Halloween Costume ideas 2015
loading...

Beragam Nasib Para Eks Kombatan GAM dan Warisan Politik SBY

AMP - Tentu, apapun alasannya, serangkaian aksi Din Minimi itu mendapat reaksi keras dari polisi. Polres Aceh Timur menyatakan telah setahun ini mengejar kelompok Din dan kawan-kawan. Soalnya, catatan kriminal mereka tergolong tinggi. 


Kapolres Aceh Timur AKBP Muhajir mengatakan Din telah lima kali melakukan aksi jahat. “Mulai dari pengrusakan alat berat, perampasan mobil box hingga mobil truk telah dilakukan oleh Abu Minimi. Motifnya adalah meminta tebusan,” kata Muhajir saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa pekan lalu.
Polisi menduga aksi Din lebih banyak, tapi tak dilaporkan oleh masyarakat. 

Kata Muhajir, Din Minimi cukup ditakuti di Aceh Timur. Dia adalah pemberontak organik. Ayahnya juga bergabung dengan GAM pada saat gerakan itu berdiri. Ayahnya terkenal dengan panggilan “Minimi”, karena kala itu ia berhasil merampas senjata TNI jenis FN Minimi. “Dia itu namanya Din, supaya lebih dikenal, dia pakai nama panggilan orang tuanya, yaitu Minimi,” kata Muhajir.

Din memang tak seberuntung rekan seperjuangannya yang lain. Sejumlah dari mereka kini hidup berkecukupan. Ada yang menjadi kontraktor infrastruktur, anggota parlemen lokal, atau pengusaha dengan wilayah bisnis sekitar Aceh dan Sumatera Utara. 

Abdul Muthalib, misalnya. Pria kelahiran Syamtalira Aron, Aceh Utara, 46 tahun yang lalu ini, adalah mantan kombatan yang beruntung. Dia terjun ke politik, dan kini duduk di kursi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Utara. Muthalib, yang akrab dipanggil Thaliban ini, mengatakan dia masih meneruskan apa yang menjadi perjuangan GAM dulu, lewat kursi parlemen.

Muthalib bercerita ia tak pernah melupakan masa gerilya bersama GAM, yang telah dilakoninya hampir 26 tahun. Dia juga pemberontak organik. Kakaknya bergabung dengan GAM, dan sempat berlatih militer di Libya. Itu membuat Muthalib kagum. Saat itu ia berumur 17 tahun. Ia lalu ikut memilih jalan hidup sebagai kombatan di kawasan yang disebut GAM sebagai Wilayah III Pasee Aceh. 

Kini, kisah sebagai kombatan selama belasan tahun itu sudah menjadi sejarah bagi Muthalib. Dia mengakui, kehidupan masyarakat Aceh kini sudah jauh lebih tenang dengan adanya Perjanjian Helsinki.  “Selepas MoU Helsinki, jarang sekali kita mendegar letusan senjata. Sehingga masyarakat pun mudah mencari rezeki ke sawah dan laut dengan aman,” kata Muthalib saat ditemui CNN Indonesia di Mess DPRK, Kamis (2/10). (cnnindonesia.com)
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget