Halloween Costume ideas 2015
loading...

SEKELUMIT SEJARAH PERJUANGAN GAM

Setelah Hasan Tiro pulang ke Aceh, banyak ide-ide baru yang disampaikan untuk perjuangan Gerakan Aceh Merdeka. Ide-ide atau konsep baru tersebut sangat bertentangan dengan Islam dan norma Adat Istiadat Aceh secara umum. Karenanya terjadilah selisih paham yang mengakibatkan perpecahan di tubuh GAM.

Adapun penyebabnya antara lain ; pencetusan hari dan tanggal Proklamasi kemerdekaan Aceh. Banyak tokoh-tokoh senior Aceh menginginkan penetapan hari dan tanggal proklamasi disesuaikan dengan hari pelantikan perdana menteri dan perwira militer, yakni tanggal 20 Mei 1977.

Bahkan, ada diantaranya mengusulkan agar penetapan hari proklamasi disesuaikan dengan hari proklamasi RIA, yakni tanggal 15 Agustus 1961. Sementara itu, Hasan Tiro tetap bersikukuh dengan pendapat pribadinya yang menginginkan tanggal proklamasi kemerdekaan Aceh disesuaikan dengan tanggal kematian kakeknya, Tgk. Ma’at di Tiro yang syahid pada tanggal 4 Desember 1911.

Kedua, mengenai bait proklamasi. Pada alinea terakhir bait proklamasi Hasan Tiro mencantumkan kalimat ; “ Siploh droe njang po tanda droe nibak peunjata njoe ka meugulee matee sjahid” yang artinya (Sepuluh orang Kakek yang menandatangani proklamasi ini sudah terguling mati sayahid”.

Kalimat itu menurut beberapa tokoh dirasakan kurang tepat. Tgk. Hasbi Geudong memberikan usulan agar dapat dirubah dengan kalimat “Meuribee-ribee droe endatu bangsa Atjeh ka meugulee matee sjahid nibak peutheun nanggroe njang mulia njoe” yang artinya beribu-ribu moyang bangsa Aceh telah mati syahid dalam mempertahankan Negara yang mulia ini”. Usulan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Hasan Tiro tanpa alasan yang pasti. ( Abu Jihad : 83-85).

Ketiga, tentang wilayah kekuasaan. Dalam deklarasi GAM, Hasan Tiro telah mengklaim bahwa wilayah negara yang dibentuk meliputi seluruh Sumatera sampai ke Lampung. Namun pendapat ini disanggah oleh Dr. Muchtar. Menurutnya, tidak mudah mengklaim wilayah Sumatera secara keseluruhan karena tidak ada landasan historisnya. Keempat, tentang bentuk Negara Aceh yang bersifat Kerajaan.

Hal ini ditegaskan oleh Hasan Tiro dengan alasan bentuk sebuah kerajaan merupakan sistem pemerintahan yang sangat ideal di seluruh dunia. Namun konsep yang ditawarkan oleh Hasan Tiro tersebut kembali ditolak oleh Dr. Muchtar yang mengusulkan apabila dibentuk Kerajaan maka Tuanku Ibrahim di Banda Aceh harus diikut sertakan dalam perjuangan, paling tidak sebagai penasehat. Mendengar hal tersebut Hasan Tiro menjadi gusar karena maneuver politiknya tidak diterima oleh forum.

Kelima, tentang bendera negara. Para tokoh RIA telah sepakat bendera yang akan dipakai nanti adalah bendera alam peudeung dengan warna dasarnya berwarna hijau. Sedangkan untuk bendera dengan warna dasar merah dengan berlambang bulan bintang ditengahnya melintang sebuah pedang hanya akan dipakai sebagai bendera perang.

Namun bendera tersebut mendapat perubahan di tangan Hasan Tiro dengan memakai warna merah pada dasarnya dan bulan bintang di tengah serta strip hitam sebagai tanda untuk mengenang kakeknya. Keenam, mengenai bahasa persatuan yang diusulkan memakai bahasa Aceh dan bahasa melayu pasee oleh tokoh RIA.

Usulan tersebut kembali dipatahkan oleh Hasan Tiro dengan alasan bahasa melayu telah dipergunakan oleh Negara Indonesia dan untuk Negara Aceh haram memakainya. Hasan Tiro mengusulkan bahasa persatuan Negara Aceh adalah bahasa Aceh.

Padahal, dari latar belakang sejarah yang diketahui, bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu dan bila dikaji dari segi geografis dan keragaman suku, maka apabila dipakai bahasa Aceh Suku Aneuk Laot, Takengon, Gayo, Alas dan Tamieng serta suku lainnya akan susah sekali berkomunikasi.

Ketujuh, tentang pijakan sejarah dimana Hasan Tiro hanya berkonsep pijakan sejarah hanya tertuju pada Tgk. Chik Di Tiro dan keluarganya sampai dengan tahun 1911 — saat syahidnya Teungku Ma’ad di Tiro. Sedangkan para tokoh RIA berpijak mulai dari Sulthan Ali Mughayat Syah, Ali Riayat Syah Al Qahar dan Sultan Iskandar Muda, jelasnya sampai tahun 1942 sebagai benang merah yang tiada putus dan tersambung sampai Belanda sendiri lari dari Aceh.

Hal-hal tersebut lah yang membuat sebagian besar ulama berpindah jalur dari Gerakan Aceh Merdeka, meskipun ada berapa diantaranya yang masih ikut mengangkat senjata dengan alasan lain. Pada tahun 1990-an, perpecahan antara kedua belah pengikut Hasan Tiro dan bekas pejuang RIA yang kemudian dipimpin oleh Dr. Husaini, semakin melebar dan mencapai puncaknya. Pergesekan tersebut akhirnya membuat Hasan Tiro mengambil keputusan untuk memecat Dr. Husaini dan pengikutnya dari struktural GAM.

Gerakan offensive yang dilakukan oleh anggota GAM dibawah Hasan Tiro sangat mencemaskan banyak kalangan. Dalam hal tersebut, Ahmad Kandang yang bertindak selaku militer GAM menyerang tentara Indonesia.

Padahal, menurut Don Zulfahri penyerangan tersebut tidak pernah diinstruksikan oleh Mabes GAM. Setiap pejuang Aceh Merdeka selalu mengutamakan keselamatan, harta dan marwah bangsa Aceh dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya disetiap tindakan yang diambil.(fb)
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget