AMP - Berbicara sejarah aceh
yang begitu panjang, tidak akan juga kita melupakan pejuang perempuan
aceh yang begitu tangguh berjuang berbarengan dengan suami-suami mereka.
dimata mereka terpancar sebuah kebencian yang sangat besar terhadap
kaphe Belanda. tidak ada kata menyerah bahkan perempuan-perempuan aceh
yang tangguh ini mengutuk suami mereka sendiri jika suami mereka lari
dari pertempuran,
‘Wanita Aceh melebihi
kaum wanita bangsa-bangsa lainnya dalam keberanian dan tidak gentar mati
bahkan merekapun melampui kaum lelaki. Bukan sebagai wanita yang lemah
dalam mempertahankan cita-cita dan agama mereka, menerima hak asasi di
medan juang dan melahirkan anak-anak mereka diantara dua serbuan
penyergapan.”
(sebuah ungkapan kekaguman HC Zentgraff, seorang kopral marsose veteran Perang Aceh, dalam bukunya ‘De Atjeh’)
(sebuah ungkapan kekaguman HC Zentgraff, seorang kopral marsose veteran Perang Aceh, dalam bukunya ‘De Atjeh’)
gambar 0.2 tjut tjak meutia |
kita tidak akan melupakan
bagaimana pejuang perempuan aceh, Tcut Meutia,istri dari Teuku Chik di
Tunong yang berperang bertahan-tahun di Keureutoe dan syahid pada tahun
1910 dalam usia 40 tahun. bahkan nisannya pun tidak diketahui
keberadaannya. inilah pejuang sejati, wanita pemberani dari bumi
rencong.
Begitu juga dengan Tjut
Tjak Dhien, istri Teuku umur di meulaboh yang bertahun-tahun
menghabiskan hidupnya untuk berperang melawan kaphe Belanda bahkan
ketika suami nya telah syahid. wanita tangguh ini tetap tegar dalam
memimpin pasukan pejuang aceh mempertahankan kedaulatan aceh. Menderita
dalam lebatnya hutan belantara aceh hingga rambutnya beruban, mata nya
tak lagi tajam menatap, kulitnya telah keriput bagaikan kulit kayu
kering, namun semangat juangnya begitu luar biasa bahkan kaphe Belanda
tidak berani menatap mata wanita tua ini.
zentgraaff mengatakan " men kan gissen naar de grootte van het offer dat zij har nationale gedachte bracht "
( siapa yang melihat perjuangan Tjut Tjak Dhien, bisa memperkirakan
seberapa besar pengorbanan yang sudah diberikan olehnya untuk pemikiran
kebangsaan aceh)
gambar 0.2 tjt tjak dhien |
satu lagi contoh pejuang
wanita aceh yang begitu tangguh, beliau adalah Tjut Tjak Gambang anak
dari Tjut Tjak Dhien dan istri dari Teuku Chik majet Di Tiro yang
bersama suami nya berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa aceh. beliau
syahid dalam peperangan di gunung Alimon pada tahun 1910.
penulis Belanda mengatakan
" saya berpikir tidak ada
satu contoh yang sangat menyedihkan hati kita dari pada meninggalnya
istri Teungku Tjhik Di tiro pada tahun 1910 yang membuktikan bagaimana
wanita aceh berperang. bagaimana mereka tidak takut pada musuh dan
memandang hina musuh dan tak akan pernah mau berdamai.
pada tahun 1909, kita
(Belanda) mulai memerangi siapapun yang tersisa dari famili di Tiro yang
sangat mahsyur dipenggunungan Tangse. Schmidt, panglima Belanda mencari
bekas jejaknya dan selalu menunggu seperti anjing menuggu rusa.
pada akhir tahun 1910
mereka hampir tertangkap. Schmidt berhasil memerangi mereka yang masih
bertahan. namun Teuku Tjhik majet di Tiro berhasil lolos. sementara
istrinya Tjut Tjak Gambang berada dalam tangan kita dengan luka parah.
beliau ditemukan setelah pembersihan medan perang. beliau menggunakan
celana hitam dan baju hitam, masih sangat muda, kira-kira umur nya 30
tahun.
beliau terlentang dengan
perut luka parah akibat tembakan walaupun kondisi sangat
mengenaskan,raut wajahnya terlihat sombong dan berani. tidak ada
ketakutan dimatanya meski sekelilingnya dikuasai musuh. beliau menunggu
ajalnya dengan tenang.
Schmidt mendekatinya dan
menawarkan air. dengan penuh hormat Schimidt bertnya dalam bahasa aceh,
jika diizinkan dia akan membalut lukanya. ketika mendengar tawaran itu,
beliau memalingkan wajahnya dan memarahinya " bek kamat kee kaphe ceulaka" (jangan sentuh aku hai kafir celaka ) beliau lebih memilih mati dari pada menerima pertolongan dari musuh yang ditatapnya seperti anjing. H.C. Zentgraaff, ace:63-64
loading...
Post a Comment