JAKARTA - Sebuah perusahaan asal Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), Mubadala Petroleum Oil menaruh minat untuk berinvestasi bidang minyak dan gas (migas) di Aceh. Perusahaan tersebut telah mengajukan permohonan ‘joint study’ untuk areal lepas pantai Andaman I.
“Permohonan mereka sudah masuk. Ini sedang diteliti,” kata Kepala Divisi Humas SKK Migas, Elan Biantoro kepada Serambi, Selasa (25/8). Perusahaan itu saat ini sudah beroperasi di ladang migas Selat Makassar.
Menurut Elan, setidaknya ada 12 perusahaan migas nasional dan internasional yang berinvestasi bidang migas di Aceh, seperti yang dilaporkan Serambi, Selasa (24/8).
Terkait dengan itu, lanjut Elan, Pemerintah Aceh diminta membentangkan ‘karpet merah’ atau menyambut dengan gembira dan tangan terbuka kepada perusahaan nasional dan internasional yang melakukan investasi bidang migas di Aceh. “Mari sambut mereka dengan penuh senyuman, sehingga para investor itu benar-benar merasa nyaman berinvestasi di Aceh,” ujar Elan Biantoro.
Ia mengatakan cadangan migas yang berada di lepas pantai Aceh masih sangat potensial dan besar. “Meski tidak sebesar ladang Arun dulu, memang. Cadangan yang ada sekarang masih tetap menjanjikan,” katanya.
Elan mencontohkan cadangan di areal Jambo Aye Utara yang sedang dieksplorasi oleh perusahaan ENI-Krueng Manee diperkirakan mencapai 300 bilion kubik. “Kalau ada sepuluh saja cadangan sebesar itu, artinya masih sangat potensial,” katanya.
Disebutkan, seluruh biaya yang timbul akibat kegiatan eksplorasi, sepenuhnya ditanggung oleh investor. “Karena itu kita persilakan saja mereka eksplorasi terus menerus. Sebab mereka sendiri yang membiayai. Kecuali setelah temuan migas sudah bersifat ekonomis, baru diperhitungkan bagi hasilnya,” jelasnya.
“Permohonan mereka sudah masuk. Ini sedang diteliti,” kata Kepala Divisi Humas SKK Migas, Elan Biantoro kepada Serambi, Selasa (25/8). Perusahaan itu saat ini sudah beroperasi di ladang migas Selat Makassar.
Menurut Elan, setidaknya ada 12 perusahaan migas nasional dan internasional yang berinvestasi bidang migas di Aceh, seperti yang dilaporkan Serambi, Selasa (24/8).
Terkait dengan itu, lanjut Elan, Pemerintah Aceh diminta membentangkan ‘karpet merah’ atau menyambut dengan gembira dan tangan terbuka kepada perusahaan nasional dan internasional yang melakukan investasi bidang migas di Aceh. “Mari sambut mereka dengan penuh senyuman, sehingga para investor itu benar-benar merasa nyaman berinvestasi di Aceh,” ujar Elan Biantoro.
Ia mengatakan cadangan migas yang berada di lepas pantai Aceh masih sangat potensial dan besar. “Meski tidak sebesar ladang Arun dulu, memang. Cadangan yang ada sekarang masih tetap menjanjikan,” katanya.
Elan mencontohkan cadangan di areal Jambo Aye Utara yang sedang dieksplorasi oleh perusahaan ENI-Krueng Manee diperkirakan mencapai 300 bilion kubik. “Kalau ada sepuluh saja cadangan sebesar itu, artinya masih sangat potensial,” katanya.
Disebutkan, seluruh biaya yang timbul akibat kegiatan eksplorasi, sepenuhnya ditanggung oleh investor. “Karena itu kita persilakan saja mereka eksplorasi terus menerus. Sebab mereka sendiri yang membiayai. Kecuali setelah temuan migas sudah bersifat ekonomis, baru diperhitungkan bagi hasilnya,” jelasnya.
SKK Migas proaktif
Elan Biantoro menambahkan, menyusul terbitnya PP Pengelolaan Migas Aceh, SKK Migas sangat proaktif mendorong menyiapkan terbentuknya Badan Pengelola Migas Aceh atau BPMA.
“Kami sudah beberapa kali bertemu dengan Gubernur Aceh dan pihak terkait lainnya untuk pembentukan BPMA. SKK Migas akan menyiapkan sumber daya manusianya,” kata Elan.
Dia mengatakan, kelak BPMA akan menjadi lembaga yang mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan eksplorasi dan eksloitasi migas. “Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang handal. SKK Migas sendiri akan lebih ringan kerjanya, karena di Aceh sudah ada BPMA,” demikan Elan Bintoro.
Seperti diberitakan, potensi minyak dan gas (migas) Aceh belum tamat. Cadangan migas yang terkandung di wilayah lepas pantai Aceh masih menjanjikan. Faktanya, sampai saat ini di Aceh setidaknya terdapat 11 perusahaan migas yang melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan ‘joint study.’ Empat perusahaan di antaranya berstatus produksi.
Informasi itu disampaikan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Aceh, Ir Said Ikhsan kepada Serambi di Jakarta, Senin (24/8). “Banyak perusahaan masih berminat (berinvestasi bidang migas),” kata Said Ikhsan mengenai aktivitas perusahaan migas nasional dan internasional di Aceh.(aceh.tribunnews.com)
Elan Biantoro menambahkan, menyusul terbitnya PP Pengelolaan Migas Aceh, SKK Migas sangat proaktif mendorong menyiapkan terbentuknya Badan Pengelola Migas Aceh atau BPMA.
“Kami sudah beberapa kali bertemu dengan Gubernur Aceh dan pihak terkait lainnya untuk pembentukan BPMA. SKK Migas akan menyiapkan sumber daya manusianya,” kata Elan.
Dia mengatakan, kelak BPMA akan menjadi lembaga yang mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan eksplorasi dan eksloitasi migas. “Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang handal. SKK Migas sendiri akan lebih ringan kerjanya, karena di Aceh sudah ada BPMA,” demikan Elan Bintoro.
Seperti diberitakan, potensi minyak dan gas (migas) Aceh belum tamat. Cadangan migas yang terkandung di wilayah lepas pantai Aceh masih menjanjikan. Faktanya, sampai saat ini di Aceh setidaknya terdapat 11 perusahaan migas yang melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan ‘joint study.’ Empat perusahaan di antaranya berstatus produksi.
Informasi itu disampaikan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Aceh, Ir Said Ikhsan kepada Serambi di Jakarta, Senin (24/8). “Banyak perusahaan masih berminat (berinvestasi bidang migas),” kata Said Ikhsan mengenai aktivitas perusahaan migas nasional dan internasional di Aceh.(aceh.tribunnews.com)
loading...
Post a Comment