AMP - Perang sabil di Aceh antara kaphe belanda melawan kaum muslim Aceh 
telah menjadi catatan hitam sejarah penjajahan belanda di tanah kaum 
muslim. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap penjajahan (imperialisme) 
adalah kebengisan dan kesadisan. Hal ini terlihat dengan sangat jelas 
pada sejarah penjajahan belanda di Aceh, yang kemudian mengobarkan 
perang sabil tanpa akhir untuk melawan kaphe belanda.
Setiap kali belanda mencurigai bahwa di suatu kampung terdapat para 
pejuang yang dilindungi oleh rakyat, maka yang akan dilakukan belanda 
kemudian adalah menyerang kampung itu dan membakarnya sampai habis. 
Penduduk akan diintrogasi dengan paksa, kalau tidak mau menyerahkan para
 pejuang maka mereka akan bernasib buruk dengan ditembak atau dijadikan 
pekerja paksa.
Dalam penyerbuan Belanda ke Tangse pada tahun 1898 yang dipimpin oleh
 van Heutzs pembakaran dan perampokan itu terjadi. Van Heutzs bercerita 
kepada Snouck Hurgronje bahwa pada penyerbuan itu semua kampung 
dipandang sebagai persembunyian musuh, sehingga harus dibakar habis. 
Dalam suratnya kepada Gubernur Jenderal Rooseboom, Snouck mengatakan 
bahwa hampir semua prajurit belanda yang melakukan penyerangan itu 
dihinggapi penyakit suka membakar dan menggarong, hal itu dengan senang 
hati mereka lakukan sebab disetujui oleh van Heutzs.
Rakyat yang dimintai keterangan tentang persembunyian para pejuang 
pun diintrogasi sambil disiksa dengan dipecut pakai rotan hingga 
kulitnya terkelupas dan dagingnya tercerabut. Para penduduk juga dipaksa
 untuk menjual ayam kepada prajurit belanda yang tinggal di bivak 
setempat dengan harga seenaknya, yang pastinya akan membawa kerugian 
pada penduduk.
Di dalam Nota Six terungkap betapa bringasnya kaphe belanda. Di dalam laporan itu diceritakan bahwa bahwa pasukan belanda itu “lichtvaardige manschenafmakerij” (kebiasaan gampang membunuh manusia). Seorang civil gezaghebber
 (penguasa sipil) telah membunuh penduduk kampung yang tidak bersalah 
dengan tenang, karena kerusakan terhadap kawat telepon yang ada di 
sekitar kampung itu. seorang letnan pengecut pada suatu malam mengepung 
sebuah rumah, yang diketahuinya berisi seorang perempuan yang baru 
melahirkan, bersama bayinya dan dua orang bidan, semuanya ditembak mati 
olehnya. Dalam sebuah patroli yang dipimpin seorang sersan dikepunglah 
sebuah rumah. Ia membunuh beberapa orang pejuang yang ada di dalamnya, 
sekaligus dua orang perempuan dan seorang anak perempuan tanggung. Anak 
tanggu ini , setelah mendapat luka tembak coba melarikan diri keluar. 
Sersan tersebut mengejar dan menangkapnya lalu melemparkannya begitu 
saja dari atas rumah, ketika mendarat di tanah anak itu langsung 
dihabisi dengan tembakan.
Apa yang dilakukan obos van Daalen ketika menyerbu tanah Gayo pun tak
 kalah kejinya. Di setiap kampung yang dilaluinya, dia menebarkan maut. 
Ratusan penduduk yang tidak bersalah dibantainya. Gambar-gambar 
pembunuhan itu masih ada sampai sekarang. Begitulah penjajah, demi 
memuaskan hawa nafsu setan mereka, membunuh beberapa orang pun tidak 
mereka pedulikan.[djenderal4arwah]
loading...
 

Post a Comment