Banda Aceh - Faktor terlambatnya pengesahan APBA-P bisa saja karena faktor kepentingan yang tidak merata,
Pemerintahan Aceh yang pada umumnya dirodai oleh para Elit Partai Aceh ini sangat kacau, bahkan dari pebentukan SKPA yang sudah beberapa kali dirombak, sampai ke bagian anggaran yang lebih mengutamakan Dana Hibah ketimbang pembangunan.
Dilansir Serambinews.com Gubernur Zaini Abdullah menganggap Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) 2015 yang disahkan pada 45 hari menjelang berakhirnya tahun anggaran sebagai “APBA Pungo”. “Ini namanya bukan lagi APBA Perubahan, tapi saat ini sudah diplesetkan publik menjadi APBA Pungo,” kata Zaini beberapa saat setelah seluruh fraksi DPRA menyetujui anggaran perubahan itu, dua hari lalu.
Ia menyatakan, apa yang sedang terjadi ini mendapat sorotan dari Kemendagri, publik, dan LSM. Kenapa perubahan anggaran baru dilakukan dalam bulan November ini, harusnya bisa pada bulan Juli 2015,” ujarnya.
Seharusnya, pada posisi November ini eksekutif bersama legislatif telah menyelesaikan pembahasan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) 2016. Faktanya, sekarang baru pengesahan APBA-P 2015. Sangat terlambat.
Makanya, Gubernur yang akrab disapa Doto ini mengungkapkan rasa was-wasnya terhadap APBA-P itu. “Apakah dalam waktu 45 hari ke depan, tambahan program dan kegiatan baru yang dimunculkan bisa selesai secara baik pada akhir tahun? Kita belum bisa memastikannya,” kata Zaini.
Juru Bicara Fraksi Partai Aceh (PA), Adam Mukhlis SH, mengatakan, kelambatan pengesahan APBA Perubahan 2015 karena pihak eksekutif terlambat menyampaikan Nota Perubahan Anggaran 2015 kepada DPRA. “Jadi, sumber keterlambatan pengesahan APBA-P 2015 itu bukan dari DPRA, melainkan karena eksekutif yang terlambat.”
Ya, memabaca penjelasan gubernur dan dan kalangan anggota dewan, terlihat sekali bahwa eksekutif dan legislatif berada dalam posisi berhadap-hadapan. Satu sama lain ingin menyalahkan dan tak ingin dianggap sebagai penyebab keterlambatan pengesahan APBA-P 2015. Kita juga tak ingin menghakimi siapa yang benar dan siapa pula yang salah.
Sesungguhnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa proses politiklah yang sering mengakibatkan pengesahan anggaran daerah berlarut-larut. Lamanya proses politik dalam pengesahan anggaran di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota bisa terjadi karena berbagai sebab yang kadang-kadang tidak tampak di permukaan. “Adanya deal-deal antara pihak legislatif dengan eksekutif merupakan contoh yang sering terjadi pada tahapan ini,” kata seorang pengamat dan peneliti.
Tolak tarik kepentingan, belakangan ini sering berkaitan dengan kebiasaan titip proyek dalam penyusunan anggaran di tingkat provinsi atau di kabupaten/kota. Dan, jika kemauan dewan ini belum dipenuhi, biasanya pembahasan anggaran akan “dipermainkan”. Demikian pula dengan permainan eksekutif yang juga sering “menyelundupkan” anggaran-anggaran atau proyek-proyek tak jelas.
Karena adanya dua kepentingan itulah, maka APBA dan APBK yang tempat masyarakat banyak menggantungkan harapan hidup, selalu menjadi “korban” transaksional.
Oleh sebab itu, kini rakyat bisa bertanya, jika demikian yang terjadi, apakah yang diperdebatkan eksekutif dan legislatif sebetulnya demi kepentingan rakyat atau untuk kepentingan mereka sendiri?
Editor: KPA Pasee
loading...
Post a Comment