Halloween Costume ideas 2015
loading...

Milad "Aceh Merdeka" Seharusnya untuk Introspeksi

AMP - Tanggal 4 Desember Kemarin diperingati Milad ke-39 GAM. Susasananya jelas berbeda dengan masa lalu. Walaupun kini kata "merdeka" telah diubah makna. Setelah damai, peringatan ini lebih kepada sekadar mengenang sebuah sejarah. Esensinya telah berubah dari senjata ke politis. Terasa gemanya juga berkurang, sedikit kehilangan semangat. Apakah Deklarasi Gunong Halimon itu masih cocok dalam konteks Aceh kekinian? Apakah selaras dengan otonomi Aceh saat ini?

Sedikit mengulang bahwa deklarasi GAM 4 Desember adalah menuntut kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Dideklarasi Hasan Tiro di tengah penguatan imperium Orde Baru. Perlawanan yang dibangun di tengah penguatan rezim Soeharto. Bahwa Hasan Tiro telah mencetus nasionalisme Aceh. Membangkitkan kebanggaan orang Aceh atas kegemilangan masa lalu. Deklarasi itu kemudian menimbulkan tindakan represif rezim Indonesia. Indonesia mengirim berbagai bentuk operasi represif. Namun gerakan GAM seperti bola salju.

Kini GAM kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, berdamai dengan Indonesia. Kini sebagian besar elite mereka menjadi pimpinan eksekutif dan legislatif di Aceh. Masihkah deklarasi itu cocok dengan isu saat ini?

Deklarasi 4 Desember 1976 dengan tegas menyebut merdeka adalah tujuan utama gerakan ini. Kini setelah damai, kata "merdeka" harus diartikan lebih sempit. Artinya, tidak lagi GAM ingin merdeka dengan pisah negara. Merdeka kini lebih sebagai upaya membebaskan diri dari kemiskinan, keterbelakangan atau "kekufuran". Namun, apakah semangat ini masih menjadi tujuan mereka yang kini di tampuk kekuasaan?

Mereka adalah anak ideologi dari gerakan itu. Mereka yang sebelumnya telah ber-bai'at untuk memperjuangkan "kemerdekaan". Kini reposisi makna merdeka telah sepakat diubah. Kekuasaan dari rakyat di tangan mereka juga karena faktor itu. Atas semua perjuangan itu pula kini Aceh mendapat tempat istimewa dalam tata negara Republik Indonesia. Dalam 10 tahun ini Aceh tumpah dana.

Deklarator GAM Hasan Tiro belum lama meninggal dunia. Dan selama perjuangan, beliau selalu didampingi para pengikut setianya. Pengikut yang bersama beliau secara fisik dan secara ideologi. Doto Zaini dan Tengku Malek Mahmud adalah orang terdekat beliau. Keduanya kini berada di tampuk kekuasaan Aceh. Konon di antara keduanya, Doto Zaini adalah orang yang paling setia dan terdekat dengan Hasan Tiro. Nah, mari kita lihat, apakah selama kekuasaan di tangan mereka semangat Deklarasi Halimon dijalankan?

Hasan Tiro terkenal anti-KKN dan antikemapanan, bahkan rela mengorbankan segala kemewahan. Paling ekstrem bahkan meninggalkan keluarganya dan putra semata wayang. Hidup prihatin demi idealisme ideologinya. Tapi lihatlah keadaan Pemerintah Aceh saat ini. Dugaan KKN menggila. Tujuan yang kabur. Para penguasa bergelimang kemewahan. Perpecahan yang dipicu dari atas. Saling sikut, memperlebar perbedaan.

Bila mereka yang langsung dengan sang deklarator seburuk ini, konon lagi mereka pengikut jarak jauh. Kenapa begini? Mengapa begitu mudah meninggalkan nilai-nilai yang ditanam Wali? Ada apa dengan mereka? Mengapa begitu hedonis? Siapa sangka gubernur kita menjadi "gelap mata?" Mengapa beliau harus jauh dari cita-cita awal? Apa yang menyebabkan beliau amat cepat berubah dari pengalaman puluhan tahun bersama Wali?

Maka peringatan milad kemarin seharusnya menjadi sarana introspeksi. Apakah deklarasi 4 Desember masih menjadi semangat? Atau hanya menjadi alat pembenar bagi kekuasaan saat ini? Mereka memperingatinya sebagai unjuk diri bahwa mereka masih golongan itu. Dan terkesan menjadikan milad sekadar alat pembenar. Semoga saja mereka tidak senaif itu.[]

Sumber: portalsatu.com
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget