Ilustrasi jembatan rangka baja |
AMP - Pengadaan rangka baja jembatan yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2015 di Dinas Bina Marga Aceh berpotensi korupsi secara masif. Dugaan tersebut tak lepas dari penetapan pemenang tender yang dinilai sarat kepentingan dan dilakukan secara terstruktur.
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani menyebutkan kecurigaan itu dapat dilihat dari adanya kepentingan tertentu baik Kepala Dinas Bina Marga, PPTK dan Pojka dalam melakukan unsur-unsur tertentu yang patut diduga adanya konspirasi besar yang pada ujungnya untuk kepentingan tertentu, dan bahkan dapat diduga adanya transaksi ilegal yang terjadi dalam penetapan pemenagan tender.
Paket pekerjaan rangka baja jembatan tersebut bersumber dari dana Otsus 2015 dengan nilai pagu sebesar Rp 12.000.000.000, dan nilai HPS paket adalah sebesar Rp 11,999.078.000. Proses tender itu dilaksanakan pada Juni 2015 dengan menetapkan pemenang atas nama perusahaan PT. Bimara Transia dengan jumlah angka penawaran sebesar Rp 10,919.160.000 dari nilai pagu.
"Penetapan pemenangan atas perusahaan tersebut dinilai sangat tidak rasional, berdasarkan hasil temuan GeRAK ditemukan jumlah harga penawaran yang dimenangkan oleh perusahaan tersebut ternyata bisa saja lebih rendah dari total paket yang diajukan,"kata Askhal.
Selain itu, dugaan sarat kepentingan juga bisa dilihat dari berita acara hasil pelelangan dengan nomor; 01/09/Pokja-XV/108/APBA-III/2015 di mana disebutkan bahwa perusahaan PT Bimara Transia adalah satu dari tujuh perusahaan yang dinyatakan gugur/tidak lulus, sedangkan dua perusahaan yang dinyatakan lulus yaitu PT. Artika Raya Sejahtera dan PT Tarsindo Global Utama.
"Tetapi anehnya, meski sudah dinyatakan gugur, PT tersebut kemudian ditunjuk sebagai pemenang,"sebutnya.
Dikatakan Askhal, penetapan pemenangan PT Bimara Transia patut diduga telah terjadi unsur konspirasi terstruktur, faktanya perusahaan PT. Artika Raya Sejahtera yang dinyatakan lulus tapi kemudian kalah pada saat penentuan pemenangan tender.
Bukti kekalahan itu juga menimbulkan dugaan adanya upaya tertentu untuk menggagalkan perusahaan yang sebelumnya dinyatakan lengkap secara administrasi dan telah memenuhi syarat untuk dapat mengikuti tender.
Berdasarkan fakta tersebut, GeRAK Aceh mendesak BPK-RI perwakilan Aceh untuk tidak tinggal diam dan segera melakukan audit, permintaan khusus audit ini sangat wajar sebab berdasarkan temuan selisih harga penawaran yang ditetapkan oleh perusahaan yang digugurkan dengan perusahaan yang kemudian memenangi tender diduga potensi merugikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.151.568.000, dari total pagu anggaran yang dimenangkan.
"BPK-RI harus segera melakukan audit, apalagi total dana yang dipakai untuk pengadaan ini sangat pantastis," harapnya. [AJNN]
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani menyebutkan kecurigaan itu dapat dilihat dari adanya kepentingan tertentu baik Kepala Dinas Bina Marga, PPTK dan Pojka dalam melakukan unsur-unsur tertentu yang patut diduga adanya konspirasi besar yang pada ujungnya untuk kepentingan tertentu, dan bahkan dapat diduga adanya transaksi ilegal yang terjadi dalam penetapan pemenagan tender.
Paket pekerjaan rangka baja jembatan tersebut bersumber dari dana Otsus 2015 dengan nilai pagu sebesar Rp 12.000.000.000, dan nilai HPS paket adalah sebesar Rp 11,999.078.000. Proses tender itu dilaksanakan pada Juni 2015 dengan menetapkan pemenang atas nama perusahaan PT. Bimara Transia dengan jumlah angka penawaran sebesar Rp 10,919.160.000 dari nilai pagu.
"Penetapan pemenangan atas perusahaan tersebut dinilai sangat tidak rasional, berdasarkan hasil temuan GeRAK ditemukan jumlah harga penawaran yang dimenangkan oleh perusahaan tersebut ternyata bisa saja lebih rendah dari total paket yang diajukan,"kata Askhal.
Selain itu, dugaan sarat kepentingan juga bisa dilihat dari berita acara hasil pelelangan dengan nomor; 01/09/Pokja-XV/108/APBA-III/2015 di mana disebutkan bahwa perusahaan PT Bimara Transia adalah satu dari tujuh perusahaan yang dinyatakan gugur/tidak lulus, sedangkan dua perusahaan yang dinyatakan lulus yaitu PT. Artika Raya Sejahtera dan PT Tarsindo Global Utama.
"Tetapi anehnya, meski sudah dinyatakan gugur, PT tersebut kemudian ditunjuk sebagai pemenang,"sebutnya.
Dikatakan Askhal, penetapan pemenangan PT Bimara Transia patut diduga telah terjadi unsur konspirasi terstruktur, faktanya perusahaan PT. Artika Raya Sejahtera yang dinyatakan lulus tapi kemudian kalah pada saat penentuan pemenangan tender.
Bukti kekalahan itu juga menimbulkan dugaan adanya upaya tertentu untuk menggagalkan perusahaan yang sebelumnya dinyatakan lengkap secara administrasi dan telah memenuhi syarat untuk dapat mengikuti tender.
Berdasarkan fakta tersebut, GeRAK Aceh mendesak BPK-RI perwakilan Aceh untuk tidak tinggal diam dan segera melakukan audit, permintaan khusus audit ini sangat wajar sebab berdasarkan temuan selisih harga penawaran yang ditetapkan oleh perusahaan yang digugurkan dengan perusahaan yang kemudian memenangi tender diduga potensi merugikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.151.568.000, dari total pagu anggaran yang dimenangkan.
"BPK-RI harus segera melakukan audit, apalagi total dana yang dipakai untuk pengadaan ini sangat pantastis," harapnya. [AJNN]
loading...
Post a Comment