Oleh : Reza Vahlevi
Warga Lambhuk
Hari itu Selasa. Tepatnya tanggal 30 September 2014. Sebuah perhelatan akbar digelar di jalan Daud Beureuh. Inilah jalan protokol di Banda Aceh. Dan di jalan ini, disebuah gedung terhormat, 81 orang dari berbagai background, dengan gagah memakai kupiah dan jas berdasi, plus kain adat.
Ya, meraka adalah para legislator terbaik diantara yang baik pilihan rakyat Aceh. Mereka yang dilabeli dengan gelar “Sang Terhormat“ dengan pongah dan gagah mengucapkan sumpah (red: berjanji dengan Allah SWT ) untuk bekerja bagi rakyat dan mengedapan kepentingan rakyat Aceh daripada kepentingan mereka secara pribadi. Hari itu, mereka bukan hanya diambil sumpah, bahkan juga dikukuhkan secara adat oleh Wali Nanggroe Aceh Malek Mahmud.
Selain itu, para legislator itu juga mendapat fasilitas tunjangan per-orang, gaji, kendaraan, rumah dinas, dan Dana ASPIRASI ! Nah, mau tahu? Prestasi apa saja yang mereka lakukan selama 15 Bulan duduk di Gedung Rakyat itu? Mari kita review berdasarkan date to date!
1.Selasa, 9 Desember 2014
Media massa mewartakn bahwa ada dagelan lucu di Gedung Rakyat. Ada oknum DPR Aceh yang melempar botol air mineral ke hadapan pimpinan sidang dewan sementara DPR Aceh yang sedang memimpin sidang paripurna penetapan kelengkapan dewan. Belakangan adegan ini diketahui sebagai aksi kekecewaan dan kekesalan yang mendalam karena tak terpilih sebagai Ketua DPR Aceh.
2.Sabtu, 31 Januari 2015
Ini adalah tanggal pengesahan Qanun pertama oleh anggota DPR Aceh periode 2014-2015. Tahukah qanun apa? Qanun APBA 2015. Inipun setelah mendapat peluit ancaman tidak dibayarkan gaji terhadap pimpinan Aceh dan sejumlah anggota DPR Aceh selama 6 bulan oleh Mendagri akibat molornya pembahasan APBA 2015. Ancaman ini bukan atas keinginan Mendagri secara personal, tapi mereka (red – legislatif) Aceh telah melanggar Undang Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3.Senin, 4 Mei 2015
Tanggal ini DPR Aceh kedatangan tamu “istimewa.” Safaruddin S.H, Ketua LSM YARA datang ke DPR Aceh untuk meminta agar Bendera Bulan Bintang dikibarkan di tiang yang sudah lama disiapkan di halaman DPRA. Mengapa? Menurut DPR Aceh Qanun tentang Bendera Aceh sudah legal untuk dilaksanakan. Namun ironisnya Ketua Komisi I DPR Aceh, Abdullah Saleh S.H, malah mengamuk di depan publik, karena tidak diizinkan mengibarkan Bendera Aceh oleh Sekretaris Dewan DPR Aceh sendiri. Dan aksi teaterikal tidak lazim sang legislator yang konon katanya berjuang untuk rakyat Aceh disiang malamnya itu dilakukan Abdullah Saleh di dekat tiang bendera depan Gedung DPRA di Banda Aceh.
4.Kamis, 1 Oktober 2015
DPR Aceh lagi lagi menunjukan “bekerja untuk Rakyat Aceh,” katanya sampai titik darah penghabisan. Pada paripurna kali ini, mereka melakukan pergantian Wakil Ketua DPR Aceh dari Drs Sulaiman Abda, M.Si ke M. Saleh S. Pdi. Drama politik paripurna ini sempat dua kali di skorsing (jeda) oleh Ketua DPR Aceh, karena jumlah kuota Forum (korum) tidak mencapai 54 orang. Sayangnya, meskipun publik memprotes karena pergantian ini “prematur” secara yuridis, dan ikut pula di protes dengan lantang oleh Fraksi Nasdem di DPR Aceh, namun keinginan DPR Aceh untuk melakukan paripurna ini sangat begitu menggebu laksana yang ingin di gantikan telah mengkhianati Rakyat Aceh secara koletif. Namun pasca ishlah Partai Golkar (partai yang berhak atas wakil ketua DPR Aceh Periode 2014-2019 ) aksi ini menjadi aksi anomali parodi sang wakil rakyat. Ya mereka membuang waktu untuk hal yang tak berguna dan bermanfaat.
Kinerja Legislasi DPRA
Sekrang, mari kita cermati salah satu tugas penting anggota dewan terhormat. Ada 15 rancangan qanun yang akan diselesaikan pada tahun 2015 oleh Anggota DPR Aceh. Rancana Qanun (raqan) itu adalah raqan yang menjadi prioritas pembahasan di 2015 antara lain: 1. Raqan Aceh tentang Pembagian Urusan Pemerintahan yang Berkaitan dengan Syariat Islam antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, 2. Raqan Aceh tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah, 3. Raqan Aceh tentang Baitul Mal (Zakat, Infaq dan Sadaqah), 4. Raqan Aceh tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah, 5. Raqan Aceh tentang Perubahan Kedua atas Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 5. Raqan Aceh tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Aceh. 6. Raqan Aceh tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Aceh, 7. Raqan Aceh tentang Badan Penguatan Perdamaian Aceh, 8. Raqan Aceh tentang Pencabutan Qanun Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembentukan Bank Aceh Syariah, 9. Raqan Aceh tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum di Aceh, 10. Raqan Aceh tentang Hymne Aceh,11. Raqan Aceh tentang Bahasa Aceh, 12. Raqan Aceh tentang Perubahan atas Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota. 13. Raqan Aceh tentang Kehutanan Aceh. 14. Raqan Aceh tentang Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA) dan 15. Raqan Aceh tentang Perubahan Kedua atas Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus.
Luar biasa! Dari 15 Rancangan Qanun tersebut belum sempat diparipurnakan oleh para anggota dewan terhormat. Mungkin karena aktifitas kesibukan yang luar biasa. Tapi sibuk apa? Mungkin terlalu sibuk menjaga performance di media dengan baju mewah dan kupiah mahal, tak eloklah bila disebut dengan tebar pesona. Ada juga fraksi yang sibuk melabeli orang dengan pengkhianat karena mencoba men-judicial rewiew pasal UUPA. Ada juga yang sibuk larut dalam politik teungku dan Ulama lengkap dengan surat dukungan (red: senurat cap tupee) sebagai upaya mengupgrade diri untuk maju calon wakil gubernur. Ada pula yang sibuk dengan Pemecahan Provinsi Aceh (red: ALA–ABAS ) dan ironisnya 2 Anggota dari 81 Anggota DPR Aceh itu berstatus Hukum Tersangka (?)
Kita tahu bahwa DPRA mempunyai tugas pokok dan fungsi ( TUPOKSI ) melakukan pembahasan anggaran, legislasi dan pengawasan. Namun, bila kita membuka lensa DPRA hampir tidak ada dinas dari sejumlah Satuan Kerja Pemerintah Aceh yang disorot kinerja oleh DPR Aceh. Kita positif thinking saja. Pasti para perangkat dinas itu sudah bekerja sesuai dengan SOP-nya. Jadi, sangat tidak mungkin dinas itu untuk dikritisi karena sejumlah dinas itu sudah pasti “mengamankan“ dana aspirasi atau bahasa elitnya “coflict of interest.“
Nah, bicara penyusunan anggaran lamban, bicara legislasi juga hanya jalan ditempat, atau barangkali para legislator rakyat Aceh itu sedang mencari inspirasi dengan kunjungan ke luar negeri, antar provinsi, atau ke daerah pemilihannya, bicara pengawasan apalagi, hampir tidak ada (red : zero (nol) ) kasus penyimpangan yang ditemukan baik pada saat reses atau kinerja pansus yang diteruskan ke penegak hukum. Sebuah ironi bukan?!
Ketika digaji dan hidup dengan anak isteri dengan uang rakyat dan terus tidak konsen dan intensif bekerja untuk rakyat apakah layak dilabeli Pahlawan untuk rakyat? Nah, DPR Aceh setahun hanya menghasil satu Qanun (red : APBA 2015) apakah itu bukan sebuah sikap pengkhianatan untuk rakyat? Atau pecundang, kah?! Tanya kenapa?!
DPR Aceh ku, bangun siumanlah dari mati suri yang berkepanjanganmu. Rakyat masih butuh dedikasimu, jangan tunggu negara membubarkan lembagamu (red : DPRA) karena hanya menghabiskan uang rakyat. Karena jika itu terjadi maka sah label “Pecundang” seumur hidup untuk seluruh anggotamu.[AT]
Warga Lambhuk
Hari itu Selasa. Tepatnya tanggal 30 September 2014. Sebuah perhelatan akbar digelar di jalan Daud Beureuh. Inilah jalan protokol di Banda Aceh. Dan di jalan ini, disebuah gedung terhormat, 81 orang dari berbagai background, dengan gagah memakai kupiah dan jas berdasi, plus kain adat.
Ya, meraka adalah para legislator terbaik diantara yang baik pilihan rakyat Aceh. Mereka yang dilabeli dengan gelar “Sang Terhormat“ dengan pongah dan gagah mengucapkan sumpah (red: berjanji dengan Allah SWT ) untuk bekerja bagi rakyat dan mengedapan kepentingan rakyat Aceh daripada kepentingan mereka secara pribadi. Hari itu, mereka bukan hanya diambil sumpah, bahkan juga dikukuhkan secara adat oleh Wali Nanggroe Aceh Malek Mahmud.
Selain itu, para legislator itu juga mendapat fasilitas tunjangan per-orang, gaji, kendaraan, rumah dinas, dan Dana ASPIRASI ! Nah, mau tahu? Prestasi apa saja yang mereka lakukan selama 15 Bulan duduk di Gedung Rakyat itu? Mari kita review berdasarkan date to date!
1.Selasa, 9 Desember 2014
Media massa mewartakn bahwa ada dagelan lucu di Gedung Rakyat. Ada oknum DPR Aceh yang melempar botol air mineral ke hadapan pimpinan sidang dewan sementara DPR Aceh yang sedang memimpin sidang paripurna penetapan kelengkapan dewan. Belakangan adegan ini diketahui sebagai aksi kekecewaan dan kekesalan yang mendalam karena tak terpilih sebagai Ketua DPR Aceh.
2.Sabtu, 31 Januari 2015
Ini adalah tanggal pengesahan Qanun pertama oleh anggota DPR Aceh periode 2014-2015. Tahukah qanun apa? Qanun APBA 2015. Inipun setelah mendapat peluit ancaman tidak dibayarkan gaji terhadap pimpinan Aceh dan sejumlah anggota DPR Aceh selama 6 bulan oleh Mendagri akibat molornya pembahasan APBA 2015. Ancaman ini bukan atas keinginan Mendagri secara personal, tapi mereka (red – legislatif) Aceh telah melanggar Undang Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3.Senin, 4 Mei 2015
Tanggal ini DPR Aceh kedatangan tamu “istimewa.” Safaruddin S.H, Ketua LSM YARA datang ke DPR Aceh untuk meminta agar Bendera Bulan Bintang dikibarkan di tiang yang sudah lama disiapkan di halaman DPRA. Mengapa? Menurut DPR Aceh Qanun tentang Bendera Aceh sudah legal untuk dilaksanakan. Namun ironisnya Ketua Komisi I DPR Aceh, Abdullah Saleh S.H, malah mengamuk di depan publik, karena tidak diizinkan mengibarkan Bendera Aceh oleh Sekretaris Dewan DPR Aceh sendiri. Dan aksi teaterikal tidak lazim sang legislator yang konon katanya berjuang untuk rakyat Aceh disiang malamnya itu dilakukan Abdullah Saleh di dekat tiang bendera depan Gedung DPRA di Banda Aceh.
4.Kamis, 1 Oktober 2015
DPR Aceh lagi lagi menunjukan “bekerja untuk Rakyat Aceh,” katanya sampai titik darah penghabisan. Pada paripurna kali ini, mereka melakukan pergantian Wakil Ketua DPR Aceh dari Drs Sulaiman Abda, M.Si ke M. Saleh S. Pdi. Drama politik paripurna ini sempat dua kali di skorsing (jeda) oleh Ketua DPR Aceh, karena jumlah kuota Forum (korum) tidak mencapai 54 orang. Sayangnya, meskipun publik memprotes karena pergantian ini “prematur” secara yuridis, dan ikut pula di protes dengan lantang oleh Fraksi Nasdem di DPR Aceh, namun keinginan DPR Aceh untuk melakukan paripurna ini sangat begitu menggebu laksana yang ingin di gantikan telah mengkhianati Rakyat Aceh secara koletif. Namun pasca ishlah Partai Golkar (partai yang berhak atas wakil ketua DPR Aceh Periode 2014-2019 ) aksi ini menjadi aksi anomali parodi sang wakil rakyat. Ya mereka membuang waktu untuk hal yang tak berguna dan bermanfaat.
Kinerja Legislasi DPRA
Sekrang, mari kita cermati salah satu tugas penting anggota dewan terhormat. Ada 15 rancangan qanun yang akan diselesaikan pada tahun 2015 oleh Anggota DPR Aceh. Rancana Qanun (raqan) itu adalah raqan yang menjadi prioritas pembahasan di 2015 antara lain: 1. Raqan Aceh tentang Pembagian Urusan Pemerintahan yang Berkaitan dengan Syariat Islam antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, 2. Raqan Aceh tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah, 3. Raqan Aceh tentang Baitul Mal (Zakat, Infaq dan Sadaqah), 4. Raqan Aceh tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah, 5. Raqan Aceh tentang Perubahan Kedua atas Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 5. Raqan Aceh tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Aceh. 6. Raqan Aceh tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Aceh, 7. Raqan Aceh tentang Badan Penguatan Perdamaian Aceh, 8. Raqan Aceh tentang Pencabutan Qanun Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembentukan Bank Aceh Syariah, 9. Raqan Aceh tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum di Aceh, 10. Raqan Aceh tentang Hymne Aceh,11. Raqan Aceh tentang Bahasa Aceh, 12. Raqan Aceh tentang Perubahan atas Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota. 13. Raqan Aceh tentang Kehutanan Aceh. 14. Raqan Aceh tentang Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA) dan 15. Raqan Aceh tentang Perubahan Kedua atas Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus.
Luar biasa! Dari 15 Rancangan Qanun tersebut belum sempat diparipurnakan oleh para anggota dewan terhormat. Mungkin karena aktifitas kesibukan yang luar biasa. Tapi sibuk apa? Mungkin terlalu sibuk menjaga performance di media dengan baju mewah dan kupiah mahal, tak eloklah bila disebut dengan tebar pesona. Ada juga fraksi yang sibuk melabeli orang dengan pengkhianat karena mencoba men-judicial rewiew pasal UUPA. Ada juga yang sibuk larut dalam politik teungku dan Ulama lengkap dengan surat dukungan (red: senurat cap tupee) sebagai upaya mengupgrade diri untuk maju calon wakil gubernur. Ada pula yang sibuk dengan Pemecahan Provinsi Aceh (red: ALA–ABAS ) dan ironisnya 2 Anggota dari 81 Anggota DPR Aceh itu berstatus Hukum Tersangka (?)
Kita tahu bahwa DPRA mempunyai tugas pokok dan fungsi ( TUPOKSI ) melakukan pembahasan anggaran, legislasi dan pengawasan. Namun, bila kita membuka lensa DPRA hampir tidak ada dinas dari sejumlah Satuan Kerja Pemerintah Aceh yang disorot kinerja oleh DPR Aceh. Kita positif thinking saja. Pasti para perangkat dinas itu sudah bekerja sesuai dengan SOP-nya. Jadi, sangat tidak mungkin dinas itu untuk dikritisi karena sejumlah dinas itu sudah pasti “mengamankan“ dana aspirasi atau bahasa elitnya “coflict of interest.“
Nah, bicara penyusunan anggaran lamban, bicara legislasi juga hanya jalan ditempat, atau barangkali para legislator rakyat Aceh itu sedang mencari inspirasi dengan kunjungan ke luar negeri, antar provinsi, atau ke daerah pemilihannya, bicara pengawasan apalagi, hampir tidak ada (red : zero (nol) ) kasus penyimpangan yang ditemukan baik pada saat reses atau kinerja pansus yang diteruskan ke penegak hukum. Sebuah ironi bukan?!
Ketika digaji dan hidup dengan anak isteri dengan uang rakyat dan terus tidak konsen dan intensif bekerja untuk rakyat apakah layak dilabeli Pahlawan untuk rakyat? Nah, DPR Aceh setahun hanya menghasil satu Qanun (red : APBA 2015) apakah itu bukan sebuah sikap pengkhianatan untuk rakyat? Atau pecundang, kah?! Tanya kenapa?!
DPR Aceh ku, bangun siumanlah dari mati suri yang berkepanjanganmu. Rakyat masih butuh dedikasimu, jangan tunggu negara membubarkan lembagamu (red : DPRA) karena hanya menghabiskan uang rakyat. Karena jika itu terjadi maka sah label “Pecundang” seumur hidup untuk seluruh anggotamu.[AT]
loading...
Post a Comment