AMP - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Rakyat menggelar aksi damai mengenang tragedi berdarah di Simpang KKA 3 Mei 1993 Silam. Aksi itu berlangsung di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Selasa (3/5).
Tragedi pembantaian masyarakat sipil di Kecamatan Dewantara, Aceh Utara itu, kini sudah genap berumur 17 tahun. Namun sampai belum ada proses hukum yang jelas atas pengungkapan kebenarannya. Bahkan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya di Aceh juga bernasib sama, tanpa proses hukum yang tuntas.
Pantauan AJNN, belasan mahasiswa menggunakan dreescode berwarna hitam tampak bersemangat dalam memperjuangkan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh.
“Seharusnya Pemeritah Aceh yang mengaku dirinya pejuang, harus bertanggung jawab terhadap kasus ini,”teriak seorang demonstran dalam orasinya.
Koordinator Aksi, Aliefandy mengatakan seharusnya negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam tragedi yang mengakibatkan 39 warga sipil tewas (termasuk seorang anak berusia 7 tahun), 156 warga sipil lainnya mengalami luka tembak, dan sekitar 10 warga sipil dinyatakan hilang.
“Namun sampai saat ini negara seolah menutup mata akan adanya penyelesaian terhadap tragedi tersebut. Negara tidak menyelesaikan apa-apa, kasus KKA salah satunya. Sebenarnya martabat manusia itu tidak bisa dijadikan suatu alasan apapun untuk dibunuh, dibantai, diperkosa dan apapun itu,”kata Aliefandy.
Terkait kasus HAM, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Komnas HAM, namun dikatakan, Aliefandy dari Komnas HAM tidak ada penyelesaian apapun, bahkan Komas HAM juga sudah melakukan investigasi, namun sampai saat ini juga belum ada hasil yang jelas.
“Bahkan Pemerintah Aceh dengan qanun KKR nya itu juga belum melakukan apa-apa. Baru kali ini qanun itu terealisasi, tapi itupun sampai hari ini belum diimplementasikan,”ujar dia.
Unjuk rasa itu juga diwarnai aksi teaterikal dan pembacaan puisi tragedi simpang KKA, massa berbaring di tengah badan jalan sambil berteriak Allahuakbar.. Allahuakbar.. Allahuakbar.. Seolah menggambarkan peristiwa pembantaian di Simpang KKA saat itu. [*] Sumber: AJNN.Net
Tragedi pembantaian masyarakat sipil di Kecamatan Dewantara, Aceh Utara itu, kini sudah genap berumur 17 tahun. Namun sampai belum ada proses hukum yang jelas atas pengungkapan kebenarannya. Bahkan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya di Aceh juga bernasib sama, tanpa proses hukum yang tuntas.
Pantauan AJNN, belasan mahasiswa menggunakan dreescode berwarna hitam tampak bersemangat dalam memperjuangkan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh.
“Seharusnya Pemeritah Aceh yang mengaku dirinya pejuang, harus bertanggung jawab terhadap kasus ini,”teriak seorang demonstran dalam orasinya.
Koordinator Aksi, Aliefandy mengatakan seharusnya negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam tragedi yang mengakibatkan 39 warga sipil tewas (termasuk seorang anak berusia 7 tahun), 156 warga sipil lainnya mengalami luka tembak, dan sekitar 10 warga sipil dinyatakan hilang.
“Namun sampai saat ini negara seolah menutup mata akan adanya penyelesaian terhadap tragedi tersebut. Negara tidak menyelesaikan apa-apa, kasus KKA salah satunya. Sebenarnya martabat manusia itu tidak bisa dijadikan suatu alasan apapun untuk dibunuh, dibantai, diperkosa dan apapun itu,”kata Aliefandy.
Terkait kasus HAM, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Komnas HAM, namun dikatakan, Aliefandy dari Komnas HAM tidak ada penyelesaian apapun, bahkan Komas HAM juga sudah melakukan investigasi, namun sampai saat ini juga belum ada hasil yang jelas.
“Bahkan Pemerintah Aceh dengan qanun KKR nya itu juga belum melakukan apa-apa. Baru kali ini qanun itu terealisasi, tapi itupun sampai hari ini belum diimplementasikan,”ujar dia.
Unjuk rasa itu juga diwarnai aksi teaterikal dan pembacaan puisi tragedi simpang KKA, massa berbaring di tengah badan jalan sambil berteriak Allahuakbar.. Allahuakbar.. Allahuakbar.. Seolah menggambarkan peristiwa pembantaian di Simpang KKA saat itu. [*] Sumber: AJNN.Net
loading...
Post a Comment