkat menuju Kuta Binje dan selanjutnya langsung menuju ke Banda Aceh untuk berdamai.

“Dari Idi mereka menggunakan mobil Hilux Pick U ke Kuta Binje, disana ada anggota mereka juga yang turun gunung melalui jalur disana, kemudian mereka akan langsung menuju Banda Aceh,” ujarnya.[Red]

AMP – Tiga orang polisi tewas dan dua lainnya terkena luka tembak saat sekelompok orang tak dikenal menyerang Polsek Sinak di Kabupaten Puncak, Papua, semalam. Ada sekitar delapan polisi yang bertugas di polsek itu.

Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw mengatakan peristiwa penyerangan terjadi sekitar pukul 20.45 WIT. Kelompok penyerang juga mengambil tujuh senjata api serta amunisi dari Polsek Sinak.

Paulus pagi ini, Senin (28/12/2015), tengah dalam perjalanan menuju Sinak untuk melihat langsung situasinya.

Korban tewas dan terluka hingga kini masih berada di Koramil Sinal yang berjarak sekitar 100-150 meter dari Polsek Sinak.

Ketiga polisi yang tewas ialah Briptu Ridho, Bripda Arman, dan Bripda Ilham. [CNN Indonesia]

AMP - Polres Langsa akan memanggil pihak rekanan, konsultan perencana serta konsultan pengawas yang mengerjakan proyek jembatan gantung di hutan Bale Jurong Kota Langsa terkait rubuhnya jembatan itu, Sabtu (26/12/2015) pukul 17.30 WIB.

Kapolres Kota Langsa, AKBP Sunarya SIK saat meninjau kondisi jembatan gantung yang ambruk di hutan kota, kepada Serambinews.com, Sabtu (26/12/2015) magrib mengatakan, pihaknya mengecek kondisi jembatan yang rubuh dan kita police line agar warga tidak mendekati jembatan tersebut untuk kebutuhan penyelidikan.

Selain itu, pihaknya juga akan memanggil kontraktor, konsultan perencanaan dan pengawasan, apakah mereka punya kualifikasi atau tidak dalam membangun jembatan itu.

"Masyarakat sebelumnya sudah mengingatkan agar pengikat tali seling jembatan gantung digunakan yang bergerigi namun tidak di indahkan," ujarnya.

Ratusan warga yang mengujungi hutan Bale Jurong Kota Langsa tercebur dalam sungai buatan di tengah hutan kota akibat lepasnya tali seling jembatan gantung di tengah sungai buatan itu. Tidak ada korban jiwa dalam musibah ini, sebagian warga terkilir dan patah kakinya.[TRB]


Abu Bakar al-Baghdadi. nationalreview.com
AMP - Kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kemarin merilis sebuah rekaman yang diduga berisi suara pemimpin mereka Abu Bakar al-Baghdadi.

Dalam rekaman suara itu sang khalifah mengancam negara Israel.

"Semakin hari kami semakin dekat dengan kalian. Jangan dikira kami melupakan kalian," ujar Baghdadi, seperti dilansir the Jerusalem Post, Sabtu (27/12).

"Allah menciptakan kaum Yahudi untuk berkumpul di Israel dan perang melawan mereka menjadi lebih mudah. Sudah kewajiban setiap muslim untuk berjihad," seru Baghdadi.

"Wahai kaum Yahudi, kalian tidak akan nyaman di Palestina. Allah sudah mengumpulkan kalian di Palestina supaya kaum mujahidin bisa segera menyerang kalian dan kalian akan bersembunyi di balik batu dan pepohonan. Palestina akan jadi kuburan kalian," ujar Baghdadi.

Dalam rekaman itu dia juga mengatakan serangan udara dari pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat dan Rusia telah gagal melemahkan ISIS.

"Yakinlah Allah akan memberikan kemenangan kepada mereka yang menyembahNya," kata dia.

Rekaman suara yang disebar melalui media sosial Twitter itu hingga saat ini belum bisa diyakini kebenarannya.

Dalam rekaman itu Baghdadi juga mengecam rencana Arab Saudi yang membentuk aliansi militer dengan 34 negara untuk melawan ISIS.

"Kalau benar itu koalisi Islam maka harusnya menyatakan diri bebas dari orang Yahudi dan kaum Salibis. Seharusnya mereka juga menjadikan pembunuhan terhadap kaum Yahudi dan pembebasan Palestina sebagai tujuan," kata Baghdadi.[MDK]

AMP - Sepanjang 2015 jumlah polisi tewas di seluruh Indonesia ada sebanyak 18 orang dan 74 luka-luka.

Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), mengatakan sejumlah polisi yang tewas itu merupakan korban pengeroyokan, ditembak begal, ditabrak, ditusuk, bentrokan sesama polisi, bentrok dengan TNI, korban bunuh diri, dan lain-lain.

"Sedangkan jumlah anggota TNI yang tewas di tahun 2015 ada 10 orang dan 12 luka," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (27/12/2015).

IPW mencatat, jumlah polisi yang tewas ini menurun jika dibanding tahun sebelumnya. Tahun lalu jumlah polisi tewas mencapai 41 orang dan luka 42.

Tapi tahun ini angka penyebab kematian terbesar polisi adalah akibat bunuh diri sebanyak 7 orang, ditembak 4 orang, kecelakaan 3 orang, ditikam 1 orang, dan lain lain 3 orang.

Masih tingginya angka kematian polisi saat menjalankan tugas ini perlu dicermati. Trennya mulai meningkat sejak 5 tahun terakhir. Yang paling memprihatinkan adalah tren kematian polisi akibat bunuh diri dan ditembak rekannya sendiri.

Kasus ini menunjukkan bahwa psikologi sebagian anggota Polri sangat labil dan tidak mampu menahan emosi. IPW berharap pada 2016, jajaran Polri bisa lebih mawas diri, terlatih, peka, tidak emosional dan arogan, sehingga angka kematian polisi saat bertugas bisa semakin menurun.

"Yang lebih penting, di 2016 diharapkan tidak ada lagi sesama polisi saling serang atau polisi tembak polisi."[SRB]

Din Minimi (kiri) dan Ketua AHF Adi Maros. @Ist
AMP - Ketua Aceh Human Foundation (AHF), Abdul Hadi Abidin atau akrab disapa Adi Maros, mengatakan Nurdin bin Ismail alias Din Minimi bakal turun gunung dalam waktu dekat ini.

“AHF sendiri punya keyakinan dengan doa dan usaha kelompok bang Din akan turun kembali ke masyarakat dalam waktu dekat ini. Insya Allah dengan komunikasi- komunikasi yang kita bangun selama ini,” ujar Adi Maros saat diwawancarai portalsatu.com, Minggu, 27 Desember 2015.

Adi maros mengatakan AHF tidak berdiam diri melihat pemburuan kelompok Din Minimi dilakukan oleh penegak hukum selama ini.

“Kita meminta kepada polisi untuk bersabar dulu, jangan mengedepankan nafsu mengejar Din Minimi. Walaupun tidak diburu, bang Din pasti akan kembali ke masyarakat,” katanya.

Dia mengatakan keinginan Din Minimi kembali ke masyarakat baru sepekan lalu disampaikan kepada AHF.

“Kita sangat yakin kelompok itu akan kembali lagi dengan masyarakat. Sebelum itu saya juga berkunjung ke rumah ibu Din Minimi, dan kita harap dan bersabar agar semua penyelesaain terwujud sesuai harapan,” kata Adi Maros.[]

Ilustrasi
AMP - Kedamaian di Aceh, yang telah tercipta selama 10 tahun terakhir, ternoda oleh pembantaian terhadap dua petugas intelijen TNI. Siapapun pelakunya dan apapun skenario yang melatarinya, kekejaman tersebut menjadikan Kesepakatan Helsinki sebagai taruhan.

Aceh memang belum bisa dikatakan aman. Ini karena masih maraknya kasus penembakan, perampokan bersenjata, dan peredaran senjata api ilegal. Kini ketegangan pun makin melesat gara-gara penculikan pada Minggu malam, 22 Maret 2015, oleh sekelompok orang bersenjata api laras panjang terhadap pejabat militer setempat.

Penculikan pertama dilakukan terhadap Panglima Muda Komite Peralihan Aceh Daerah Dua, Wilayah Pase, Mahmudsyah alias Ayah Mud (48), di Desa Paya Terbang, Kecamatan Samudra, Aceh Utara. Keesokan harinya, dua anggota intelijen Kodim 0103 Aceh Utara juga diculik di kawasan Dusun Alue Mbang, Desa Alue Papeun, Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara.

Berbagai spekulasi dari dua peristiwa yang terjadi hanya berselang dalam hitungan jam itu pun mulai bermunculan. Sebagian besar aparat keamanan mengindikasikan, pelakunya adalah para mantan Gerakan Aceh Merdeka. Ada pula yang mengkaitkan peristiwa ini dengan kelompok eks-GAM pimpinan Abu Minimi alias Din Minimi.

Nama Abu Minimi muncul di akhir tahun 2014, ketika ia menyatakan perang terhadap Gubernur Aceh Zaini Abdullah, yang mantan menteri luar negeri GAM; dan wakilnya, Muzakir Manaf, yang mantan panglima Tentara NAsional Aceh (TNA). Ancaman ini dipicu oleh kekecewaan ini terhadap pemerintahan Aceh yang dianggap menelantarkan kesejahteraan mantan kombatan GAM.

Perpecahan tersebut sebenarnya mulai merebak sejak Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur 2006. Kala itu para kombatan GAM dari kelompok TNA, termasuk Muzakir Manaf, mendukung pasangan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar. Di pihak lain, kelompok mantan kementerian luar negeri GAM mendukung pasangan Humam Hamid-Hasbi Abdullah.

Perpecahan ini bertambah parah dalam Pemilukada 2012. Saat itu kelompok GAM melalui kendaraan politiknya, Partai Aceh, mengusung pasangan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf. Lawannya adalah incumbent, Irwandi Yusuf. Kali ini, karena tak dicalonkan oleh Partai Aceh, mantan juru bicara  GAM itu maju sebagai calon independen.

Demikian dahsyatnya pertarungan politik dalam Pilkada itu, sampai terjadi pembunuhan terhadap mantan GAM pendukung Irwandi, Amirudin Husin alias Saiful Cagee alias Pon Cagee, pada pertengahan 2012. Pembunuhan ini menjadi menjadi momentum perpecahan terbesar dalam kubu GAM.

Pada Pilkada 2014, kubu Irwandi dengan dukungan mantan Wakil Panglima Perang GAM, Sofyan Dawood, keluar dari Partai Aceh. Dalam Pilkada ini mereka maju sebagai calon dari Partai Nasional Aceh.

Di tengah persaingan yang demikian ketat itu, siapa sesungguhnya yang paling berkepentingan membantai dua petugas intelijen TNI dan Panglima muda KPA?

Kecurigaan bisa saja diarahkan kepada kelompok Din Minim lantaran pernah menyatakan perang terhadap pemerintah Aceh. Atau kepada kelompok Vikram yang telah mengaku terlibat dalam pembunuhan Pon Cagee.

Hanya saja, Minimi dan Vikram telah membantah keterlibatannya dalam kaksi berdarah tersebut.  

Menemukan siapa pelaku sesungguhnya memang tak gampang. Ini karena banyak senjata illegal beredar di Aceh. Kesepakatan Helsinski yang mewajibkan GAM menyerahkan senjata tampak tak berpengaruh kalau dikaitkan dengan tingginya angka gangguan bersenjata di Aceh. 

Celakanya lagi, kini tak hanya mantan kombatan GAM yang bersenjata. Kasus penggerebekan kamp latihan teroris di Jantho, Aceh, pada 2010 membuktikan jaringan teoris non-Aceh tak boleh disepelekan. Menurut direktur Institute for Policy Analysis of Conflict, Sidney Jones, kamp tersebut dibangun oleh jaringan teroris Aceh dengan kelompok Medan, Solo, Malang, Bima, Poso, Banten, beberapa daerah di Jawa Timur, dan esktremis Darul Islam.

Sidney Jones juga percaya bahwa mereka sekarang menjadi pendukung utama milisi ISIS di Indonesia. Bila sekarang mereka memiliki semangat tempur sangat tinggi, tampaknya  terkait dengan pernyataan para tokoh idola mereka - Abu Bakar Ba'asyir, Aman Abdurrahman (Jamaah Ansharut Tauhid-JAT), dan Santoso alias Abu Wardah (pemimpin kelompok teroris di Poso, Sulawesi Tengah) – yang telah mengakui Abubakar al-Baghdadi sebagai khalifah. 

Lantas, skenario apa sesungguhnya yang tengah membuat penduduk Aceh dihantui oleh terulangnya konflik bersenjata sepertu dulu? Yang pasti, sebelum jenazah kedua anggota intelijen TNI ditemukan, telah tersiar kabar bahwa mereka telah tewas. Sedangkan untuk mengetahui siapa yang berkepentingan untuk menciptakan kekacauan di Aceh, kita masih harus menunggu dengan sabar.
 
Sumber: indonesianreview.com

Masih ingatkah anda Kampanye Politik Partai Aceh di Glumpang Payong, Bireuen, 24 Maret 2014 yang dihadiri oleh ribuan rakyat Aceh hanya untuk menyimk dan mendengan kata-kata kebohongan semata untuk dipilih mereka menjadi penguasa di Aceh.

Tak segan mereka menghina lawan politiknya, ya seperti pendiri Partai PNA yaitu Irwandi Yusuf yang menytakan lebih baik dokter manusia dari pada memilih doktor Hewan.

apa yang terjadi sekarang, ya silahkan rakyat rasakan..!

Daerah Aceh merupakan Modal utama dalam perjuangan kemerdekaann Republik Indonesia, karena tidak pernah dikuasai oleh musuh dan masih utuh sepenuhnya. Aceh merupakan juga daerah yang selalu menyumbang atau selalu memberi bantuan kepada Republik Indonesia; baik berupa senjata, makanan, dan pakaian untuk membantu perjuangan dalam menegakkan kemerdekaan. Unsur ajaran Islam berupa semangat jihad fisabilillah atau Perang di Jalan Allah sangat berperan dalam perang kemerdekaan Indonesia di Aceh. Hikayat Prang Sabi (Hikayat Perang Sabil), yang mendorong rakyat Aceh melawan Belanda pada Zaman Perang Belanda dahulu, juga bergema kembali pada era perang kemerdekaan Indonesia.
AMP - Tanggal 17 Agustus 1945 Republik Indonesia di proklamirkan kemerdekaannya oleh Soekarno Hatta. Pernyataan kemerdekaan itu tidak langsung diterima baik oleh semua pihak, terutama pihak Belanda dengan gigih berusaha untuk kembali menguasai seluruh kepulauan Indonesia. Pertentangan pihak Belanda dengan Indonesia sampai menjelang tahun 1950. mereka menjalankan politik adu domba dan pecah belah diantara rakyat Indonesia dengan maksud dapat menduduki kembali seluruh kepulauan Indonesai.

Dalam upaya menjajah Indonesia kembali, Belanda menyiarkan berita-berita melalui surat kabar dan radio, bahwa kedatangan mereka ke Indonesia bukan untuk berperang dan menjajah, tetapi menjaga keamanan yang diakibatkan oleh perang Dunia II. Selain melalui siaran propaganda, pihak Belanda juga melakukan dua kali agresi bersenjata terhadap Indonesia, yaitu agresi pertama tahun 1947 dan kedua tahun 1948. Akibat serangan itu  dalam waktu relatif singkat hampir seluruh wilayah Indonesia dapat mereka duduki kembali.

Daerah yang belum mereka kuasai satu-satunya adalah Aceh, sehingga Republik Indonesia yang berusia muda itu masih mempunyai modal yang sangat kuat untuk mempertahankan kedaulatan kemerdekaannya. Belanda berkali-kali berusaha menghancurkan perlawanan rakyat Indonesia di daerah Aceh dengan pendaratan pasukannya yang selalu dapat digagalkan. Beberapa kali Belanda melancarkan serangan udara terutama terhadap komando Artileri dilapangan udara Lhok Nga dan beberapa kota lainnya, seperti Ulee Lheue, Sigli, Lhoksumawe, Langsa, Meulaboh dan Tapak Tuan, tetapi dapat di balas rakyat Indonesia di daerah Aceh dengan menggunakan meriam-meriam anti pesawat terbang.

Pasukan marinir Belanda juga selalu berusaha melakukan percobaan pendaratan pada tempat-tempat strategis dan pelabuhan-pelabuhan sepanjang pantai Aceh, seperti Ulee Lheue, Ujong Batee, Krueng Raya, Sigli, Ulee Kareueng, Lhoksumawe, Langsa, Meulaboh, Tapak Tuan dan lain-lain. Armada-armada perang Belanda yang sering beroperasi pada waktu itu, antara lain Jan Van Bukker, Ban Jan Van Gallaen.

Oleh karena kuatnya pertahanan pantai  yang dilengkapi dengan meriam-meriam pantai hasil rampasan dari tentara Jepang serta dilandasi pula oleh semangat rakyat yang bergelora, maka wilayah Aceh terus dapat dipertahankan kemerdekaannya dengan selalu mengagalkan rencana pendaratan Belanda. Untuk mengetahui situasi  di darat, Belanda sering menangkap para nelayan dengan menyeret mereka ke kapal. Rencana Belanda untuk menduduki daerah Aceh tidak pernah terlaksana sampai saat mereka mengakui kemerdekaan Indonesia pada akhir tahun 1949.

GELORA KEMERDEKAAN DI ACEH
 
Berita  proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tidak segera diketahui di Aceh. Berita baru diketahui secara resmi oleh rakyat Aceh pada tanggal 29 Agustus 1945 setelah  kembalinya Mr. T.M. Hasan dan Dr. M. Amir dari Jakarta. Kedua orang ini mewakili pusat Republik Indonesia untuk seluruh pulau Sumatera.

Akan tetapi desa-desus mengenai berita tersebut jauh sebelumnya telah didengar oleh beberapa orang tokoh Aceh. Mereka belum berani mengumumkannya kepada masyarakat, karena masih merasa takut pada kekejaman tentera Jepang..

Setelah diketahui secara resmi tentang kekalahan Jepang dan kemerdekaan Indonesia, atas keberanian para pemuda Aceh terus mengadakan kampaye kepada rakyat untuk menyiarkan berita tersebut. Melalui usaha para pemuda pula yang dengan  beraninya mencetak berita-berita itu pada percetakan “Semangat Merdeka” serta kemudian disebarkan kepada masyarakat dengan sangat hati-hati, karena pada masa itu Jepang masih menguasai semua instansi pemerintahan.

Para pemuda melaksanakan pengambilan beberapa instansi pemerintahan Jepang seperti Kantor Percetakan “ Atjeh Shimbun”, Pemancar Radio Jepang “Hodoka” Kantor Berita Jepang “Domei” dan instansi-instansi lainnya; yang diperlukan bagi memperlancar pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Surat kabar “Semangat Merdeka” diterbitkan 14 Oktober 1945 oleh para pemuda untuk menyebarluaskan berita-berita proklamasi dengan cara menempel di tembok-tembok, di rumah-rumah, di toko-toko, di kantor dan sebagainya.

Pihak Sekutu yang menang perang terhadap Jepang tidak berapa lama kemudian mendarat di Indonesia dengan membonceng tentara Belanda dan NICA (Netherlands Indies Civil Administation) di belakangnya. Sebelum melakukan pendaratan, Jenderal Sir Philip Christison yang memimpin pasukan Sekutu pada tanggal 25 September 1945 menyiarkan dari Singapura melalui radio dan wawancara Pers bahwa tentara Sekutu yang mendarat di Jawa dan Sumatera tidak membawa serdadu-serdadu Belanda dan NICA. Bendera merah putih boleh di kibarkan terus dan organisasi di bawah pimpinan Soekarno tidak dilucuti senjatanya.

Jenderal Sir Philip Christison menegaskan pula, bahwa hanya ada tiga tugas dari kedatangan tentara Sekutu di Indonesia, yaitu melucuti senjata Jepang, mengembalikan orang tawanan dan tahanan Jepang; serta menjaga keamanan. Propaganda yang disiarkan oleh Christison ini berlainan sekali dengan kenyataannya. Setelah tentara Sekutu mendarat di Indonesia.mereka mengadakan tindakan-tindakan seperti merampas toko-toko, kantor-kantor pemerintah. Sekutu memperkuat pula kedudukannya di beberapa kota di Indonesia, serta melakukan kekacauan di kota-kota yang menimbulkan insiden-insiden kecil yang kemudian berubah menjadi pertempuran secara besar-besaran.

Daerah Aceh yang merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia, agak berbeda  dari daerah-daerah lainnya dalam mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.. Selama berkecamuknya perang kemerdekaan, Aceh tetap dapat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia secara keseluruhan.

Aceh di juluki sebagai Daerah Modal, bukan saja dari kekuatan-kekuatan rakyat Aceh mempertahankan tanah air, tetapi juga karena di Aceh terdapat alat komunikasi seperti pers dan radio. Dengan adanya pers dan radio mempermudah hubungan antara pemerintah daerah-daerah lain serta antara pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat.

Daerah Aceh memang tidak berhasil di kuasai musuh, namun bukan berarti daerah ini tidak pernah di serang oleh tentara Belanda. Mereka sering melakukan serangan baik melalui udara maupun laut seperti didaerah Lhok Nga, Ujong Batee, Ulee Lheue, Lhoksumawe dan beberapa tempat lainya. Namun demikian serangan-serangan Belanda itu selalu dapat dipatahkan oleh angkatan bersenjata daerah Aceh.

Ketidakberhasilan Belanda menguasai Aceh, menyebabkan Aceh menjadi aman dan pemerintah berjalan lancar. Hal ini memberikan kesempatan kepada Aceh untuk memperbaiki dan membangun saluran komunikasi seperti pers dan radio, karena itulah melalui pers  dan  radio pemerintah Aceh dapat memberi bantuan yang pertama-tama ke daerah-daerah lain yang sedang menghadapi tentara Belanda.

Demi  kelancaran perhubungan Aceh dengan daerah-daerah lain di Indonesia, pemerintah daerah Aceh pertama sekali menggunakan media massa Post Telegram Telepon (PTT). Post Telegram Telepon sudah dikenal di Aceh semasa Belanda berkuasa di Aceh. Post Telegram Telepon mempunyai peranan dalam masa perang kemerdekaan Republik Indonesia, karena melalui media ini dapat menyampaikan suatu berita dan menerima berita secara praktis tanpa ada alat perantara.

Keberadaan telegram tersebut membuat daerah Aceh lebih percaya diri dalam rangka membantu bangsanya yang sedang berjuang mati-matian mmpertahankan kemerdekaan Republikm Indonesia. Kemudian pemrintah daerah Aceh mengirim pasukan bersenjata Aceh untuk memperkuat perlawanan terhadap  Belanda yang  penting sekali artinya di daerah lainnya.

Pemancar radio Kutaraja pada mulanya sangat sederhana bentuknya dan keadaannya. Namun demikian peranannya dalam mendorong dan membangkitkan semangat juang rakyat melawan pemerintah Belanda sangat penting sekali artinya di masa revolusi tersebut.

Ketika Belanda melancarkan agresi yang pertama ke seluruh pelosok tanah air Indonesia dan pada hari itu juga yaitu tanggal 21 Juli 1947, lapangan terbang Lhok Nga mendapat serangan dari Angkatan Udara dan Angkatan Laut, yang kemudian di ikuti dengan  beberapa daerah  pantai lainnya. Namun Belanda tetap tidak berhasil menguasai Aceh, sedangkan daerah-daerah diluar Aceh hampir keseluruhan dapat dikuasai mereka. Ketika itu peranan radio Kutaraja semakin bertambah penting kedudukannya sebagai  alat komunikasi.

Disamping radio Kutaraja, angkatan perang atau Gajah Devinisi X atas nama pemerintah daerah Aceh; walau dalam keadaan kritis ini berhasil pula mendirikan sebuah pemancar lagi yang kuat jangkauan siarannya, yaitu di kenal dengan nama Radio Rimba Raya. Melalui radio Kutaraja dan Radio Rimba Raya inilah secara bersama-sama amat  berperan dalam rangka mengorbarkan semangat kepada para prajurit di kantong-kantong gerilya yang sedang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Radio Kutaraja yang pada umumya memberi semangat kepada para pejuang yang berada digaris depan, maupun kepada masyarakat untuk memberi sumbangan untuk pembiayaan perang di sekitar daerah Aceh serta daerah-daerah lain sejauh jangkauan siarnya; dapat di terima dalam wilayah Indonesia.
.
Dalam suatu revolusi nasional atau dikenal dengan kemerdekaan Indonesia, bahwa faktor ekonomi juga sangat menentukan berhasil atau tidaknya revolusi yang sedang berlangsung. Peranan pers dan radio dalam perang kemerdekaan dibidang ekonomi adalah menyiarkan tentang kebutuhan para pejuang, agar masyarakat dapat membantunya seperti memberi sumbangan makanan, pikiran dan persediaan perlengkapan lainnya.

Pada bulan Juni 1948 Presiden Soekarno dalam kunjungannya ke Aceh, mengundang tokoh-tokoh pejuang, para pengusaha, dan beberapa pemuda untuk berkumpul di Hotel Atjeh. Presiden meminta kepada masyarakat Aceh untuk menyumbangkan dua buah pesawat yang sangat di butuhkan untuk kelancaran perjuangan. Dengan bantuan para saudagar, pemerintah daerah Aceh telah dapat membeli dua buah pesawat pada akhir bulan Oktober 1948 dengan nomor register RI-001. pesawat itu kemudian oleh Presiden Soekarno diberi nama “Seulawah RI-001.” Sementara pesawat satu lagi telah di hadiahkan kepada pemerintah Birma, sebagai tanda terima kasih atas semua fasilitas yang di berikan untuk perwakilan Garuda beroperasi di Birma.

PERAN ACEH DALAM PERANG KEMERDEKAAN RI
 
Perjuangan Rakyat Aceh di Medan Area. Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di Aceh pasukan angkatan perang Aceh tidak hanya berjuang di Aceh saja akan tetapi juga terus-menerus dikirim ke Medan atau pun ke tempat-tempat lain di Sumatera Timur(sekarang:Sumatera Utara). Di sana pasukan Aceh  berjuang di Medan Area dan berbagai medan pertumpuran yang hendak dicaplok musuh. Menghadapi tentara Belanda yang bersenjata mutakhir, panglima tentara RI Mayor Jenderal R. Suharjo Harjowardoyo menumpahkan harapan besar kepada pasukan Aceh.

Dalam sebuah telegramnya, panglima meminta kepada pemimpin rakyat Aceh supaya menyediakan terus kekuatan dari Aceh ke Medan. Pengembalian kota Medan terletak di tangan saudara-saudara segenap penduduk Aceh.

Akibat agresi pertama Belanda ini menyebabkan negara republik Indonesia dihadapkan kepada suatu tantangan besar. Dalam situasi yang krisis itu wakil Presiden Muhammad Hatta mengangkat Tgk. Muhammad Daud Breu-eh menjadi gubernur militer untuk daerah Aceh, Langkat dan Tanah Karo dengan pangkat Jenderal Mayor. Akibat agresi Belanda pertama banyak pasukan dan rakyat Sumatera Timur mengungsi ke Aceh yang masih aman dari tekanan pihak Belanda.

Pada masa Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh menjadi Gubernur Militer Daerah Aceh, Langakat dan Tanah Karo; terjadilah agresi Belanda kedua. Pada hari pertama agresi tersebut tanggal 19 Desember 1948 Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta dapat di duduki oleh Belanda, Presiden Soekarno dan Wakil Prsiden Muhammad Hatta beserta beberapa menteri dan beberapa tokoh lainnya dapat ditawan oleh Belanda. Tanggal 19 Desember 1948  pemerintah memberikan kuasa kepada Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukit Tinggi untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan PDRI, sedangkan di Jawa dibentuk Komisariat Pemerintahan yang terdiri dari Mr. Sukiman. Mr. Susanto Tirtiprodjo.

Dengan agresi Belanda yang kedua dapat dilakatakan, bahwa hampir seluruh wilayah di Sumatera telah berada di bawah kekuasaan Belanda. Satu-satunya daerah yang masih utuh belum dimasuki Belanda adalah Daerah Aceh.

Untuk mengahadapi kekuatan Belanda di Sumatera Timur(Sumatera Utara) dan didasarkan kepada pertimbangan, bahwa lebih baik pasukan  Aceh menyerang Belanda dari pada bertahan di Aceh, Laskar berjumlah 60 orang yang diperbantukan pada batalion TRI Devisi juga dikirimkan ke kesatuan laskar Aceh dari Devisi Tgk. Chik Di Tiro, Divisi Direncong, Devisi Tgk. Chik Paya Bakong dan Tentara Pelajar. Oleh karena semakin hari semakin banyak yang datang ke Medan Area, maka terpaksa dibentuk suatu badan koordinasi yang disebut dengan RIMA (Resimen Istimewa Medan Area) yang terdiri dari 4 batalion yaitu batalion Wiji Alfisah, batalion Altileri Devisi Rencong, Devisi Tgk. Chik Di Tiro, dan Devisi Tgk. Chik Paya Bakong.

Tugas pertama dari pasukan tersebut adalah untuk merebut kembali daerah yang diduduki Belanda. Namun hal  ini kurang berhasil karena kurang terkoordinirnya pasukan  bersenjata Republik Indonesia,  bahkan sering terjadi pasukan komando itu tidak dapat menjalin kerjasama, sehingga tidak dapat menggerakkan suatu serangan yang serentak terhadap Belanda.

Walaupun tugas utamanya tidak berhasil, namun untuk menghalau gerak maju pasukan Belanda ke Aceh cukup berhasil. Ini dapat dilihat karena tidak ada satu daerah pun di Aceh dapat di duduki kembali oleh Belanda.

SUMBANGAN RAKYAT ACEH
 
Daerah Aceh merupakan daerah yang tidak pernah dikuasai oleh musuh dan merupakan modal utama Republik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaannya. Pernyataan ini didukung kenyataan, bahwa satu-satunya daerah  dalam wilayah Republik Indonesia pada waktu itu yang  tidak pernah diduduki oleh Belanda adalah daerah Aceh. Hal ini pulalah yang dijadikan modal utama utusan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KBM) di Den Haag itu, bahwa Republik Indonesia  masih memiliki wilayah bebas penguasaan Belanda.

Selain itu ucapan Presiden diatas berhubungan dengan berbagai sumbangan yang telah diberikan rakyat Aceh kepada perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, seperti sumbangan sebuah pesawat. Mengenai antusias rakyat Aceh dalam membantu pembelian pesawat udara ini di ceritakan oleh beberapa informan, bahwa rakyat begitu rela pintu rumah mereka digedor di waktu malam hari untuk menyumbangi sebagian dari emas atau barang lainnya demi untuk negara.

Pesawat yang dibeli dengan sumbangan rakyat Aceh ini diberi nama “Seulawah” yaitu nama sebuah gunung yang terdapat di perbatasan Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, dan pesawat ini diberi nimor RI-001.

Bahwa uang yang disumbangkan rakyat Aceh untuk membeli pesawat udara jenis Dakota tersebut cukup untuk dua pesawat. Namun sebuah diantaranya masih merupakan teka-teki, karena menurut kenyataan yang ada hanya sebuah pesawat (RI-001). Menurut A. Hasjmy,  bahwa penyelewengan ini dilakukan di Singapura, tetapi pelakunya belum diketahui. Namun sebuah sumber lain menyebutkan bahwa pesawat yang satu lagi telah dihadiahkan kepada pemerintah Birma, sebagai tanda terima kasih atas semua fasilitas yang diberikan perwakilan Garuda beroperasi di Birma.

Pada mulanya pesawat ini merupakan jajaran dalam angkatan udara Republik Indonesia dan rute luar neger,i yaitu Birma dan Calkutta. Sedangkan fungsinya didalam negeri selain dapat menjembatani pulau Sumatera dan Jawa; juga untuk menerobos blokade Belanda menerbangkan tokoh-tokoh politik bangsa Indonesia.
Kemudian pada tanggal 26 Januari 1949 RI-001 menjadi pesawat komersil yang dicarter oleh Indonesia Airways, yang kemudian dikenal dengan Garuda Indonesia Airways. Adapun menagernya yang pertama adalah Wiweko Supeno.

Selain telah menyumbang pesawat udara untuk kepentingan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, rakyat Aceh juga menyumbang kepada pemerintah Republik Indonesia berupa senjata, makanan, pakaian dan lain-lain untuk membantu perjuangan menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur. Pada tahun 1948 rakyat Aceh telah mengirimkan ke daerah Medan Area sebanyak 72 ekor kerbau.

Peranan Radio Rimba Raya
 
Salah satu modal perjuangan Bangsa Indonesia pada masa perang kemerdekaan adalah alat komunikasi, yaitu Radio Rimba Raya. Sejak masa awal perang kemerdekaan 1946 daerah Aceh telah memiliki sebuah pemancar radio yang ditempatkan di Kutaraja. Dan dalam perkembangan selanjutnya dalam tahun1947 ditambah sebuah pemancar lagi yang ditempatkan di Aceh Tengah dan dikenal dengan nama Radio Rimba Raya. Kedua pemancar ini telah memegang peranan cukup besar pada masa perang kemerdekaan, sehingga sarana ini dapat dikatakan Modal Perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.

Mengenai Radio Republik Indonisia Kutaraja,  pertama kali mengumandang di udara pada tanggal 11 Mei 1947 dengan kekuatan 25 watt melalui gelombang 68 meter. Jangkauan siarannya hanya sekitar Kutaraja, namun dalam perkembangannya tahun 1947 radio ini berhasil di kembangkan menjadi 100 watt, yang jangkauan siarannya sampai ke kota Medan dan Bukti Tinggi. Selanjutnya pada bulan  April 1948 radio ini di kembangkan lagi hingga menjadi 325 watt dan mengudara melalui gelombang 33,5 meter dan penyiarannya sudah dapat di tangkap di luar negeri. Ketika Dewan Keamanan Perserikatan  Bangsa-bangsa (PBB)  bersidang membicarakan masalah pertikaian antara Republik Indonesia dengan Belanda, Radio Republik Indonesia Kuta Raja ini  berulang-ulang mengadakan siaran  dengan menyiarkan hasrat/keinginan dan tekad bangsa Indonesia dalam mempertahankan  kemerdekaannya.

Mengenai Radio Rimba Raya berbeda dengan Radio Republik Indonsia Kutaraja. Pemancar Radio Rimba Raya ini mempunyai kekuatan cukup besar yaitu 1 kilowatt yang dikelola oleh Devisi X TNI yang dipimpin Mayor John Lie.

Pemancar ini pertama sekali dipasang di Krueng Simpo sekitar 20 km dari kota Takengon, kemudian atas perintah Gubernur Militer radio ini dipindahkan ke Cot Gu (Kutaraja). Lalu dipindahkan lagi ke Aceh Tengah karena para pemimpin memperkirakan, bahwa pada gilirannya Belanda akan menyerbu ke Aceh. Radio ini di tempatkan di sebuah gunung yang dikenal dengan Burmi Bius yang letaknya 10 km dibagian barat kota Takengon.

Dalam waktu singkat sesuai dengan suasana yang mencekam dan kebutuhan mendesak, pemancar Radio Rimba Raya selesai di bangun yang dikerjakan oleh W. Schultz seorang warga negara RI keturunan Indonesia-Jerman bersama rekannya. Maka semenjak itulah ketika pemancar-pemancar utama di berbagai kota tidak mengudara lagi; karena dikuasai Belanda, maka  Radio Rimba Raya mengisi kekosongan ini dengan hasil yang baik sekali.

Ketika radio Batavia dan  Radio Hilversum memberitakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi, karena setelah Yogyakarta dapat direbut disusul pula dengan jatuhnya daerah-daerah kekuasaan Republik Indenesia lainnya, Radio Rimba Raya membantah dengan tegas, yang menandaskan “Bahwa Republik Indonesia masih ada, Tentara Republik Indonesia masih ada, Pemerintah Republik Indonesia masih ada, dan wilayah Republik Indonesia masih ada.” Dan disini, adalah Aceh, salah satu wilayah Republik Indonesia yang masih utuh sepenuhnya”,kata siaran radio tersebut. Berita ini dikutip oleh All India Radio; kemudian menyiarkan lagi, sehingga dunia pun mengetahui kebohongan Belanda.

Sumber: khabarpopuler
loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget