AMP - Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, aktivis muda Aceh Merdeka (ASNLF) mengirimkan kadernya untuk mengikuti pelatihan diplomasi internasional ke Den Haag yang diadakan oleh UNPO (Unrepresented Nations and Peoples Organization) pada 5-7 Agustus lalu. Pada kesempatan itu, peserta yang dikirim dari Swedia berjumlah empat pemuda Aceh yang merupakan generasi penerus pejuang Aceh Merdeka disana.
Menurut panitia acara dari UNPO, Erasmia Giannoudaki, dalam daftar workshop tiga hari tersebut dihadiri sejumlah perwakilan anggota UNPO, seperti Papua Barat, Khmer Krom, Kurdi, Savoy, Balochistan dan perwakilan berbagai pemuda berkebangsaan Belanda, Amerika, Yunani, Perancis, Bangladesh, Polandia, Inggris, Syria, Italia, Rwanda, Afrika Selatan, Mexico, Kamboja, Vietnam yang kebanyakan mereka tinggal di Eropa.
Pelatihan tersebut bertujuan untuk mempertemukan para aktivis muda UNPO dari manca negara dan sekaligus mempersiapkan mereka untuk menjadi pelobi dan pejuang HAM yang efektif. Pendidikan dan latihan adalah kunci untuk suatu keberhasilan. Keberhasilan itu bergantung kepada seberapa harga seseorang mau berkorban dan nilai-nilai apa saja yang menjadi harga mati yang tidak bisa dikompromi.
Ketika status Aceh Merdeka berada dalam keadaan sekarat sepuluh tahun lalu setelah perjanjian MoU Helsinki 15 Agustus 2015, pimpinan Aceh Merdeka di luar negeri mengambil kesimpulan bahwa status Aceh yang merdeka wajib dipertahankan dan kedaulatan Negara Aceh tidak bisa diperjualbelikan. Atas keputusan tersebut, pimpinan ASNLF mulai memfokuskan diri untuk bidang pendidikan – baik formal maupun non-formal – untuk membina dan mempersiapkan kader-kader baru perjuangan untuk sebuah perjalanan yang panjang.
Alhamdulillah, tema pelatihan kali ini cakupannya cukup luas dan ada peningkatannya. Materi baru yang diperkenalkan termasuk Universal Periodic Review (UPR), merupakan satu mekanisme baru PBB, dimana setiap anggotanya harus mempertanggung-jawabkan keadaan HAM negaranya di depan anggota-anggota PBB lainnya. Materi lainnya adalah United Nations Forum on Minority Issues (Forum PBB tentang Isu Minoritas), dimana tiap tahun selama dua hari PBB mengadakan sidang tersebut di Palais des Nations, Jenewa, Swiss.
Semua NGO yang berjuang untuk mempertahankan hak-hak minoritas akan di undang ke sidang tersebut untuk mengambil bagian secara aktif, yakni memantau jalannya sidang dan membuat intervensi, baik secara lisan maupun tulisan.
Disamping dua tema baru yang tersebut di atas tadi, banyak lagi hal-hal yang baru yang dibahas, seperti mengenal strategi komunikasi, advokasi, melobi parlemen Uni Eropa dan bagaimana cara membuat side event (acara sampingan) dalam gedung PBB di Jenewa dan di New York.
Hadir sebagai nara sumber dalam pelatihan itu Erasmia Giannoudaki, Jeroen Zandberg dari UNPO, Pierre Hegay staf European Commission.
Menurut salah satu delegasi dari ASNLF, Imran Syahbuddin, pelatihan di Belanda ini membantu anggota baru UNPO untuk menjadi aktivis dalam mengetahui birokrasi dan mekanisme kelembagaan Uni Eropa, termasuk di salah satu markas PBB yang berada di Jenewa, Swiss.
Imran dengan optimis menambahkan, cita-cita tersebut Insyaallah akan tercapat dengan doa para syuhada yang telah gugur dalam mempertahankan cita-cita sucinya, begitu juga atas kegigihan para penerusnya sekarang dan mendatang dalam meneruskan perjuangan mereka, ungkapnya.(Rillis/Jurnalatjeh)
loading...
Post a Comment