Junaidi alias Brujuek (30) anggota Din Minimi tewas ditembak di SPBU Batu Phat, Kamis 27 Agustus 2015 | Foto Taufiqurahman/acehbaru.com |
AMP - Seorang penjahat, bila tewas dalam sebuah upaya melawan penegak hukum
saat penyergapan mungkin hal yang biasa terjadi. Masyarakat pun tidak
seberapa terkejut mendengarnya.
Namun bila penjahat itu ditembak penegak hukum saat sudah menyerah
atau tanpa perlawanan, maka itu pelanggaran hukum yang terjadi di negara
hukum seperti Indonesia. Belum lagi menyisakan kepiluan yang mendalam
bagi keluarganya bahkan bagi masyarakat luas.
Dan begitulah yang dialami Ridwan seorang pria Desa Pulo Meuria, Kec.
Gereudong Pasee, Aceh Utara, yang diklaim anggota kelompok bersenjata
Din Minimi. Dirinya tewas dirumahnya dengan kondisi berlumuran darah
setelah timah panas aparat kepolisian menembus bagian tubuhnya pada 20
Agustus 2015 lalu.
Timsus Polda Aceh usai kontak tembak dengan kelompok Ridwan (35) anggota Din Minimi di Desa Pulo Meuria Gereudong Pasee Aceh Utara, kamis 20 agustus 2015 | Foto Taufiqurahman/acehbaru.com |
Dilansir Viva.co.id, Kapolres Lhokseumawe AKBP Anang Triarsono
menuturkan saat kejadian ada empat anggota Din Minimi lainnya, namun
mereka berhasil kabur. “Ya, empat rekannya berhasil melarikan diri,
sampai sekarang masih kita lakukan pengejaran,” ujar Anang. (Baca: Fakta Lain Dibalik Tewasnya Ridwan Anggota Din Minimi )
Saat itu pula hal tersebut langsung menjadi headline news berbagai
media. Namun kesaksian salah seorang sumber acehbaru.com ternyata
bertolak belakang dengan apa yang dikatakan hal tersebut, yakni saat
diserbu polisi, Ridwan hanya sendirian di rumah, tidak anggota Din
Minimi lain bersamanya sebagaimana yang banyak diberitakan.
Situs Juangnews.com merilis keterangan Abdisyah (50) abang kandung
Ridwan, menurutnya tidak ada kontak tembak sore itu. Hanya terjadi
tembakan sepihak dari aparat kepolisian. (Baca: Ternyata Tak Ada Kontak Tembak Dirumah Ridwan )
Abdisyah mengisahkan, saat disergap petugas, Ridwan sedang berada di
dalam rumah dan hendak melarikan diri, lalu dipanggil dan ditembak dalam
jarak dekat. Akibat terkena tembakan petugas korban langsung tersungkur
Hal serupa juga dialami Junaidi alias Brujuek. Dia juga diklaim
salah-satu anggota Din Minimi yang telah lama masuk dalam Daftar
Pencarian Orang (DPO) aparat kepolisian. Pada Kamis 27 Agustus 2015,
dirinya tewas ditembak aparat kepolisian.
Tapi kisah Brujuek lebih miris dari Ridwan. Pasalnya, menurut sumber
acehbaru.com Brujuek sempat meminta ampun sebelum ditembak. Namun ampun
tinggallah ampun, peluru polisi dengan bringas melesat dan menembus
bagian dada, leher dan kepalanya. Padahal saat itu Brujuek tak ada upaya
melarikan diri atau bentuk perlawanan lainnya.
Hal ini juga bertolak belakang dengan yang dikatakan Kapolres, di
mana Brujuek melakukan upaya melarikan diri dari sergapan petugas.
(Baca: Fakta Lain Dibalik Tembak Mati Anggota Din Minimi )
Berbagai kecaman pun datang baik dari lembaga maupun netizen yang
mewarnai dunia maya karena tindakan penembakan terhadap Brujuek dinilai
tak bermoral. Biarpun dituduh telah melakukan serangkaian kejahatan,
namun ada hukum yang akan menghukumnya, bukan langsung diproses dengan
timah panas di tempat. (Baca: Warga Kecam Pembunuhan Anggota Din Minimi )
Kejadian ini juga menjadi goresan bagi masyarakat, di mana Aceh yang
telah damai harus kembali terkejut dengan kejadian-kejadian yang membawa
kembali mengingat masa konflik yang bersimbah darah. (Baca: Bunuh Anggota Din Minimi di SPBU, LBH: Polisi Melawan Hukum)
Bahkan para netizen menyebut aksi tim Polda Aceh yang menembak mati terduga adalah Extra judicial killing (pembunuhan di luar proses peradilan, red) melanggar
hukum indnesia dan hukum internasional. “Harus ada yang lakukan
pendampingan keluarga, diadvokasi sampai kepengadilan” Tulis Netizen.
(Baca: Berbagai Versi Cerita Tewasnya Brujuek Anggota Din Minimi)
Extra judicial killing (pembunuhan di luar proses peradilan, red)
adalah kejahatan yang dikutuk oleh dunia internasional karena
merendahkan harkat dan martabat manusia. Hak untuk hidup merupakan hak
paling utama dari empat aspirasi tertinggi hak asasi manusia, disusul
kemudian oleh hak kebebasan, hak kebersamaan dan hak membangun, Hak
untuk hidup tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (Baca: KontraS: Cara Bunuh Anggota Din Minimi Melawan Prosedur Hukum)
Koordinator KontraS Aceh Hendra Saputra dalam rilis yang diterima
menilai tindakan yang dilakukan kepolisian saat sudah sangat menyalahi
aturan yang dibuat oleh kepolisian sendri, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Kapolri [Perkap] No 1 Tahun2009, di mana dalam pasal 5
menjelaskan tentang tahapan kepolisian dalam upaya penggunanan kekuatan,
dimana penggunaan senjata api merupakan upaya terkahir dalam
penggunakan senjata api bukan upaya pertama.
“Akan tetapi selama ini upaya penggunakan senjata api yang lebih
ditonjolkan oleh pihak kepolisian kita, hal ini menunjukan kalau Polda
Aceh gagal menerapkan prinsip polmas yang selama ini sudah dibangun di
Polda Aceh,” Kata Hendra.( Baca: Aksi Polisi ‘Pencabut Nyawa’ di Aceh Kompolnas Diminta Turun Tangan )
loading...
Post a Comment