Banda Aceh - Di
tengah-tengah krisisnya rupiah yang mencapai Rp 14.000/ Dollar, para
politisi Aceh malah memamfaatkan waktuknya untuk pergi kejepang.
Dilansir SERAMBINEWS.COM,
Kamis (27/08) Ketua dan empat orang anggota DPRA dari Komisi VI yang
membidangi masalah kesehatan melakukan kunjungan kerja ke Jepang, Selasa
(25/8). Mereka yang pergi ke Negeri Matahari Terbit itu adalah T
Iskandar Daod, Ridwan Abubakar, Fatimah, Muhibussubri, Ummi Kalsum,
bersama Sekwan Hamid Zein, staf ahli Dirhamsyah, dan staf komisi Rusydi
Hasymi.
Menurut informasi dari Sekretariat DPRA, keberangkatan Komisi VI DPRA ke Jepang dibagi dalam dua gelombang. Gelombang pertama sebanyak 5 anggota DPRA berangkat pada 25 - 31 Agustus 2015. Ini belum termasuk Sekwan bersama staf ahli dan staf komisi.
Sedangkan gelombang kedua dijadwalkan berangkat pada 1 - 7 September 2015. Ada lima anggota dewan pada gelombang kedua ini, belum termasuk staf ahli dan staf komisi. Dari 12 orang anggota Komisi VI yang ada, hanya dua orang yang dikabarkan tidak berangkat, yakni Darwati A Gani dari PNA dan Zainal Abidin dari PKS.
Sumber Serambi di Sekretariat DPRA mengungkapkan, setelah dua gelombang pertama berangkat ke Jepang, dijadwalkan akan berangkat lagi dua gelombang berikutnya dari Komisi II. Jika gelombang pertama memilih tujuan perjalanan luar negerinya ke Cina, gelombang kedua lebih tertarik ke negeri Ratu Elizabet, Inggris. Menurut informasi, Komisi II akan berangkat setelah gelombang kedua Komisi VI kembali dari Jepang.
Wakil Ketua I DPRA, Drs Sulaiman Abda MSi yang dikonfirmasi Serambi, Rabu (26/8) sore kemarin tentang keberangkatan Komisi VI DPRA ke Jepang membenarkannya. Sulaiman mengatakan, setiap tahun memang ada program perjalanan dinas bagi anggota legislatif ke luar negeri. Soal dimanfaatkan atau tidak anggaran perjalanan luar negeri itu oleh anggota legislatif, kembali kepada sikap komisi atau masing-masing individu.
Buktinya, ungkap Sulaiman Abda, dari 12 anggota Komisi VI DPRA, yang berangkat 10 orang. Dua orang lagi memilih tidak berangkat. Ketidakberangkatan kedua anggota Komisi VI itu, kata Sulaiman, hanya mereka yang tahu alasannya. “Kami tidak berhak menanyakannya, kenapa mereka tidak berangkat,” kata Sulaiman Abda.
Koordinator MaTA Aceh, Alfian mengatakan, perjalanan dinas anggota Komisi VI DPRA tidak memberikan manfaat untuk rakyat, kecuali hanya untuk individu anggota dewan yang berangkat. “Perjalanan dinas tersebut juga sangat memboroskan keuangan daerah,” kata dia.
Menurut informasi dari Sekretariat DPRA, keberangkatan Komisi VI DPRA ke Jepang dibagi dalam dua gelombang. Gelombang pertama sebanyak 5 anggota DPRA berangkat pada 25 - 31 Agustus 2015. Ini belum termasuk Sekwan bersama staf ahli dan staf komisi.
Sedangkan gelombang kedua dijadwalkan berangkat pada 1 - 7 September 2015. Ada lima anggota dewan pada gelombang kedua ini, belum termasuk staf ahli dan staf komisi. Dari 12 orang anggota Komisi VI yang ada, hanya dua orang yang dikabarkan tidak berangkat, yakni Darwati A Gani dari PNA dan Zainal Abidin dari PKS.
Sumber Serambi di Sekretariat DPRA mengungkapkan, setelah dua gelombang pertama berangkat ke Jepang, dijadwalkan akan berangkat lagi dua gelombang berikutnya dari Komisi II. Jika gelombang pertama memilih tujuan perjalanan luar negerinya ke Cina, gelombang kedua lebih tertarik ke negeri Ratu Elizabet, Inggris. Menurut informasi, Komisi II akan berangkat setelah gelombang kedua Komisi VI kembali dari Jepang.
Wakil Ketua I DPRA, Drs Sulaiman Abda MSi yang dikonfirmasi Serambi, Rabu (26/8) sore kemarin tentang keberangkatan Komisi VI DPRA ke Jepang membenarkannya. Sulaiman mengatakan, setiap tahun memang ada program perjalanan dinas bagi anggota legislatif ke luar negeri. Soal dimanfaatkan atau tidak anggaran perjalanan luar negeri itu oleh anggota legislatif, kembali kepada sikap komisi atau masing-masing individu.
Buktinya, ungkap Sulaiman Abda, dari 12 anggota Komisi VI DPRA, yang berangkat 10 orang. Dua orang lagi memilih tidak berangkat. Ketidakberangkatan kedua anggota Komisi VI itu, kata Sulaiman, hanya mereka yang tahu alasannya. “Kami tidak berhak menanyakannya, kenapa mereka tidak berangkat,” kata Sulaiman Abda.
Koordinator MaTA Aceh, Alfian mengatakan, perjalanan dinas anggota Komisi VI DPRA tidak memberikan manfaat untuk rakyat, kecuali hanya untuk individu anggota dewan yang berangkat. “Perjalanan dinas tersebut juga sangat memboroskan keuangan daerah,” kata dia.
Dikatakan,
Dirjen Keuangan Daerah Mendagri Reydonnizar Moenek pernah mengingatkan
DPRA, agar mengurangi dana perjalanan dinasnya, baik luar negeri maupun
dalam negeri.
Total anggaran perjalanan dinas luar negeri, dalam negeri, dan dalam daerah yang dialokasikan dalam APBA 2015 di atas Rp 200 miliar. Alokasi ini dinilai terlalu besar, dan masih banyak pos anggaran untuk pemberdayaan ekonomi rakyat guna pengurangan penduduk miskin dan pengangguran yang pagu minimalnya belum terpenuhi atau masih kecil. “Contohnya anggaran untuk pemberdayaan pengrajin dan industri kecil, masih sangat minim,” kata dia.
DPRA, kata Alfian, tidak punya program kerja tahunan yang jelas. Setelah mengesahkan raqan RAPBA 2015 menjadi qanun APBA 2015. Sampai bulan Agustus 2015 ini, belum ada tambahan satu qanun pun yang disahkan DPRA.
Raqan prioritas 2015, telah ditetapkan sebanyak 13 raqan, tapi yang baru dilakukan pembahasan menurut informasi dari Banleg, baru 4 raqan. Ini artinya, masih ada 9 raqan lagi yang belum dibahas anggota DPRA. Seharusnya, kata Alfian, anggota komisi memfokuskan kerjanya untuk penyelesaian pembahasan raqan prioritas yang belum dibahas, bukan membuat jadual perjalanan ke luar negeri. “Kenapa ini terjadi, karena kepemimpinan DPRA yang ada saat ini kurang mengontrol jadual kerja komisi. Akibatnya, kinerja DPRA secara menyeluruh jadi kendur,” kata dia.
Total anggaran perjalanan dinas luar negeri, dalam negeri, dan dalam daerah yang dialokasikan dalam APBA 2015 di atas Rp 200 miliar. Alokasi ini dinilai terlalu besar, dan masih banyak pos anggaran untuk pemberdayaan ekonomi rakyat guna pengurangan penduduk miskin dan pengangguran yang pagu minimalnya belum terpenuhi atau masih kecil. “Contohnya anggaran untuk pemberdayaan pengrajin dan industri kecil, masih sangat minim,” kata dia.
DPRA, kata Alfian, tidak punya program kerja tahunan yang jelas. Setelah mengesahkan raqan RAPBA 2015 menjadi qanun APBA 2015. Sampai bulan Agustus 2015 ini, belum ada tambahan satu qanun pun yang disahkan DPRA.
Raqan prioritas 2015, telah ditetapkan sebanyak 13 raqan, tapi yang baru dilakukan pembahasan menurut informasi dari Banleg, baru 4 raqan. Ini artinya, masih ada 9 raqan lagi yang belum dibahas anggota DPRA. Seharusnya, kata Alfian, anggota komisi memfokuskan kerjanya untuk penyelesaian pembahasan raqan prioritas yang belum dibahas, bukan membuat jadual perjalanan ke luar negeri. “Kenapa ini terjadi, karena kepemimpinan DPRA yang ada saat ini kurang mengontrol jadual kerja komisi. Akibatnya, kinerja DPRA secara menyeluruh jadi kendur,” kata dia.
Sumber: aceh.serambinews.com
loading...
Post a Comment