Halloween Costume ideas 2015
loading...

ASNLF Kritisi Milad 10 Tahun MoU Helsinki

AMP - Di saat euphoria peringatan10 tahun penandatanganan nota kesepahaman MoU Helsinki, organisasi Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF) mengeluarkan surat terbuka yang khusus ditujukan kepada peserta ”International Conference 10th Year Anniversary of MoU Helsinki”.

Pada rilis tahun lalu, ASNLF telah memperkirakan bahwa perjanjian MoU Helsinki tersebut nasibnya nanti serupa dengan ikrar Lamteh. Sedangkan tahun ini mereka mengkritisi bahwa proses damai seharusnya dilihat dalam perspektif luas dan tidak hanya dalam acuan MoU Helsinki melainkan harus juga melihat kepada akar permasalahan konflik itu sendiri,” ujar Ariffadhillah yang mengirim suratnya dalam bahasa Inggris.

Berikut terjemahan surat terbuka yang dikirim ke redaksi dari Jerman melalui email:
Kepada Perwakilan Negara-negara asing dan para hadhirin lain yang terhormat

Konferensi Internasional Sepuluh Tahun Milad MoU Helsinki, Banda Acheh, 13-15 November 2015

Tuan-tuan dan Puan-puan,

Sehubungan dengan adanya informasi dari situs resmi Institut Studi Islam dan Dialog Antar-agama dan Damai (IISIDP) tentang rencana diadakan Konferensi Internasional SepuluhTahun Milad MoU, dan undangan untuk hadir pada acara tersebut, kami dari Aceh Merdeka (ASNLF) ingin menyampaikan pandangan kami terhadap proses damai yang sedang berlangsung di bumi Aceh tercinta.

Pertama-tama kami ingin menegaskan pendirian kami yang teguh terhadap perjanjian Helsinki yang penuh jebakan antara Gerakan Aceh Merdeka dengan pemerintah Indonesia tahun 2005. Pendirian kami ini sungguh sangat beralasan jika ditinjau dari segi pelanggaran-pelanggaran HAM, perkembangan sosio-politik dan keadaan ekonomi di Aceh saat ini.

Walaupun sudah sepuluh tahun berdamai, masih sedikit sekali yang sudah dicapai: pembunuhan-pembunuhan di luar hukum, penangkapan sewenang-wenang, korupsi, kemiskinan dan lain-lain lagi masih terjadi hingga saat ini, dan tidak ada tanda-tanda akan berkurang.  Bahkan, partai politik lokal yang telah diakomodirkan untuk memajukan demokrasi telah menciptakan perpecahan di dalam masyarakat, hingga timbul konflik horisontal antara elit-elit politik baru ini. Sedangkan rakyat Aceh sendiri, sebagai korban langsung daripada konflik panjang ini, kurang menikmati keuntungan dari perjanjian tersebut.

Oleh karena itu, diskusi untuk menguatkan kembali proses damai ini seharusnya lebih luas lagi cakupannya, tidak hanya dalam acuan MoU Helsinki tapi harus juga melihat kepada akar permasalahan konflik.  Kalau tidak, acara ini tidak lebih daripada sebuah usaha yang sia-sia.

Kami menghargai kepedulian masyarakat internasional atas penderitaan rakyat Aceh, tetapi kami sangat keberatan dengan cara-cara MoU dalam menentukan masa depan kami sebagai satu bangsa, tanpa melibatkan rakyat Aceh secara menyeluruh. Sebagai contoh, komposisi daripada pembicara-pembicara dalam konferensi ini mencerminkan metode yang digunakan dalam negosiasi Helsinki, dengan tidak melibatkan komponen-komponen penting masyarakat Aceh, seperti para ulama dan bekas anggota team perunding Helsinki.

Perlu dicatat bahwa rakyat Aceh sangat patuh dan hormat kepada ulama. Dengan mengabaikan peranan ulama dalam acara-acara seperti ini sama halnya dengan membungkam aspirasi mayoritas rakyat Aceh. Di negeri kami, hampir semua perkara diukur dengan standard Islam, dan Islam merupakan bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dengan identitas bangsa Aceh. Sungguh, Aceh adalah sebuah bangsa yang didirikan atas dasar Islam, dan dari Aceh lah Islam telah tersebar ke seluruh Asia Tenggara.

Sebetulnya, Islam di Aceh berbeda dengan Islam di tempat-tempat lain, dan ini bisa dibuktikan dengan peranan kaum hawa di dalam masyarakat kami. Dalam sejarah Aceh Merdeka, hampir satu abad negara kami dipimpin oleh para ratu – dan ini tidak terjadi di negara-negara Islam lain pada waktu itu.

Dalam sejarah, bangsa Aceh telah berabad-abad diperangi oleh penjajah-penjajah asing. Semua agresor asing ini menciptakan berbagai alasan untuk menguasai Aceh dan membunuh rakyat Aceh.  Belanda beralasan untuk “membasmi perompak laut dan memperkenalkan peradabannya”; Jepang bertujuan untuk “Memakmurkan Asia Timur Raya”; dan sekarang Indonesia untuk “memelihara wilayah kesatuannya” dll. Atas alasan pura-pura ini ratusan ribu rakyat Aceh yang mempertahankan tanah airnya telah dibunuh oleh penjajah-penjajah tersebut di atas.

Kami, Aceh Merdeka, sangat yakin bahwa konferensi jamuan semacam itu, yang alokasi dananya mencapai Rp 2,8 miliar, tidak ada untungnya kepada rakyat Aceh tanpa menyelesaikan penyebab utama terjadinya konflik. Aspirasi murni dari rakyat Aceh untuk mengembalikan kedaulatan negaranya tidak seharusnya diabaikan, sebagaimana hak penentuan nasib sendiri telah dijamin dalam piagam PBB dan hukum internasional.

Terakhir sekali, perlu kami tegaskan bahwa bangsa Aceh dibawah payung Aceh Merdeka (ASNLF) masih terus memperjuangan kemerdekaan Aceh dengan cara-cara damai dan tanpa kekerasan.

Terimakasih terlebih dahulu atas perhatiannya.

Tertanda

Ariffadhillah

Ketua Presidium

[Rill]
loading...

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget