Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, walaupun Aceh dapat menerapkan syariat Islam seperti ditegaskan dalam Undang-undang nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, tetapi aturan dan implementasinya tidak boleh bertentangan dengan hukum nasional.
"Aceh bisa mengambil itu (syariat Islam) selama tidak bertentangan dengan hukum nasional yang bersifat umum," kata Jusuf Kalla dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia, Jumat (21/08) siang di kantornya.
Menurut Kalla, setelah adanya UU Otonomi khusus itu, pembuatan peraturan daerah atau qanun terkait syariah lebih banyak ditentukan oleh DPR Aceh.
"Masalah-masalah peraturan tentang syariah diputuskan oleh DPR Aceh," katanya.
Kalla juga mengatakan materi dan penerapan syariat Islam di Aceh tidak untuk warga non-Islam di wilayah itu. "Hanya untuk yang beragama Islam saja," tandasnya.
Selain menyoroti penerapan syariat Islam, Kalla juga menjawab pertanyaan seputar Komisi kebenaran dan rekonsiliasi di Aceh, kasus-kasus kekerasan yang melibatkan eks kombatan GAM, hingga keterlibatannya dalam penyelesaian konflik di sejumlah negara.
Berikut petikannya:
Bagaimana pemerintah pusat menilai perkembangan keamanan di Aceh setelah 10 tahun perdamaian?
Kalau keamanan semua bisa kita lihat bahwa setelah perdamaian konflik tidak ada lagi, semuanya damai.
Kombatan-kombatan GAM sudah meletakkan senjata. Kemudian juga, operasi militer otomatis berhenti dan semua pasukan 38 Batalyon ditarik ke Jakarta.
Jadi, konflik yang biasa terjadi hampir tiada. Memang ada sisa-sisa kriminal, tapi sama sekali tidak ada konflik separatisme.
Jadi adanya kasus kekerasan yang dilakukan sebagian kecil anggota GAM di Aceh itu lebih sebagai tindakan kriminal?
Itu perorangan, kriminal. Perampokan, misalnya, mungkin karena senjata ilegalnya masih disimpan, itu yang terjadi. Tapi itu di Jawa juga ada. Ada satu atau dua orang yang bersenjata melakukan kekerasan. Tapi kemarin sudah digerebek polisi. Beberapa orang sudah ditangkap.
Anda melihat pertumbuhan ekonomi di Aceh membaik setelah 10 tahun perdamaian atau sebaliknya?
Ya, pasti punya dampak yang baik. Karena setelah perdamaian, kita punya UU Otonomi Khusus di Aceh, kemudian diberikan dana rehabilitasi, dana untuk eks kombatan. Disamping itu pembangunan ekonomi nasional di Aceh juga berjalan terus.
Memang di sini (Aceh) yang dibutuhkan pemerintah yang terbuka dan berpengalaman. Ini memang masih harus perlu diperbaiki. Karena gubernur, bupati perlu pengalaman untuk menjalankan pemerintahan di sana (Aceh).
Salah-satu pertanyaan dari para pegiat HAM di Aceh adalah bagaimana upaya pemerintah pusat dan Aceh untuk menindaklanjuti pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, KKR, yang menjadi amanat perjanjian damai Helsinki 2005?
Sebenarnya ini selalu diupayakan, tapi kemudian juga ini butuh suatu kearifan kedua pihak.
Karena apabila ada pengadilan (HAM) seperti itu, maka kemungkinannya -katakanlah- kedua belah pihak (GAM dan Indonesia) bisa kena. Artinya, pemerintah atau pihak mantan GAM juga bisa kena masalah.
Karena itu kita hanya berpikir: OK-lah tinggal kita cari waktu yang baik. Di samping itu juga, pengalaman negara lain seperti Afrika Selatan. Forgive not forget. Saling memaafkan. Tapi ya kita ambil pengalamannya.
Jadi, masalahnya kadang-kadang kesulitan mencari bukti juga. Siapa yang mesti direkonsiliasi? Dan siapa yang mesti diadili? Belum tentu ada bukti-buktinya. 'Kan sudah lama sekali.
Karena itu, apa yang terjadi di banyak negara, ya rekonsiliasi saja.
Terkait implementasi syariat Islam di Aceh, sebagian pegiat perempuan dan HAM di Ach mempertanyakan beberapa kasus yang mereka anggap justru merugikan kaum perempuan. Sepengetahuan Pak Kalla apakah dalam perundingan Helsinki persoalan syariat Islam merupakan hal yang dibahas?
Sebenarnya di Helsinki atau di perjanjian MOU sama-sekali tidak ada mengenai syariat Islam. Itu tercantum terlebih dahulu di UU Khusus Aceh di mana daerah khusus itu dapat memberlakukan hukum-hukum yang khusus yang disetujui oleh DPR Aceh.
Karena itu, masalah-masalah peraturan tentang syariah diputuskan oleh DPR Aceh. Dan itu memang secara hukum, Aceh bisa mengambil itu selama tidak bertentangan dengan hukum nasional yang bersifat umum.
Karena syariat itu boleh dibilang bukan menyangkut soal fundamental, seperti masalah pakaian, masalah hukum cambuk bagi penjudi. Yang lainnya tetap mengacu pada hukum umum. Memang ada aturan pakaian dan perilaku. Tapi itu hanya untuk yang beragama Islam saja.
Anda mengatakan jika hal itu tidak bertentangan dengan hukum nasional, tidak menjadi masalah. Nah, ketika ada yang menafsirkan hal itu bertentangan dengan hukum nasional, Konstitusi sebutlah, apa yang bisa dilakukan pemerintah pusat?
Tidak ada Konstitusi mengatur hal-hal detil, misalnya cara berpakaian, atau tidak boleh keluar di atas jam sekian. Itu tidak ada dalam Konstitusi. Itu pilihan-pilihan dalam keadaan tertentu saja.
Peran Anda dalam proses perdamaian Aceh banyak diacungi jempol oleh berbagai kalangan di dunia. Dan sejumlah negara, seperti Kolombia, Thailand, Myanmar, mengirimkan utusannya untuk meminat kesediaan Anda untuk mengambil peran dalam penyelesaian masalah mereka. Apa yang bisa dipetik dari pengalaman Anda di Aceh yang bisa disumbangkan?
Memang dalam 10, 20 tahun terakhir ini, tidak ada penyelesaian konflik di dunia yang tuntas seperti Aceh. Upaya semua banyak. Tapi, seperti di Sudan, sekarang konflik lagi. Di Filipina juga belum selesai, walaupun sebagian sudah ditandatangani. Di banyak tempat, banyak sekali. Thailand selatan juga begitu.
Semua negara-negara itu berkonsultasi dengan kita. Kita kirim orang ke Kolombia, saya sering ke Filipina, kemudian ke Thailand, ke Myanmar, untuk memberikan pandangan-pandangan.
Dan malah Turki, Presidennya minta nasihat Indonesia: Bagaimana pengalaman Indonesia mengatasi konflik dan mereka mengalami masalah Kurdi. Tapi itu yang tidak dapat kita lakukan, karena masalah-masalahnya berbeda. Karena itu, prinsip pokoknya kita selalu memberikan nasihat, atau konsultasi di banyak negara itu.
Dan memang negara-negara itu secara informal meminta bantuan Anda?
Informal dan formal. Kolombia meminta secara formal. Dulu Thailand minta secara formal. Kalau Turki, saya bilang kepada presidennya. Kalau Filipina kita sering diskusi dengan presidennya dan timnya. Myanmar saya datang berkali-kali. Kemarin malam beberapa jenderalnya datang lagi untuk (mengetahui) bagaimana mempelajari situasi Indonesia.
Walaupun tadi Pak Kalla mengatakan, ada kekhasan tertentu yang tidak bisa diperbandingkan, tapi ada satu kata kunci yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah konflik di berbagai negara?
Pertama, semua perdamaian itu harus menjaga martabat, dignity. Kedua, dalam perdamaian itu selalu take dan give. Dan selalu yang memberikan banyak itu pemerintah.
Kemudian, pihak lawannya yang paling banyak itu senjatanya untuk diserahkan. Yang lainnya, pemerintah semua yang harus mengambil inisiatif. Dan itulah prinsip pokoknya.
Dan yang paling penting ada kemauan untuk damai.
Sumber: BBC
loading...
Post a Comment