MoU Helsinky antara Pemerintah RI dan GAM yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 merupakan tonggak sejarah lahirnya perdamaian dan solusi permanen atas konflik bersenjata yang telah terjadi selama puluhan Tahun di Aceh.
10 Tahun sudah usia MoU Helsinki tapi masih ada beberapa hal krusial yang belum kunjung tuntas diselesaikan seperti pembentukan KKR (Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi) Persoalan bendera dan lain-lain berdasarkan klausul MoU Helsinki.
Oleh: Auzir Fahlevi, SH |
Para pihak Pemerintah RI dan GAM dituntut untuk menyelaraskan komitmen tindak lanjut dan implementasi MoU Helsinky seperti apa yang sudah disepakati. Hanya saja,kita patut bertanya jika ada implementasi MoU Helsinki yang tersendat lalu bagaimanakah proses penyelesaiannya dan kemanakah kita harus mengadu? Ini perlu sekali diketahui karena sebagian elit GAM yang terlibat dibalik penandatanganan MoU Helsinki telah menjadi kepala pemerintahan dan lembaga yang tunduk dibawah konstitusi NKRI seperti Zaini Abdullah yang telah menjadi Gubernur dan Malik Mahmud yang menjadi Wali Nanggroe. Otomatis mereka telah menjadi wakil dan bagian dari pemerintahan Indonesia itu sendiri, makanya kalau dilihat dari kacamata politik,posisi elit GAM sekarang seperti melakukan gol bunuh diri.
Inilah kelemahan pemahaman dan diplomasi politik yang dimainkan oleh elit GAM dibawah kendali Zaini Abdullah dan Malik Mahmud pasca meninggalnya Tgk. Hasan Tiro.kita tidak semata-mata menyalahkan mereka tapi peran mereka cukup berpengaruh dalam proses transformasi dan rekonsiliasi sosial politik diaceh.
GAM menurut saya seperti kehilangan kedigdayaanya dan tidak mampu mengendalikan kekuatan politiknya.ini terjadi karena terbentuknya friksi kelompok ditubuh GAM itu sendiri.ada semacam “perang dingin tapi hangat” antara GAM kubu tua yang dikomandoi oleh Zaini Abdullah dan GAM kubu muda yang dikomandoi oleh Muzakkir Manaf.
Kisruh pecah kongsi antara Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur dalam memimpin Pemerintahan aceh menjadi celah bagi lawan politik GAM untuk menghancurkan mereka dari dalam.
Dinamika politik elit GAM tentu berefek terhadap keberadaan Partai Aceh yang merupakan embrio organisasi perjuangan politik GAM dari perjuangan bersenjata sebelumnya.
Secara Politik saat ini,sepertinya Partai Aceh tidak bisa bergerak secara representatif untuk menggugat MoU Helsinki manakala ada hal-hal krusial yang belum dituntaskan oleh kedua pihak baik itu Pemerintah RI dan GAM.alasannya ya itu tadi karena sebagian elit GAM sudah “lalai” dan terlanjur nikmat dalam hegemoni kekuasaan/pemerintahan. Pertanyaannya, siapakah sekarang yang bisa mengklaim dirinya GAM dan melawan Pemerintah RI atas kewajibannya yang belum dilaksanakan sesuai MoU Helsinki?lalu bagaimanakah peran lembaga CMI yang menjadi penengah konflik RI dan GAM?bagaimanakah mekanisme penyelesaian jika terjadi konflik seperti persoalan KKR dan bendera saat ini?
Pertanyaan diatas cukup pelik untuk dijawab karena tanpa disadari prosesi dan kronologis lahirnya MoU Helsinki itu merupakan grand desain strategis Pemerintah RI untuk mempertegas kembali posisi Aceh dalam NKRI. Artinya, penandatanganan MoU Helsinki itu adalah satu kemenangan mutlak bagi Pemerintah RI.
Terlepas dari itu semua,tidak ada salahnya pihak manapun untuk terus mengawal dan memperjuangkan “hak Aceh” sebagaimana tercantum dalam MoU Helsinki.aceh jangan dikebiri dan dianaktirikan lagi,sudah cukup. Jangan ada lagi dusta diantara Aceh dan Jakarta.
Namun demikian hal apapun yang berkaitan dengan konsekwensi hak dan kewajiban bagi Pemerintah RI dan GAM berdasarkan MoU Helsinki tetap harus dilaksanakan.ada tanggung jawab moral supaya perdamaian tidak ternodai kembali dan Aceh tidak kembali dalam pusaran konflik.
Kita berharap supaya MoU Helsinki tidak menjadi “cek kosong” atau replika dari Ikrar Lamteh. Kita wajar khawatir jangan sampai Aceh hanya mengulang sejarah yang sama tapi dengan aktor dan format yang berbeda.sudah cukup Alm Hasan Saleh dan Tgk Daud Beureueh yang kita “salahkan”, mari kita belajar atas pengalaman endatu dan tetap bahu membahu membangun Aceh, damailah Aceh, damailah Indonesia. Selamat Milad 10 tahun MoU Helsinki dan HUT Kemerdekaan RI ke 70.
Penulis : Auzir Fahlevi, SHMerupakan Aktivis Anti Korupsi dan Ketua LSM GeMPAR ACEH
Sumber: Lintasnasional
loading...
Post a Comment