AMP - Persoalan yang tak gampang di manapun berada; terutama di Indonesia, ditanya kapan kawin?
Padahal urusan kawin ini tentu sangat sensitif sekali, terlebih pada
mereka yang telah berumur dan belum menemukan pasangan hidupnya. Namun,
urusan kawin di Aceh justru memiliki ketertarikan tersendiri, baik bagi
kaum perempuan maupun laki-laki. Menikahi gadis Aceh tidak mudah jika
pernikahan itu baik-baik; melibatkan dua keluarga, bukan pernikahan
karena &sebab-akibat& yang kemudian mendatangkan malu dan
resepsi pernikahan tidak megah.
Sebelum menjadi linto baro dan dara baro
atau raja dan ratu sehari, perempuan yang menunggu dilamar memang tidak
khawatir jika orang tuanya telah setuju menikahinya. Bagi laki-laki
dihadang oleh masalah cukup pelik terutama menyiapkan mahar.
Mahar
Mahar
menjadi takaran sebuah pernikahan disetujui oleh kedua keluarga. Mahar
untuk mendapatkan gadis Aceh tidak cukup dengan seperangkat alat salat;
walaupun Islam membenarkan hal demikian. Mahar gadis Aceh adalah emas.
Meminang gadis Aceh siapkan emas paling kurang 10 mayam. Jika tak ada
kerja dulu sebelum mengetuk pintu rumah perempuan yang dicintai dengan
segenap cinta dan berharap bahagia dalam rumah tangga.
Gadis
Aceh dipinang dengan mahar emas bukan karena emas itu mahal. Kebiasaan
yang jatuh bebas dari turun-temurun menjadi ukuran bahwa emas adalah
mahar terbaik. Tak ada emas sama dengan tak ada perkawinan dengan gadis Aceh.
Ada tata cara sebelum mahar emas itu jatuh pada patokan wajib dipenuhi
oleh seorang laki-laki. Salah satu faktor adalah mahar ibu kandung di
mana penentuan mahar mengacu pada mahar ibu gadis yang sedang dilamar,
boleh sama tapi tak boleh kurang. Selain mahar ibu kandung juga dilihat
dari penentuan mahar di lingkungan sekitar. Status sosial ini penting
karena omongan lebih tajam dari pada pisau. Mahar yang berlaku di
lingkungan sekitar adalah sebuah kewajaran. Jika pun dilihat dari
besarnya, tak bisa dikatakan mahal atau tidak. Contoh saja, seorang
gadis dilamar dengan mahar sebesar mahar ibunya. Jika gadis itu berusia
25 tahun, dan katakanlah anak pertama dengan ibunya langsung hamil
setelah menikah, mahar yang ditetapkan kadarnya adalah sama jika berada
di 10 mayam emas walaupun harga emas berbeda. Masyarakat Aceh tidak
melihat harga emas namun besar emas itulah penentu segala.
Peunuwoe
Seorang
laki-laki yang sudah siap menikahi gadis Aceh tidak hanya mempunyai
kewajiban menuaikan mahar saja. Laki-laki itu wajib memenuhi atau
membeli perlengkapan pakaian kepada perempuan yang dinamai peunuwoe. Peunuwoe ini biasanya terdiri dari satu set bakal kain (pakaian belum jadi), perlengkapan make up, perlengkapan
mandi, sepatu dan sendal, perlengkapan dapur (makan) seperti piring,
cangkir, ceret, serta kebutuhan lain yang dianggap perlu. Peunuwoe ini biasanya diberikan saat intat linto (antar mempelai laki-laki) ke rumah mempelai perempuan setelah ijab kabul. Estimasi biaya untuk peunuwoe
memang tidak ditetapkan oleh pihak mempelai perempuan saat pertemuan
dua keluarga. Dana atau perlengkapan penting ini dibeli sesuai dengan
kesanggupan mempelai laki-laki dan keluarganya. Walaupun tidak
ditetapkan, peunuwoe ini
wajib. Selain perlengkapan mati tadi, juga dibawa perlengkapan hidup
seperti hewan ternak (ayam atau kambing), padi atau beras, buah-buahan
dan sayuran. Serah terima dilakukan di rumah mempelai perempuan yang
sedang menggelar pesta preh linto (tunggu mempelai laki-laki).
Peng Angoeh
Di sebagian daerah Aceh memberlakukan peng angoeh (uang
hangus). Uang hangus ini wajib diberikan kepada calon mempelai
perempuan atau keluarganya sebelum ijab kabul (resepsi pernikahan). Uang
hangus ini biasanya telah ditetapkan saat penentuan mahar atau saat
rapat penentuan hari ijab kabul. Besar uang hangus biasanya
diestimasikan sebesar isi kamar pengantin di rumah mempelai perempuan,
ada pula yang mematok langsung nominalnya, misalnya 2 juta rupiah. Jika
ada perjanjian uang hangus maka mempelai laki-laki wajib melunasinya,
jika belum dilunasi maka tidak dibenarkan masuk (pulang) ke rumah
mempelai perempuan walaupun sudah terjadi ijab kabul.
Daging Meugang
Tradisi meugang di
Aceh menjelang bulan puasa - Ramadhan - barangkali cukup berat untuk
mempelai laki-laki. Pengantin baru ini wajib membawa pulang daging
kerbau (sapi) ke rumah mertuanya. Seandainya satu atau dua kilo mudah
sekali, namun tidak demikian. Daging yang wajib dibawa pulang berupa
kepala kerbau atau pahanya. Tak hanya sampai di situ, mempelai laki-laki
juga harus membawa pulang bumbu beserta beras.
Terkadang,
memang rumit sekali menikahi Gadis Aceh. Tapi tradisi ini telah
dikerjakan entah dari tahun kapan. Masyarakat Aceh tidak menolak bahkan
melawan, karena ini adalah tradisi, hanya ada di Aceh saja. Siapkah menikahi gadis Aceh?
VIVA
loading...
Post a Comment