Halloween Costume ideas 2015
loading...

JR UUPA Pasal 205, Menghilangkan Hak Keintimewaan Aceh

AMP - Melakukan Judicial Review terhadap pasal 205 merupakan hak warga Negara sebagai konstitusional. Namun, jika itu dilakukan pada UUPA terhadap pasal 205 akan berbahaya bagi Aceh, dan bisa menghilangkan hak – hak keistimewaan Aceh.

“Sebagaimana telah diatur dalam UUD warga negara berhak melakukan gugatak atau permohonan Judicial Review terhadap undang – undang yang merugikan Hak konstituonalnya. Namun jika itu terjadi pada pasal 205 akan mehilangkan keistimewaan Pemerintah Aceh,” kata Akademisi, Amrizal J Prang pada saat menjadi Keynote Speaker dalam diskusi publik, Senin (10/11) di Lampineng, Banda Aceh.

Namun dalam kontek Aceh, kata Amrizal, seharusnya ada perhatian pemerintah pusat, bahwa latar belakang undang-undang Pemerintah Aceh khususnya 205 ini berkaitan erat dengan konflik Aceh.

“Kalau itu kemudian di JR, maka jelas akan menghilangkan hak – hak keistimewaan Aceh, sementara, keistimewaan sendiri sudah diakui dalamUU pasal 18B Ayat 1 mengakui ada daerah khusus atau istimewa, kemudian ada UU 44 Tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh, kemudian ada UU Pemerintahan Aceh. Dari keistimewaan inilah maka saya pikir menguatkan pasal 205 itu,” jelas Amrizal

Meski demikian, tambah Amrizal, Mahkamah Kounstitusi (MK) memiliki kewenangan mutlak, kewenagan secara independen tanpa ada intervensi dari lembanga yang lain. Maka MK akan menafsirkan sendiri, dalam penafsirannya, kalau kemudian dia menguji secara UU, maka tidak memenuhi syarat.

“Tapi kalau secara UU mungkin saja mengambil dengan pasal- pasal hak azasi, pasal-pasal persamaan hukum, pasal-pasal tidak ada kewenangan, ini akan bermasalah bagi Aceh,” ujar Amrizal

Walaupun melihat secara azas hukum boleh ada perbedaan, hukum membolehkan adanya penyimpangan terhadap itu, sehingga karena Aceh khusus dibolehkan seperti itu.

“Kedua juga kita melihat dalam penemuan hukum sendiri, bahwa seorang hakim atau siapapun perlu melihat bagaimana latar belakang sejarah UUPA,” tutupnya

Sementara itu, dosen Fakultas Hukum Unsyiah, Saifuddin Bantasyam menambahkan, menyangkut JR adalah merupakan hak konstitusional dari warga negara apabila memang dia atau seseorang atau kelompok orang merasa dirugikan oleh aturan-aturan tersebut.

“Tetapi apakah JR ini diterima atau tidak akan dilihat syarat-syarat objektif, akan diminta konpetensi yang mengajukannya dan juga akan dilihat subtansi yang akan diajukan apakah itu benar-benar bertentangan dengan undang-undang dasar atau tidak,” kata Saifuddin

Menurutnya, dalam kaitan dengan JR pasal 205, sebenarnya itu memang ada kaitanya dengan persoalan-persoalan yang terjadi ketika pasal ini di susun.

“Ketentuan mengenai pengangkatan kapolda itu harus dengan persetujuan gubernur bukan hanya di atur didalam UUPA, karena itu sudah ada sebelumnya dalam UU 18 tahun 2001 mengenai otonomi daerah Aceh dan pasal itu tetap dipertahankan didalam UUPA,” ujarnya

Dirinya menambahkan, konteks ketika 2002 dan 2006, yaitu bagaimana memberikan sesuatu yang berbeda kepada Aceh, masyarakat Aceh sendiri memang menginginkan berbeda.

“Dalam hal ini gubernur akan memperhatikan aspek – aspek kebudayaan Aceh oleh kapolda yang akan bertugas di Aceh, dan itu akan dapat mempelancar tugas – tugas kepolisian,” tutupnya.[AJNN]
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget