Halloween Costume ideas 2015
loading...

Meluasnya Aksi Din Minimi Vs Kejanggalan Operasi Aparat.

AMP - Harapannya, Din mampu mendulang banyak dukungan dari eks-kombatan lain yang kecewa terhadap rekonstruksi Aceh yang masih mandek. Nota kesepahaman (MoU) perjanjian Helsinki tahun 2005 silam ditengarai belum mampu membuat Aceh sejahtera.

in hanya menginginkan Pemerintah Aceh memberi keadilan kepada anak yatim, janda korban konflik, dan mewujudkan butir-butir MoU Helsinki seperti yang telah disepakati Pemerintah Republik Indonesia dan GAM. Hal inilah yang kini diperjuangkan kelompok ini.

Namun, bukannya malah bertambah besar, ajal bagi kelompok Din Minimi malah kian mendekat. Perjalanan panjang ‘keliling Aceh’ kelompok Din Minimi sepertinya akan berakhir di Kabupaten Pidie.

Kelompok bersenjata yang dituduh telah menembak mati dua intel TNI pada 23 Maret 2015 silam ini tak bisa kabur kemana-mana. Mereka sudah terjebak di Gampoeng Geuni, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie.

Keberadaan kelompok Din Minimi di Kabupaten Pidie terendus setelah baku tembak aparat gabungan dengan kelompok ini pada Rabu, 20 Mei, malam sekitar pukul 23:00 WIB di Desa Gintong, Kecamatan Grong-Grong.

Kontak tembak selama 30 menit itu mengakibatkan tiga orang tewas dari kelompok Din Minimi, yakni Ibrahim Yusuf (42 tahun), Subki (32) dan Yusliadi alias Maepong (27). Satu korban tewas lainnya adalah warga lokal asli Pidie. Beberapa senjata api jenis AK-47 dan ratusan amunisi berhasil disita.

Rute perjalanan kelompok Din Minimi melintasi Pidie nampaknya sangat mudah dibaca. Setelah kabur dari Desa Gintong, mereka berlari menuju daerah rawa-rawa Paya Reubee yang lokasinya berjarak sekitar 4 kilometer. Kemudian dari rawa-rawa tersebut mereka langsung menuju tiga perbatasan wilayah di pegunungan, yaitu Kecamataan Mila, Padang Tijie, dan Delima.

Karena Padang Tijie telah dikepung dan Delima juga telah dikepung oleh aparat keamanan, sehingga rute satu-satunya yang teraman adalah Mila, yaitu pengunungan Blang Kaca di Desa Lala, yang langsung berbatasan dengan Kecamatan Keumala.

Informasi tersebut seperti tidak jauh melenceng, tepatnya Minggu, 24 Mei, dini hari sekitar pukul 02:30 WIB, di sebuah warung kopi di Blang Malu, Kecamatan Mutiara Timur, Pidie, polisi juga melakukan upaya penyergapan kepada tiga orang terduga kelompok Din Minimi, yaitu M. Rijal (26), M. Nasir alias Puthet (29), dan Nazir Khadafi (22). Dalam penyergapan tersebut satu orang dinyatakan tewas. Satu ditembak, dan satu menyerahkan diri.

Benang merah antara penyergapan tersebut dan rute gerilyanya kelompok Din Minimi terpecahkan, ada dugaan Din sengaja menyisir daerah-daerah dimana basis GAM berada. Dua dari tiga anggota yang disergap saat itu merupakan warga Keumala, yaitu M. Rijal (korban tewas) dan Nazir. Keumala adalah salah satu daerah merah. Di sana banyak petinggi GAM berasal.

Polisi enggan berkomentar

Namun dalam penyergapan ini ada sesuatu hal yang janggal. Polisi menyatakan penyergapan terpaksa berakhir dengan kontak tembak karena ada pelaku yang melawan.

“Pelaku melakukan perlawanan dengan menembak ke arah tim gabungan, sehingga tim melepaskan tembakan balas sehingga terjadi kontak tembak,” kata Kapolres Pidie AKBP Muhajir.

Namun hasil penelusuran di lapangan, sejumlah saksi mata mengatakan tak ada kontak tembak. Mereka hanya melihat tiga orang sedang minum jus yang sama sekali tak membawa senjata laras panjang seperti yang diutarakan pihak polisi.

Kepada wartawan Polisi mengakui senjata tersebut ditemukan di dalam mobil angkutan umum, bukan pada tangan pelaku yang ditangkap maupun yang ditembak hingga tewas. Jadi sebuah pertanyaan bagaimana mungkin bisa membalas tembakan jika senjatanya saja tak mereka pegang?

Selain itu, tuduhan polisi yang menturkan bahwa kelompok ini hendak merampok SPBU Blang Malu juga tidak akurat. Beberapa orang saksi mata yang sempat bincang-bincang dengan pelaku mengatakan bahwa pelaku hendak menunggu bis menuju ke arah Sumatera Utara.

Upaya ini seolah ditutup-tutupi oleh aparat kepolisian. Saat Rappler hendak mewawancarai pelaku yang berhasil ditangkap, polisi seolah enggan mengizinkan.

“Jangan dulu, Pak. Mengenai hasil pemeriksaan ataupun mau sekedar bertanya kepada tersangka, minta izin dulu sama Kapolda Aceh atau pejabat yang berwenangnya. Minimal Kapolres yang bicara,” kata Kasat Reskrim Polres Pidie AKP Harahap.

Isu kejanggalan ini pun menguap begitu saja setelah pada 26 Mei 2015, kelompok bersenjata Din Minimi kembali kontak tembak dengan aparat di kawasan perbukitan dan perkebunan milik warga di Dusun Geunie, Desa Lhok Keutapang, Kecamatan Tangse.

Lokasi baku tembak ini sudah diduga sebelumnya, lokasi ini merupakan satu-satunya akses teraman untuk bisa keluar dari Pidie, karena melewati hutan-hutan dan pegunungan yang terjal.

Informasi yang didapatkan dari seorang personil yang juga ikut dalam penyergapan tersebut diperkirakan jumlah Din Minimi saat ini hanya tersisa delapan orang.

“Delapan orang kalau tidak salah saat kami pastikan. Namun tidak tahu di tempat terpisah, hanya saja saat itu mereka sedang istirahat digubuk, yang kemudian kami sergap dan mengakibatkan baku tembak kurang lebih 10 menit, kemudian mereka melarikan diri kearah perkebunan durian milik warga dan menghilang dalam semak-semak rimba,” ungkap Harahap.

Meski begitu penelusuran informasi di lapangan yang dilakukan mendapatkan data bahwa kelompok Din Minimi semakin membesar di Pidie. Beberapa eks-kombatan GAM yang masih memiliki dendam memilih bergabung.

Informasi terkahir saat di Keumala, kelompok ini kini memiliki anggota lebih dari 50 orang, jumlah tersebut diyakini semakin bertambah dengan merekrut orang-orang disetiap daerah yang dia singgahi. Hanya saja posisi mereka saat ini terpisah-pisah.

Siapakah Din Minimi?

Nurdin Ismail alias Din Abu Minimi, merupakan warga Desa Keude Buloh, Kecamatan Julok, Aceh Timur. Dia bergabung menjadi kombatan GAM pada tahun 1997 dan berada di bawah komando Teungku Kaha ? salah seorang petinggi GAM yang ditakuti di pesisir pantai Aceh timur.

Jaringan ini yang saat ini kembali coba dibangun oleh Din Minimi. ?Jika kasus ini tak terselesaikan maka tak menutup kemungkinan gerakan ini akan menyerupai perlawanan seperti di tahun 1989 silam,? ucap seorang petinggi GAM di Teupin Raya yang taku disebut namanya.

Kala itu sebelum menetapkan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer, banyak berkeliaran kelompok sipil bersenjata yang menuntut keadilan. Bukannya mereda, setelah semakin ditekan kelompok ini semakin membesar, hingga akhirnya muncullah Gerakan Aceh Merdeka.

Meski begitu, Polisi membantah dugaan kelompok Din Minimi yang semakin membesar. Secara tegas mereka mengklaim komplotan tersebut diperkirakan tidak akan bertahan lama lagi di gunung Tangse.

Belajar dari pelaku yang tertangkap di Blang Malu, menurut pengakuannya mereka sudah tidak makan selama empat hari di gunung. Selama bergerilya mereka hanya memakan kelapa yang diambil dari kebun warga saat melintas dari satu kebun ke kebun lainnnya.

Oleh karena itu aparat yakin bahwa Din Minimi tak akan tahan berlama-lama di gunung. “Tinggal menunggu waktu. Jika tak menyerahkan diri, mereka akan mati dengan sendirinya di atas gunung sana,” ucap Pagdam Iskandar Muda, Mayjen TNI Agus Kriswanto.(Acehmedia)
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget