Replika Pesawat Dakota RI-001 Seulawah, sumbangan rakyat Aceh kepada RI tampak dari depan. |
AMP - Sebagai daerah modal, Aceh memainkan peran dalam merebut tanah air dari tangan penjajah.
Tak hanya menyumbang putra putri terbaiknya menjadi pejuang, warga Tanah Rencong juga menyumbangkan harta benda yang dimiliki.
Pesawat Dakota RI-001 Seulawah adalah salah satu bukti kecintaan Aceh kepada ibu pertiwi.
Pesawat yang menjadi cikal bakal Indonesian Airways yang kemudian berganti nama menjadi Garuda Indonesia tersebut telah menghubungkan gugusan kepulauan terbesar dunia bernama nusantara.
Pun mengabarkan ‘Indonesia masih ada’ kepada dunia.
Titik balik kebangkitan Indonesia.
Tak hanya menyumbang putra putri terbaiknya menjadi pejuang, warga Tanah Rencong juga menyumbangkan harta benda yang dimiliki.
Pesawat Dakota RI-001 Seulawah adalah salah satu bukti kecintaan Aceh kepada ibu pertiwi.
Pesawat yang menjadi cikal bakal Indonesian Airways yang kemudian berganti nama menjadi Garuda Indonesia tersebut telah menghubungkan gugusan kepulauan terbesar dunia bernama nusantara.
Pun mengabarkan ‘Indonesia masih ada’ kepada dunia.
Titik balik kebangkitan Indonesia.
Jejak patriotisme itu masih ada hingga kini.
Jika Anda berkunjung ke Banda Aceh, singgahlah ke Lapangan Blang Padang.
Tempat monumen pesawat Seulawah diabadikan.
Beralamat di Kecamatan Baiturrahman, diapit oleh Masjid Raya Baiturrahman dan Museum Tsunami.
Seulawah atau gunung emas merujuk pada nama gunung api di Kabupaten Aceh Besar.
Burung besi sumbangan masyarakat Aceh itu memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28,96 meter,
Monumen RI-001 Seulawah kini menjadi salah satu situs wisata sejarah di Banda Aceh.
Bukti cinta rakyat Aceh kepada Ibu Pertiwi yang tetap kokoh berdiri walau sempat diterjang tsunami.
Di bawah sayap pesawat terdapat monumen yang berbunyi:
“Berkat Rahmat Allah. Monumen Pesawat RI-001 ‘Seulawah’ ini dibangun sebagai tanda penghargaan yang tulus ikhlas dari Tentara Nasional Angkatan Udara kepada rakyat Aceh dalam rangka menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 pada 1948 - 1950.Banda Aceh, 29 Juli 1984Kepala Staf TNI AU Gubernur/ Kepala Daerah Istimewa Aceh,Sukardi H. Hadi Thajeb
Marsekal TNI
Pesawat ini dibeli dari hasil sumbangan rakyat Aceh atas permintaan Soekarno yang datang khusus ke Aceh, medio Juni 1948.
Dalam pertemuannya dengan Gubernur Militer, Abu Daud Beureueh di
Hotel Aceh, samping Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Presiden RI
pertama itu menangis, mengiba agar rakyat Aceh membantu dana pembelian
pesawat.
Sang proklamator ulung itu telah menggerakkan Ketua Gabungan Saudagar
Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) itu.GASIDA, Muhammad Djuned Yusus yang
hadir dalam forum langsung menyanggupi permintaannya.
Bersama Said Muhammad Daud Alhabsyi, ia memimpin Dakota Found, panitia penggalangan dana.
Para saudagar menyumbangkan uang dan emas.
Sementara rakyat biasa ikut mengumpulkan hasil pertanian dan peternakannya untuk disumbang ke panitia.
Alhasil dalam dua hari terkumpul dana setara 20 kilogram emas atau 130 ribu dolar Singapura.
Versi lain menyebutkan, saat itu Daud Beureueh yang iba dengan
Soekarno langsung memerintahkan langsung Abu Mansor, sekretarisnya untuk
mengumpulkan sumbangan.
Menurut Pemerhati Sejarah Aceh, Abdurrahman Kaoy, saat itu Abu Mansor
datang ke Pasar Atjeh memungut sumbangan dari warga yang berada di
pasar tradisional samping Masjid Baiturrahman itu.
“Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid,” jawab Daud Beureueh menanggapi permintaan Soekarno yang memanggil dirinya dengan sebutan kakak.
Dengan pesawat ini blokade Belanda bisa diterobos dan hubungan antara
pemerintah pusat di Yogyakarta dengan daerah-daerah lain di Sumatra
khususnya Aceh dapat diwujudkan.
Hal ini memperlancarkan roda pemerintahan kala itu.
Namun agresi militer Belanda II pada 1948 memaksa pesawat ‘Seulawah’ berpangkalan dan beroperasi di Rangoon, Birma.
Pun begitu sumbangsih pesawat pertama dan satu-satunya di Tanah Ibu Pertiwi saat itu tak dapat dinafikan.
Penerobosan blokade Belanda pada malam hari dengan mengangkat senjata dan mesiu ke pangkalan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.
Mendirikan Indonesian Airways dalam rangka membantu pengadaan senjata dan mesiu pengadaan pesawat C-47 Dakota RI-007 dan RI-009.
Membantu membiayai perwakilan-perwakilan RI dan pendidikan calon penerbang serta teknisi AURI ke luar negeri.
Melalui pemancar radio Indonesia Airways berita-berita perjuangan di
tanah air diteruskan ke beberapa perwakilan RI di luar negeri serta PBB.
Pesawat Seulawah mengepakkan sayapnya dalam merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah.
Simbol perjuangan dan pengorbanan.
Dari Aceh untuk Indonesia. (*)
Serambinews
loading...
Post a Comment