HINGGA akhir bulan ini Pemerintah Aceh baru menghabiskan anggaran kurang dari 40 %. Sisanya masih mengendap di rekening. Sisa anggaran harus dihabiskan kira-kira dalam waktu 100 hari ke depan. Dalam satu tahun ada 365 hari, jadi bayangkan saja selama 250 hari sebelumnya uang itu lebih banyak menumpuk di kas. Selama 250 hari hanya sekitar 5 triliun saja uang Pemerintah Aceh yang beredar di masyarakat. Tragis bukan nasib rakyat?
Rakyat membayar para pengurus anggaran itu dengan sangat mahal. Gaji dan semua penghasilan mereka yang halal. Belum lagi yang tidak halal, yang sengajar mereka ambil dengan sadar. Kemudian mereka anggap sebagai milik sendiri. Dengan pendapatan itu mereka kemudian bersedekah atau menafkahi keluarga.
Di akhir tahun nanti rakyat akan mendengar atau membaca anggaran yang harusnya dihabiskan tahun ini tapi tidak terpakai. Mereka menyebutnya dengan SiLPA alias Sisa Lebih Perhitungan Anggaran. Sisa anggaran itu kembali dimasukkan dalam APBA tahun depan. Tahukah anggaran apa yang tersisa untuk itu? Yang tersisa adalah uang milik rakyat, yang seharusnya digunakan untuk pembangunan. Tapi yang terjadi adalah tidak membangun, gagal membangun, tidak selesai membangun dan lupa atau silap membangun.
Hak rakyat mereka abaikan. Bagaimana dengan hak mereka seperti gaji, tunjangan kerja, makan minum, biaya perjalanan dinas dan lainnya? Bisa dipastikan semua anggaran itu disampoh sawiet. Kalaupun ada sisa hanya seureudok atau seuma alias ampasnya.
Tahun depan anggaran sisa ini kembali dicantumkan untuk pembangunan macam-macam lagi. Untuk itu mereka kembali mengambil hak-hak mereka seperti tahun lalu. Tidak berkurang atau dipotong. Bila perlu mereka mencari celah menambah pendapatan. Alasannya untuk meningkatkan kinerja. Tapi lihat dan hitung sendiri apakah benar kinerja berbanding lurus dengan penghasilan mereka?
Jika kita menamsilkan dengan membangun rumah, maka kita membayar ongkos penuh tapi rumah tidak sesuai progress. Tidak selesai sesuai perjanjian walau upah yang kita bayarkan sudah penuh. Untuk menyelesaikan rumah itu kita kembali membayar tukang dengan upah penuh sampai berkali-kali. Bayangkan betapa bodohnya kita sebagai rakyat. Uang itu milik kita, rumah itu juga milik kita. Tapi seenaknya mereka mengambil dan mengatur sesuka hati mereka. Sangat tragis nasib rakyat ini.
Kisah di atas mungkin cara paling gamblang untuk memahami perilaku pemerintah dan aparaturnya dalam mengelola anggaran. Kita berharap ini dibaca oleh pengelola anggaran. Dibaca oleh pucuk pimpinan pemerintah. Di baca oleh Gubernur dan wakilnya. Selaku pimpinan yang dipilih rakyat Gubernur adalah puncak mata rantai amanah. Ia sudah lama hidup mapan di negeri yang amat makmur dan teratur. Ia kembali ke Aceh jelas punya tujuan untuk Aceh yang lebih baik. Pulang dengan cita-cita perjuangan.
Bukankah dulu ia pergi dari Aceh karena sebuah cita-cita? Padahal di masa itu sebagai dokter ia sudah menjadi warga kelas satu. Tapi semua itu rela ia tinggalkan, kenapa? Karena baginya perjuangan demi Aceh lebih penting dari segala kemewahan pribadi dan keluarganya. Ia rela memilih jalan pahit bersama Wali Hasan Tiro.
Maka agak mengherankan dengan perilaku Gubernur saat ini. Apakah yang sudah mampu mengubah dirinya? Mengapa terkesan begitu mudah melupakan cita-citanya. Parahnya di saat semua kekuasaan ada di tangannya. Ketika ia bisa menghitamputihkan semua harapan rakyat. Harapan yang mereka titiskan dengan mendukung kelompoknya sepanjang perjuangan bersenjata hingga perjuangan politik saat ini.
Siapakah yang telah meracuni beliau? Jika tidak ada yang meracuni maka sebaiknya Gubernur segera mereposisi pola pikirnya. Jika perlu mencari asisten khusus untuk mencatat, agar setiap kebijakan atau ucapan yang ia lontarkan ada yang menuliskan dan mengingatkannya selalu. Dengan begitu tidak ada lagi yang bisa mempermaikan dirinya. Untuk sebuah kebaikan ini belumlah terlambat.
Rakyat memimpikan Gubernur mengakhiri pengabdiannya dengan gelar pahlawan perjuangan. Dan akan dikenang rakyat setingkat Hasan Tiro. Agar rakyat mencatat namanya dalam kegemilangan sejarah Aceh sekaliber Iskandar Muda. Semoga. Amin.
loading...
Post a Comment